Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fokus ke Transportasi Massal

Kompas.com - 27/07/2010, 02:55 WIB

Pajak

Terkait dengan usulan adanya realokasi anggaran, pengamat transportasi Fransiskus Trisbiantara mengusulkan agar pemasukan dari pajak transportasi kembali sektor transportasi.

”Program antisipasi kemacetan tidak akan berjalan mulus jika pemasukan pajak dari bisnis transportasi dan belanja pembangunan untuk infrastruktur transportasi tidak seimbang. Pajak dari bisnis yang terkait transportasi sangat besar, tetapi dana yang dianggarkan untuk pembangunan jalan dan angkutan massal sangat terbatas,” kata Trisbiantara.

Berdasarkan data APBD DKI Jakarta 2010, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) ditargetkan mencapai Rp 3,07 triliun, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) Rp 3,05 triliun, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) Rp 800 miliar sehingga totalnya Rp 6,92 triliun. PKB adalah pajak tahunan bagi kendaraan yang sudah beroperasi dan BBNKB adalah pajak bagi kendaraan baru atau kendaraan yang berpindah kepemilikan.

Adapun dana yang dialokasikan untuk pembangunan jalan, subsidi dan penambahan bus transjakarta, serta keperluan transportasi lainnya hanya kurang dari Rp 2 triliun atau hanya 28,9 persen dari total pemasukan. Kecilnya perbandingan antara belanja pembangunan dan pemasukan disebabkan mekanisme keuangan pemerintah.

Dalam sistem keuangan pemerintah, semua pemasukan dijadikan satu dalam kas daerah. Semua dana kemudian dibagi dalam berbagai pos anggaran dan belanja dan sektor transportasi mendapat bagian yang tidak memadai. Padahal, lanjut Trisbiantara, idealnya sekitar 75 persen pemasukan dari pajak transportasi seharusnya kembali ke sektor transportasi. Dana dari sektor transportasi seharusnya dimasukkan di kas khusus agar penyusunan alokasi pembangunan transportasi menjadi prioritas.

Deputi Gubernur DKI Bidang Transportasi Sutanto Soehodo mengatakan, anggaran pembangunan infrastruktur jalan dan angkutan massal harus mendapat porsi lebih besar karena pajak sektor transportasi sangat besar. Pembangunan sistem angkutan massal dan jalan pun memerlukan dana sangat besar.

”Pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu merumuskan aturan mengenai proporsi tertentu yang wajib dialokasikan dari bisnis transportasi untuk pembangunan infrastruktur transportasi,” kata Sutanto.

Tata kota

Terkait dengan usulan satu komando untuk atasi macet, Hermanto menegaskan, sudah dirintis kebijakan di tingkat pusat antara lain mengatur tata kota dengan pola pembagian kota inti dan kota satelit. Pengaturan tata ruang dan tata guna lahan itu seharusnya diselaraskan dengan kebijakan daerah dalam pembangunan prasarana jalan dan transportasi umum.

”Pendirian kota satelit Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Depok, seperti Bumi Serpong Damai, harus konsisten. Warga yang tinggal di kota satelit itu harus secara bertahap bekerja di kota itu, jangan lagi bekerja di Jakarta,” kata Hermanto, yang pernah menjabat Direktur Jenderal Tata Ruang Pekerjaan Umum.

(RYO/ART/ECA/NEL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com