JAKARTA, KOMPAS.com- Perhelatan di bidang karya jurnalistik bertajuk Mochtar Lubis Award 2010 kembali digelar untuk ketiga kalinya. Di tahun 2010 ini, karya yang masuk ke panitia juga hasil karya para jurnalis daerah.
"Yang menarik di tahun ini, wartawan-wartawan terbaik yang datang tidak hanya dari jakarta, tapi juga banyak yang dari daerah," kata Direktur Program Mochtar Lubis Award, Ignatius Haryanto, saat membuka malam penghargaan tersebut, Kamis (22/7/2010), di Hotel Santika, Jakarta.
Mantan kontributor The New York Times itu menyatakan, kondisi ini sangat menggembirakan. Karena itulah, ia berharap Mochtar Lubis Award dapat membawa suatu kompetisi sehat antar wartawan di negeri ini. Hasil terbaik dari karya jurnalistik ini juga dikembalikan pada publik juga.
Di dalam deretan finalis Mochtar Lubis Award 2010 terdapat beberapa jurnalis daerah yang masuk seperti dalam kategori Berita Pelayanan Publik ("Rupiah Dikejar Limbah Terlupakan" di Tabloid Modus Aceh), Features ("Doa dalam Sepotong Kaos Bola" di harian Batam Pos), dan dua proposal lapoan jurnalistik dalam Mochtar Lubis Fellowship yang berasal dari wartawan Pos Metro (Jambi) dan Pikiran Rakyat (Jawa Barat).
Adapun secara keseluruhan, panitia menyeleksi 32 karya berita pelayanan publik, 69 karya features, 63 karya foto jurnalistik, 27 karya investigasi, dan 21 karya liputan mendalam bagi wartawan televisi.
"Acara Mochtar Lubis Award ini mudah-mudahan bisa menjadi tolak ukur keberhasilan pers kita di Tanah Air," ujar Ignatius.
Tahun 2010 adalah tahun ketiga Mochtar Lubis Award dilaksanakan. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memacu prestasi para wartawan di Indonesia untuk menghasilkan karya-karya jurnalistik terbaik yang berguna untuk kepentingan publik.
Penggunaan nama Mochtar Lubis sebagai upaya mengenang perjuangannya dalam mengedepankan pers independen yang lepas dari pengaruh kekuasaan mana pun. Mochtar Lubis pernah memimpin harian Indonesia Raya yang sempat dibredel akibat pemberitaan aksi protes mahasiswa di Jakarta atas kedatangan PM Jepang. Kasus tersebut menunjukkan bagaimana Indonesia Raya di bawah Mochtar Lubis memilih mati daripada harus tunduk pada kekuasaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.