Padang, Kompas -
Pengamat pertanian dari Universitas Andalas Padang, Sumatera Barat, Prof Dr Isrir Berd, seperti dikutip Antara, Jumat (16/7), menegaskan, perpecahan di tingkat internal HKTI pada Munas VII di Bali harus segera diselesaikan dengan bertumpu pada AD/ART.
”Kalau organisasi HKTI masih fokus ingin memperjuangkan nasib petani, sebaiknya kembali kepada aturan yang ada dalam organisasi itu,” kata Berd.
Munas VII di Bali itu telah melahirkan dualisme kepemimpinan, yakni Prabowo Subianto yang sebelumnya juga sebagai Ketua Umum HKTI dan Oesman Sapta Odang.
Dia mengatakan, kehadiran HKTI untuk membantu dan memerhatikan nasib petani Indonesia yang sebagian besar masyarakatnya hidup di sektor pertanian. Namun, kepemimpinan HKTI yang seperti ini akan membingungkan petani meskipun tujuannya sama-sama ingin membantu meningkatkan kesejahteraan petani. Perpecahan ini memberi kesan arah dari kerukunan ini sudah keluar dari konsep organisasi yang selalu menyatakan peduli kepada petani.
Bila kondisi perpecahan ini berlarut, wajar apabila banyak pihak dan kalangan menilai HKTI saat ini sudah dijadikan alat kepentingan elite politik. ”Ini memperburuk keadaan petani meskipun tidak semua petani di negeri ini tahu dengan HKTI,” katanya.