Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sita Harta Kekayaan Koruptor

Kompas.com - 07/04/2010, 04:25 WIB

Lebih lucu lagi, tambah Ikrar, sanksi sosial justru terbolak-balik. Mereka yang bersih dan menolak korupsi justru dikucilkan.

Menurut Teten Masduki, masyarakat tradisional Badui (Banten) justru jauh lebih konsisten dalam menerapkan praktik sanksi sosial bagi anggota masyarakat mereka yang melanggar aturan, yaitu dikeluarkan dari lingkungan masyarakat adat.

Upaya pemberantasan korupsi, ujar Tumpak Hatorangan Panggabean, bisa berjalan efektif jika diberlakukan sanksi tegas dan berat. ”Penindakan harus dikedepankan karena saat ini orang tidak takut lagi untuk korupsi,” kata Tumpak.

Soal hukuman mati, menurut Jimly Asshiddiqie, sulit dieksekusi. Alasannya, grasi bisa dilakukan berkali-kali. Hasilnya, hukuman mati menjadi sanksi yang hanya bersifat ”seakan-akan” ini hanya lagi-lagi memberikan janji palsu pada masyarakat dan akan makin merusak kepercayaan publik kepada institusi hukum. Alasan kedua, dalam perjalanannya di waktu-waktu mendatang sesuai dengan tren dunia tentang rasa keadilan dan HAM, hukuman mati akan ditiadakan.

Untuk menghentikan korupsi, menurut Jimly, tidak bisa dengan penindakan yang represif kalau sistem hukumnya belum mendukung. Oleh karena itu, menurut Jimly, langkah yang harus dilakukan adalah pembenahan manajemen secara keseluruhan.

Dalam kasus penanganan kejahatan pajak, Ketua Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Kuntoro Mangkusubroto seusai menyampaikan laporan hasil kerja satgas mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan, tidak boleh ada intervensi politik atau bias kepentingan politik. Hal itu dipandang murni sebagai kejahatan yang mengusik rasa keadilan masyarakat.

”Jadi, apabila dalam kasus Gayus nanti ada gangguan atau intervensi yang berbau politik, itu tidak perlu diperhatikan,” ujar Kuntoro.

Sementara itu, DPR menyiapkan pemanggilan Kapolri, Dirjen Pajak, dan pejabat terkait sehubungan makelar kasus dan mafia perpajakan. Anggota Komisi III Bidang Hukum DPR Pieter C Zulkifli yang ditemui seusai rapat tertutup pimpinan, Selasa, menjelaskan, panitia khusus tentang pencucian uang akan membahas sejumlah kasus besar dan persoalan sistemik di bidang pajak dan bea cukai termasuk kasus Gayus.

Komisi III akan memanggil Kapolri, Jaksa Agung, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji, Mahkamah Agung, dan Komisi Yudisial. Adapun Komisi XI akan memanggil Susno Duadji, Brigjen (Pol) Raja Erizman, dan Brigjen (Pol) Edmond Ilyas, Kamis.

Di Mabes Polri, Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri yang ditanya tentang laporan PPATK mengenai dana ratusan miliar yang mengalir ke Gayus mengatakan, dirinya belum mendengar hal itu. Kapolri menegaskan, polisi yang tidak mau berubah dalam reformasi organisasi dipersilakan masuk tong sampah. (NTA/DWA/EDN/DAY/ONG/PIN/WHY/HAR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com