Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukittinggi Tanpa Perda Benda Cagar Budaya

Kompas.com - 26/03/2010, 10:15 WIB

KOMPAS.com -- Balai Pelestarian Peninggalan Pusaka (BP3) Batusangkar yang wilayah kerjanya mencakup Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau, mengungkapkan, Kota Bukittinggi memiliki 47 sumber daya budaya antaralain dalam bentuk bangunan pertahanan, perkantoran, permukiman, fasilitas umum, dan bangunan militer.  “Tapi belum ada Perda kota, belum ada penetapan dari pemerintah kota. Nanti kalau ada bangunan bersejarah yang dirusak, sulit untuk menuntut. Karena belum ada ketentuan hukum yang sah,” tandas Kepala Kelompok Kerja Dokumentasi, Publikasi, dan Pengembangan BP3 Batusangkar, Teguh Hidayat, beberapa waktu lalu dalam Sosialisasi Rehabilitasi Jam Gadang di Bukittinggi.

Ia menambahkan, dari kacamata BP3 Batusangkar, di Bukittinggi ada 47 bangunan yang berpotensi menjadi BCB (Benda Cagar Budaya). “Tapi tugas kita hanya mendorong daerah untuk kemudian mengeluarkan produk hukum dalam rangka pelestarian. Penentuan dan urusan hukum itu urusan pemerintah setempat,” ujarnya sambil menambahkan di Sumatera Barat baru Padang dan Sawahlunto yang sudah memiliki Perda BCB.

Namun demikian Wali Kota Bukittinggi, Ismet Amzis, tampaknya kurang paham atas pentignya Perda BCB sehingga ia hanya berpegang bahwa, pihaknya akan menjaga pusaka Bukittinggi untuk dilestarikan dan bahwa pusaka itu bisa menjadi atraksi wisata kota tersebut.

Ketika Warta Kota mempertanyakan dengan dasar apa ia menentukan 43 BCB, Ismet menjawab, “Dari hasil penelitian BP3.” Padahal BP3 hanya mengusulkan, dan yang berhak menentukan adalah pemerintah setempat. Pemerintah pula yang berkewajiban merawat dan melakukan konservasi pada BCB yang rusak akibat bencana. Pemerintah pula, dengan kekuatan hukum lewat Perda BCB, menindak mereka yang merusak BCB. Tapi tanpa perda, semua menjadi mentah dan pusaka Bukittinggi rawan lenyap.

Meski demikian, Ismet mengakui, Bukittinggi memang belum memiliki Perda BCB yang membuat pusaka kota itu terlindungi secara hukum. “Memang perda itu perlu, supaya lebih kuat hukumnya, jika ada apa-apa dengan BCB. Kita juga sadar bahwa BCB bisa menjual, bisa jadi tujuan wisata dan kebanggaan Bukittinggi. Masukan yang baik, dan kita perlu pikirkan untuk punya Perda BCB,” katanya.

Dari fakta tersebut di atas maka wajar jika sebuah program rehabilitasi pusaka pasca bencana perlu disosialisasikan pada warga setempat. Alasannya, pemahaman tentang pentingnya pelestarian yang minim atau hampir tak ada, jikapun ada, pastinya sangat beragam.

Pengalaman sudah membuktikan, bahkan kota-kota yang sudah memiliki Perda BCB pun tak lantas bisa mempertahankan pusaka mereka. Jakarta, misalnya. Kasus yang baru-baru ini mengemuka, yaitu pembantaian tiga gedung bekas bioskop – salah satunya bahkan bioskop tertua di Bangka Belitung – di Pangkalpinang. Meski sudah ada rekomendasi dari BP3 Jambi bahwa ke-3 bangunan itu adalah BCB – bahkan sudah ada surat dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata – tetap saja pemerintah kotanya menghancurkan bangunan itu.

Ironis, memang, Pemerintah Kota Pangkalpinang, atas perintah Wali Kota Pangkalpinang Zulkarnain Karim sendirilah, pusaka Pangkalpinang dihancurkan. Itu karena Pangkalpinang belum punya Perda BCB.

Dalam Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) yang sudah melakukan kongres kedua, awal pekan lalu di Ternate, harusnya ada gerakan dan desakan dari kota-kota yang sudah memiliki Perda BCB, agar kota lain yang sudah masuk dalam JKPI segera memiliki Perda BCB dan menentukan pusaka mereka. Asal tahu saja, Pangkalpinang menjadi salah satu anggota JKPI. Lantas apa reaksi JKPI sendiri? Adakah sanksi bagi kota-kota, dengan pemerintah yang dungu,  yang masuk JKPI tapi menghilangkan pusaka kota mereka sendiri?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com