JAKARTA, KOMPAS.com — Kementerian Agama akan melakukan verifikasi arah kiblat bagi masjid-masjid di Indonesia untuk menghindari kemungkinan ketidakakuratan arah kiblat seperti yang diduga sering terjadi selama ini.
"Secara bertahap, semua masjid di Indonesia akan dilakukan verifikasi arah kiblat. Caranya dengan mengubah saf, sedangkan yang akan membangun masjid supaya berkoordinasi dengan kementerian agama setempat," ungkap Sekjen Kementerian Agama Bahrul Hayat pada pembukaan Sosialisasi Arah Kiblat Tingkat Nasional, Senin (15/3/2010).
Menurut Bahrul yang didampingi Dirjen Bimas Islam Nasaruddin Umar serta Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Rohadi Abdul Fatah, pengukuran ulang arah kiblat masjid atau mushala tidak dipungut biaya karena akan ditanggung Kementerian Agama.
Bahrul mengatakan, menurut pengamatan Kementerian Agama, arah kiblat masjid-masjid yang tersebar di tengah masyarakat masih ada perbedaan-perbedaan arah kiblat. Nilainya sekitar 20 derajat bahkan lebih.
Adapun bagi masjid atau mushala yang belum diverifikasi arah kiblatnya, dia menjelaskan bahwa jemaahnya bisa tetap shalat seperti biasa dan tidak perlu merasa galau.
Ketidakakuratan arah kiblat masjid dan mushala, menurut Bahrul, bukan sepenuhnya karena kesalahan masyarakat dan bukan juga berarti tidak bisa digunakan untuk shalat.
Ketidakakuratan menurutnya disebabkan oleh faktor keterbatasan peralatan saat itu dan teknologi yang semakin maju.
Jadi, arah kiblat yang ditetapkan oleh para ulama dan tokoh agama selama ini sudah sesuai dengan kondisi ilmu falaq dan peralatan yang ada.
"Sekarang ini kemajuan zaman dan ilmu pengetahuan serta canggihnya peralatan telah memberikan kemudahan bagi manusia untuk menentukan posisi yang tepat mengarah ke arah Ka’bah," ujar Bahrul Hayat.
Dikatakan, pada tanggal 27 atau 28 Mei pukul 16.18 WIB, dan 15 atau 16 Juli pukul 16.28 WIB, posisi matahari tepat berada di atas Ka’bah. Dengan demikian, bayang-bayang benda di permukaan bumi pada jam tersebut mengarah ke Ka’bah.
"Jika arah tersebut telah kami temukan berdasarkan hasil ilmu pengetahuan dan teknologi, maka hasil tersebut merupakan ijtihad yang wajib dipergunakan," ujarnya.
Menurut Bahrul, kompas kiblat yang tersebar di masyarakat, meski memudahkan, hasilnya kurang tepat sehingga tidak perlu digunakan lagi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.