JAKARTA, KOMPAS.com — Hidup di bui di Rumah Tahanan Wanita Kelas II A Pondok Bambu, Jakarta Timur, bagi terpidana kasus suap Artalyta Suryani alias Ayin dan Limarita alias Aling, terpidana seumur hidup kasus narkoba, tidak jauh beda dengan tinggal di sebuah hotel berbintang.
Ini terlihat dalam inspeksi mendadak, Minggu (10/1/2010) malam, yang digelar anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum seperti Mas Achmad Santosa, Denny Indrayana, dan Yunus Husein. Rombongan tiba di lokasi sekitar pukul 19.30 dan berkeliling ke sejumlah blok di dalam rutan.
Kepada anggota Satgas yang mengajak berbincang-bincang, Limarita mengakui semua perlengkapan mewah itu dia yang membeli. Namun, semua barang mewah itu kemudian diatasnamakan kepemilikannya ke unit Dharma Wanita pegawai di rutan.
Fasilitas yang dimiliki Limarita terkesan lebih luks. Dalam ”ruangan”-nya terdapat kamar khusus 3 x 3 meter persegi, dengan dinding bermotif daun dan bunga bernuansa hitam putih, yang dipadu meja kerja mewah dilengkapi sejumlah kursi bantal kecil, serta televisi layar datar 20 inci yang menempel di dinding.
Rombongan yang masuk ke dalam ruangan itu juga melihat satu unit telepon seluler Blackberry di atas meja dan mikrofon, yang menurut Limarita dipakai untuk berkaraoke.
Khusus untuk ruangan Artalyta, juga dilengkapi seperangkat perlengkapan bayi seperti keranjang bola mainan dari plastik, permainan
Artalyta mengaku mengangkat anak seorang bayi, yang setiap pagi didatangkan ke rutan dan kembali pada malam harinya. Beberapa foto bayi itu tergantung di dinding ruangan. Namun, Artalyta dan Limarita mengaku tidak tinggal di dalam ruangan mewah itu. Mereka ada di sana hanya mulai pagi hingga sore hari. Setelah itu mereka kembali ke ”kamar” sel masing-masing.
Kamar sel Artalyta di Blok Anggrek Nomor 19. Ia tinggal berdua dengan ”asisten pribadi”-nya, seorang perempuan berperawakan kecil bernama Asmiyati, yang dipidana selama dua tahun enam bulan. Asmiyati yang sepanjang sidak tampak sibuk mendampingi bosnya sempat melontarkan senyum kepada rombongan.
Ketika rombongan akan masuk rumah tahanan, petugas menghalangi. Denny, Achmad Santosa, dan Yunus Husein bisa masuk karena kebetulan pintu gerbang dibuka lebar untuk seorang pria berkendaraan roda dua.
Pria berperawakan mirip aparat keamanan itu tampak mengangkut paket lemari berukuran sedang, yang dibungkus karung goni, pesanan salah seorang penghuni rutan.
Para petugas itu merelakan rombongan masuk setelah para anggota Satgas menyatakan sudah mendapat izin dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar. Denny dengan suara keras menyatakan dirinya dan kedua rekannya adalah Satgas yang langsung mendapat mandat dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Saat anggota Satgas, Achmad Santosa dan Yunus Husein, mengajak Artalyta berbincang-bincang santai, terpidana kasus suap tersebut membenarkan dirinya masih leluasa mengatur seluruh usaha bisnisnya dari dalam rutan. Beberapa kali dia mengundang bawahannya rapat di ruangan itu.
”Saya, kan, punya banyak karyawan, Pak. Sekitar 80.000 orang karena perusahaan saya menerapkan metode plasma-inti perkebunan kelapa sawit dan perusahaan properti. Kalau tidak saya urus, bagaimana nasib mereka, masa mau di-PHK semua?” ujar Artalyta.
Suasana sangat berbeda tampak ketika rombongan berkeliling ke lima blok sel-sel tahanan. Luas sel-sel di kelima blok itu beragam. Ada yang berukuran sekitar 3 x 3 meter persegi dan ada pula ruangan besar, lebih kurang seluas ruangan Artalyta dan Limarita.
Bedanya, ruangan sel berbagai ukuran itu tidak ada kemewahan. Sel ukuran kecil bisa diisi tiga hingga lima orang, sementara ruangan sel besar bahkan diisi 20-30 orang, yang tinggal berdesak-desakan.
Saat sidak, total narapidana dan tahanan yang terdata mencapai 1.172 orang. Daya tampung rumah tahanan itu maksimal hanya mencapai 500 orang.
Kepada
Ditanya apakah mereka pernah masuk dan beraktivitas di ruangan bimbingan kerja itu, mereka menggelengkan kepala.
Malah salah seorang dari mereka tampak hanya melongo dengan wajah sedikit masygul ketika kepada mereka diceritakan terdapat fasilitas ruang karaoke pribadi di ruang bimbingan kerja itu, yang disulap menjadi ruangan berfasilitas mewah ala
Berapa ”tarif” yang harus dibayar seorang narapidana untuk bisa menikmati semua fasilitas mewah itu?
Baik Artalyta, Limarita, para petugas rutan, maupun Kepala Rutan Sarju Wibowo tutup mulut. Kepada wartawan, Sarju hanya bilang belum setahun bertugas di situ.
(WISNU DEWABRATA)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.