Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menghargai Gus Dur, Teruskan Semangatnya

Kompas.com - 07/01/2010, 19:07 WIB

MAGELANG, KOMPAS.com - Menghargai KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tidak perlu dengan repot-repot memberikan gelar pahlawan Nasional. Penghargaan dan penghormatan yang sesungguhnya adalah cukup meneruskan semangat dan perjuangan Gus Dur dengan berani berkata jujur sekalipun menyakitkan, melindungi kaum minoritas, dan menerima, toleran menyikapi segala perbedaan.

Demikian disampaikan oleh KH Yusuf Chudlori atau yang akrab disapa Gus Yusuf, pengasuh Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo, dalam acara tahlilan tujuh hari meninggalnya Gus Dur di halaman Kantor Radio Fast FM di Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang, Rabu (6/1/2010) malam. Menurut Gus Yusuf, kata-kata tersebut adalah pesan yang diungkapkan keluarga Gus Dur kepada dirinya, saat berkunjung ke Jombang, beberapa hari lalu.

"Keluarga Gus Dur mulai merasa risih ketika gelar pahlawan Nasional itu dipolemikkan, dan bahkan belakangan menjadi dipolitisir," ujarnya, di hadapan santri dan ratusan massa dari berbagai agama dan etnis, kemarin malam.

Gus Dur, menurut Gus Yusuf, memiliki kedekatan dengan Ponpes API Tegalrejo karena pernah menjadi santri dan belajar agama di sana di bawah bimbingan ayah Gus Yusuf, KH Chudlori, selama tahun 1957-1959. Sebagai orang yang mengenal secara pribadi, Gus Yusuf mengatakan, Gus Dur memiliki karakter kuat sebagai seorang nasionalis sejati, yang juga pantas untuk diteladani.

"Gus Dur lama belajar di Timur Tengah, tapi dia tidak pulang dengan memelihara jenggot. Gus Dur belajar di berbagai negara di Eropa dan Amerika, namun dia tidak pulang dengan pemikiran sok kebarat-baratan, dengan gaya rambut dicat atau memakai anting," ujarnya.

Tedy Hartanto dari Komunitas Sinar Kasih Tao, kelompok pemeluk Taoisme, mengatakan, sekalipun banyak orang meributkan gelar pahlawan, Gus Dur saat ini telah dianggap menjadi seperti nabi atau dewa bagi etnis Tionghoa.

"Berkat Gus Dur, kami dapat bebas berekspresi, berkarya dalam berbagai bidang, baik dalam perdagangan, di lembaga pemerintaha, maupun di parlemen. Gus Dur telah melakukan hal besar bagi kami, yang selama ini tidak pernah dilakukan oleh tokoh-tokoh lain," ujarnya.

Oleh karena itu, Tedy mengatakan, dia dan etnis Tionghoa lainnya yang tergabung dalam Komunitas Sinar Kasih Tao, berjanji tidak akan menyia-nyiakan perjuangan Gus Dur.

"Kami tidak akan berperilaku ekslusif, dan berusaha terus berkarya atas nama bangsa Indonesia, tidak lagi semata-mata demi etnis Tionghoa saja," ujarnya.

Sutanto Mendut, tokoh budayawan Magelang, menilai Gus Dur sejatinya adalah sosok manusia biasa, yang dalam kesehariannya melakukan hal-hal yang sangat manusiawi.

"Jangan-jangan, kita mencap Gus Dur sebagai tokoh kontroversial karena justru kita adalah manusia yang aneh, yang tidak bisa melakukan hal-hal normal seperti beliau. Semestinya, sosok beliau menjadi refleksi mendalam bagi kepribadian kita," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com