Bila Nanti Engkau Memanggilku Pulang
di tengah samudera ketika badai bernyanyi dan menderu.
tangan siapa yang akan meraihmu? telinga siapa yang akan mendengar pengharapan yang memelas?
dan akhirnya KAU menunjukkan kuasamu juga; bahwasanya tak ada yang bisa keluar dari kehendak dan ketentuan-Mu.
Bila akhirnya takdir-Mu aku karam dalam samudera, itu pasti adalah kehendak-Mu, maka izinkanlah aku di tangan-Mu dalam wajah yang semestinya, tanpa rahasia, tanpa kebohongan, tanpa permainan, yang adil melihat ketulusan, yang tahu dan Maha Mengetahui sebenarnya, yang mencintai kesabaran dari orang-orang yang terus bersabar menunggu...
bila ENGKAU tetap akan memanggil-Ku izinkan aku tidur di pangkuan-Mu sejenak dan setelahnya aku ikhlas terlempar ke neraka-Mu
dan bila ENGKAU mendapati ku tersungkur di beranda-Mu karena kini aku pasrah, sebab di tempat-Mu lah tempat ratapan akan didengar dan dengan rasa tak malu aku kan meminta-Mu "sekali ini berpihak lah padaku"
dan bila aku pulang titipkan di hatiku keyakinan dari-MU bahwa ENGKAU Maha Baik dan segala keputusan-MU adalah baik bagi ku
2009
Semestinya Kukirim Kado Kata Bulan Ini
- (kau tahu, semestinya kukirim kado kata bulan ini)
beberapa malam aku habiskan hanya untuk mengumpulkan
sisa kepercayaan pada kata.
aku tak sangsi pada kepercayaan kata
aku hanya tak bisa kau mencibirnya
sesuatu yang paling berharga dan bermartabat
bila yang lalu, aku membingkai kata sebagai kado
didalamnya sesungguhnya telah kusisipkan ketulusan
masihkah itu bisa menggetarkanmu
atau kubuat saja dan tak peduli pada imaji yang tercipta dibenakmu
hanya kata sebagai kado
tak berarti tak bisa kuberikan
baju, parfum, bunga, coklat atau nonoton di twenty one
hanya menurutku puisiku adalah jiwa yang immanen
tak bermartabat bila direduksi seharga parfum, baju, coklat dan sebagainya
tiga malam ini mesti kulanjutkan,
dengan membenamkan kata ditenggorokan
semestinya kubungkus kado
memang tak sebagus kado yang akan kau terima dari yang lainnya
telah banyak yang kukatakan tapi jauh lebih banyak yang kau pungut
sekali ini aku menitip pelangi yang berbeda
tak selalu ungu, nilam dan lainnya
hanya pelangi, selepas hujan
2009
Notes Tak Penting
pada malam yang teduh, aku tahu kau mencuri aroma
tapi tak usah kau bilang dan pulanglah bersama sisa ketenangan
aku tak berharap lebih dari sekedar aksara dan segaris senyum
tak lekang diingatan dan mengekal pada seturutan jalan dan lampu-lampu yang benderang
bila kau lelap nanti, buatkan aku dunia kecil tak seberapa luas namun disitu aku dan kau tak lagi cemas
agar disitu kita kembali bercerita tentang sebuah buku cerpen eka kurniawan
"cinta tak ada mati"
Mata mu Yang Gerimis Selalu Menyimpan Rindu Yang Sama
matamu yang gerimis selalu menyimpan rindu yang sama...
mungkin itu sebab, mengapa aku begitu betah memandangnya.
tetapi gerimis selalu membuat luka jadi basah.
luka dan rindu yang ingin kurangkai sebagai pelang
Irwan AR.
Belajar menulis fiksi pada kelompok penulis karampauang (KPK) Makassar, belajar tetaer pada Sanggar Merah Putih Makassar dan belajar bikin buku pada lembaga penerbitan 'kecil' Tomanurung. Lahir dan besar di Makassar 2 Februari. Sekarang bekerja sebagai penulis lepas.
alamat web: www.irwanar-rumahrindu.blogspot.com