Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pulau Alor: Arus Kutub, Tarian Paus, dan Gendang Perunggu

Kompas.com - 28/11/2009, 03:24 WIB

Thomas Schreiber, pria Jerman, membuka Alor Dive yang menjajakan alam bawah laut Alor. ”Saya sudah empat tahun tinggal di sini,” ujar Schreiber yang mematok tarif 90 euro untuk satu hari perjalanan dengan dua kali penyelaman.

Selain taman laut, terdapat pula dua titik bangkai kapal perang Jepang era Perang Dunia II (shipwreck). Namun, sebagian besar bangkai kapal, ucap Schreiber, sudah dipereteli masyarakat. Demi menjual pesona laut Alor, tahun 2010 diadakan ajang lomba memancing internasional, lomba mencari titik penyelaman baru, dan menanam terumbu karang baru.

Perlahan tetapi pasti, nama Alor dalam dunia bahari internasional mulai dikenal. Setidaknya dalam ajang Sail Indonesia, para pelaut asing sudah singgah di Kalabahi yang memiliki pelabuhan alami tenang untuk bersandar. Adat istiadat perkawinan Pulau Alor mewajibkan mempelai pria menyediakan mahar berupa gendang perunggu yang disebut moko. Berbeda dengan mahar di Kabupaten Sikka, Pulau Flores, yang mewajibkan calon mempelai pria menyediakan gading gajah, moko menjadi harga mati bagi perkawinan adat di Alor. ”Ayah saya harus menyediakan 15 moko untuk menyunting ibu saya,” kata Dorsila Pulinggomang, Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Alor yang asli kelahiran Pantar.

Harga moko mencapai belasan hingga puluhan juta rupiah bergantung pada jenis dan usia moko. ”Kalau menikah di Alor, wajib disediakan moko. Suami saya yang berasal dari Kupang bisa bebas dari kewajiban karena kami menikah di Kupang dan diberkati secara gerejawi. Namun, biaya pengganti senilai moko disediakan,” ujar Since Retebana, perempuan asli Alor.

Alor memang menjadi gudang moko di Tanah Air. Museum Alor menyimpan setidaknya 36 moko yang dipajang di ruang pamer. Sebagian moko itu, ujar Dorsila Pulinggomang, merupakan pemberian mantan Bupati Alor Ans Takalapeta yang menebus moko dari Pegadaian setempat.

Saking pentingnya makna moko, pegadaian mau menerima gadai benda antik tersebut dari tangan masyarakat. Praktis, moko dijadikan tabungan masyarakat yang dapat diuangkan sewaktu-waktu. Masyarakat Muslim dan Kristiani Alor menjadikan moko sebagai warisan bersama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com