Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uji DNA Noordin Sudah Terbukti

Kompas.com - 19/09/2009, 05:03 WIB
 
JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri mengungkapkan, hasil uji DNA kembali mengonfirmasi identifikasi Noordin M Top yang sebelumnya berdasar pada kesamaan sidik jari.

Hasil pengujian DNA itu disampaikan Kepala Polri seusai bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Jakarta, Jumat (18/9).

Berdasarkan hasil pengujian DNA dan identifikasi sidik jari tersebut, Kepala Polri menegaskan tak ada lagi keraguan bahwa pelaku teror yang terbunuh di Solo, Jawa Tengah, Kamis lalu, adalah Noordin.

Meskipun pengujian DNA sudah selesai, Kepala Polri mengatakan, jenazah Noordin tak akan segera diberikan kepada keluarganya untuk dipulangkan ke Malaysia. Hal itu karena masih ada pengembangan yang perlu dilakukan Polri.

”Tidak bisa keluarga mengambil sekarang. Kami sudah berkoordinasi dengan duta besar dan Departemen Luar Negeri. Masih ada beberapa hal yang akan kami dalami dari dokumen dan lain-lain,” ujarnya.

Menurut Kepala Polri, terdapat informasi penting dalam dokumen-dokumen yang ditemukan bersama dilumpuhkannya Noordin. ”Ada sesuatu yang prinsipiil, saya tidak akan berikan dulu. Ada dokumen-dokumen yang saya dapat yang tentu akan kami lihat mengenai pengembangan ada link-link lain, di wilayah lain. Itu yang penting,” katanya.

Surat wasiat

Sementara itu, tim satuan tugas antiteror Polri menemukan tiga surat wasiat asli dari tiga terpidana mati bom Bali 2002 di dalam tas ransel laptop milik Noordin. Meskipun buronan itu telah tewas, polisi tetap melanjutkan operasi perburuan anggota jaringan Noordin pascapenyergapan di Solo. Polisi meyakini masih banyak anggota jaringannya yang akan melanjutkan agenda Noordin di Indonesia.

Indikasi bahwa ancaman teror belum akan berhenti sekalipun Noordin mati adalah ditemukannya surat wasiat di dalam tas ransel laptop berwarna hitam milik Noordin. Ransel itu tergantung di punggung Noordin saat ia ditemukan tewas di kamar mandi di rumah kontrakan Susilo di Kampung Kepuhsari, Kelurahan Mojosongo, Solo. Ketiga surat wasiat itu ditulis Muklas, Imam Samudra, dan Amrozi sebelum dieksekusi mati pada 2008.

Isi surat wasiat secara garis besar berisi pesan kepada pengikutnya untuk melanjutkan agenda teror yang menurut mereka merupakan bentuk perjuangan. Polisi sejauh ini tengah menyelidiki bagaimana ketiga surat tersebut bisa sampai di tangan Noordin. Noordin sendiri diperkirakan telah berada di Solo sekitar satu bulan. Dalam penyergapan di rumah itu, Noordin merupakan sasaran yang tewas pertama kali, yaitu Kamis sekitar pukul 02.30. Sasaran lain yang tewas adalah Susilo, Bagus Budi Pranoto alias Urwah, dan Ario Sudarso (perakit bom).

Dari sejumlah tempat pelarian Noordin selama ini (sejak 2002), Solo ternyata merupakan lokasi persembunyian yang paling sering disinggahi Noordin. Hal itu berdasarkan pengakuan para pengikut Noordin yang diperiksa polisi. Tim satuan tugas antiteror Polri juga setidaknya sudah tiga kali mencium jejak Noordin di Solo, yakni tahun 2004, 2005, dan 2009. Namun, selama ini Noordin selalu berhasil lolos.

Sementara itu, penyergapan oleh polisi di rumah Susilo mengundang tanggapan dari Pondok Pesantren Al-Kahfi, Surakarta, tempat dia bekerja. Kepada pers, Kamis petang, Ketua Yayasan Al-Kahfi Surakarta yang membawahi Pondok Pesantren Al-Kahfi, Sunoto Akhmad, mengakui Susilo adalah salah satu pengasuh ponpes.

”Saya benar-benar kaget ketika dikabari ada tembak-menembak di rumah Susilo. Kami tidak mengerti apa yang terjadi di sana,” ujar Sunoto yang didampingi Bhudi Kuswanto dari Tim Pengacara Muslim.

Dalam keterangan pers yang dibagikan kepada wartawan disebutkan, Susilo masuk ponpes tersebut tahun 2002 dan diterima di madrasah aliyah ponpes itu. Ia lulus tahun 2005. Setelah itu, Susilo mengabdi di ponpes dengan menjadi pengasuh anak- anak dan juga ustaz. Sejak tahun 2008 hingga kini ia ditugaskan mengelola ternak sapi milik ponpes tersebut.

Bhudi Kuswanto juga menyatakan, penjelasan ponpes itu untuk meluruskan pemberitaan beberapa media, yang dinilai merugikan ponpes karena mengaitkan ponpes tersebut dengan teroris. (day/sf/son)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com