Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPPU Minta "Fuel Surcharge" Dihapus

Kompas.com - 17/09/2009, 15:05 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pengawas Persaingan Usaha kembali meminta pemberlakuan fuel surcharge sebagai komponen tarif maskapai penerbangan dihapuskan. "Fuel surcharge ini sebaiknya dihapuskan karena diduga terjadi kartel dan merugikan konsumen," tutur Kepala Biro Humas KPPU Ahmad Junaidi, di kantornya, Jakarta, Kamis (17/9).

Menurutnya, biaya fuel surcharge justru membebani konsumen dan bertentangan dengan UU No 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha. Dengan tambahan fuel surcharge maka konsumen harus membayar tarif penerbangan menjadi terdiri dari fare basic, fuel surcharge, Iuran Wajib Jasa Rahardja (IWJR), dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Padahal, seharusnya fuel surcharge dapat dihapuskan dalam komponen tarif tersebut jika pemerintah menata kembali kebijakan tarif yang berlaku saat ini.

Besaran fuel surcharge setiap maskapai berlainan tergantung dari volume avtur yang digunakan dan kapasitas penumpang yang dimiliki. Biaya tambahan ini diterapkan untuk menutup biaya yang muncul sebagai akibat kenaikan harga avtur yang signifikan. Semula, INACA menetapkan besaran fuel surcharge tersebut, tetapi seiring berjalannya waktu penetapan besarannya diserahkan pada maskapai penerbangan. Akibatnya, penetapan harga avtur saat ini dilakukan melalui mekanisme pasar.

Berdasarkan pantauan KPPU, harga fuel surcharge terus mengalami kenaikan dengan presentase kenaikan yang tidak sebanding dengan presentase kenaikan harga avtur. Pemerintah kemudian menetapkan formula perhitungan besaran fuel surcharge. "Sewaktu pemerintah menetapkan batas atas biaya penerbangan dengan basis perhitungan pada harga avtur Rp 2.700 per liter, marjinnya (fuel surcharge) ditanggungkan ke penumpang," terangnya.

Menurutnya, penghitungan tersebut tidak relevan lagi dan seharusnya pemerintah menggunakan basis penghitungan harga avtur aktual. Namun, tambahnya, saat ini marjin masih tetap tinggi. Padahal, seharusnya marjin sudah mulai mengecil karena tren harga avtur yang semakin menurun. "Akhirnya dikompensasikan ke biaya-biaya lain," cetusnya.

Dengan besaran fuel surcharge yang masih cukup tinggi sementara harga avtur turun maka terjadi indikasi fuel surcharge berubah menjadi biaya tetap (fixed cost) dan bukan elemen penentu instrumen persaingan. "Kemudian muncul indikasi lain bahwa fuel surcharge selain menutup biaya yang muncul akibat kenaikan harga avtur, juga menutup biaya lain yang meningkat dan kemungkinan meningkatkan pendapatan maskapai melalui eksploitasi konsumen," kata Junaidi.

Selain merugikan konsumen, dia menambahkan, besaran fuel surcharge yang cenderung terus naik juga merugikan agen perjalanan penjual tiket. "Besaran fuel surcharge yang tinggi banyak mengurangi komisi yang seharusnya menjadi haknya," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com