Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPI: Tontonan di Ruang Publik Makin Tak Terkontrol

Kompas.com - 16/09/2009, 19:56 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com  - Tontonan di ruang publik sekarang ini sepertinya tidak ada lagi kontrol. Tontonan orang dewasa dan anak-anak kadang bercampur baur. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mestinya bisa lebih agresif melakukan kontrol .

Kalau KPI tidak memiliki kekuatan yang cukup, mungkin KPI perlu mengajak organ masyarakat lainnya untuk melakukan kontrol atau tekanan secara konstruktif terhadap stasiun televisi yang menayangkan program yang tidak lagi mendidik.

Budayawan Edy Utama mengemukakan hal itu menjawab Kompas tentang seringnya stasiun televisi dapat teguran, dan sanksi yang selama ini diberikan tidak membuat efek jera. Kesan yang muncul dari siaran-siaran televisi swasta selama ini, mereka lebih banyak mempertimbangkan aspek hiburan dan keuntungan material semata.

"Meskipun, tidak semuanya begitu, namun ada stasiun televisi tertentu yang justru sudah tidak lagi memikirkan aspek edukatifnya. Bahkan beberapa tayangan malam sudah mulai menyerempet-nyerempet pornografi. Ini sangat disesalkan," katanya, Rabu (16/9) .

Secara terpisah di Jakarta, Komisi Penyiaran I ndonesia Pusat melaporkan ada empat sinetron bermasalah yang ditayangkan pada bulan Juli 2009. Keempat sinetron tersebut dinilai telah melanggar UU Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS).

"Dari 34 program dengan 541 episode yang dicermati penayangannya pada bulan Juli 2009, ditemukan dua stasiun TV yang melanggar Undang-undang Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran, yaitu SCTV dan RCTI," kata Koordinator Bidang Isi Siaran KPI Pusat, Yazirwan Uyun.

Empat sinetron bermasalah yang mendapatkan teguran tersebut adalah Buku Harian Menuju Surga, episode Menikahi Pacar yang Hamil yang tayang di TPI mendapat teguran pertama karena menampilkan adegan seks di kamar tidur.

Cerita Pagi yang ditayangkan TPI mendapat teguran pertama karena menampilkan anak yang melakukan kekerasan fisik dan verbal kepada orangtua. Kumpulan Kisah Hikmah Hijrah , episode Ilmu Macan Ustad Kamal yang juga ditayangkan TPI mendapat teguran pertama karena menampilkan kekerasan fisik dan verbal serta adegan seks. Sedangkan Legenda Anak yang juga tayang di TPI mendapat teguran pertama karena isi tayangan ini tidak memenuhi kriteria untuk anak antara lain memuat kekerasan.

Untuk SCTV, telah diberikan sanksi sebelumnya yaitu Program House of Demian .

Yazirwan Uyun menjelaskan, selain memberikan teguran, KPI Pusat juga memberikan himbauan untuk program kartun Naruto (Indosiar) dan Tom and Jerry (Trans 7) . Kedua program tersebut memuat kekerasan yang tidak layak ditonton anak-anak. "Untuk melindungi kepentingan anak-anak, kami minta kedua stasiun tersebut berhati-hati dalam menampilkan program di atas," katanya.

Semua keputusan ini diambil melalui Rapat Pleno KPI Pusat pada tanggal 8 September 2009, setelah mendapatkan masukan dan pertimbangan dari tim panelis. 

 

Perkuat KPI

Edy Utama yang mantan Ketua Umum Dewan Kesenian Sumatera Barat itu berpendapat, Indonesia tetap harus mempertahankan kebebasan pers yang ada selama ini, namun itu bukan berarti bebas pula menyiarkan program yang merusak moral bangsa.

"Kita tidak mungkin menghidupkan kembali Badan Sensor Film seperti di zaman Orde Baru, yang lebih banyak menjadi alat politik penguasa. Tetapi kita perlu mencari suatu mekanisme kontrol siaran yang efektif. Mungkin Pemerintah perlu memperkuat KPI, sehingga bisa berfungsi secara baik. Akan lebih baik, jika masing-masing stasiun televisi swasta memiliki semacam self control, sehingga akan terlihat lebih bertanggungjawab. Jangan pancing pihak penguasa untuk memberlakukan kembali sensor yang pernah terjadi di zaman orde baru,"  tandasnya.

Menurut Edy, negara kita penuh dengan ironi. Malaysia yang belakangan ini kita caci-maki karena mencuri karya budaya bangsa kita, justru bisa membuat tayangan yang bersifat edukatif dan menarik untuk ditonton semua kalangan di televisi, seperti serial Upin & Ipin . "Sementara sinetron dan film-film kita yang bermutu sangat langka dapat ditonton di televisi kita. Industri media elektronik kita, termasuk para produsernya, lebih banyak memikirkan keuntungan material, sementara pemerintah kita sepertinya tidak berbuat apa," katanya.

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com