JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengundang dua mantan Panglima TNI untuk ikut membahas dan memberi masukan terhadap draf Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas), yang beberapa waktu sebelumnya sempat memunculkan kontroversi dan kemudian diserahkan ke Lembaga Ketahanan Nasional untuk dikaji ulang.
Selain dua mantan Panglima TNI, Jendral (Purn) Endriartono Sutarto dan Marsekal (Purn) Djoko Suyanto, Juwono juga mengundang Gubernur Lemhannas Muladi ke Departemen Pertahanan, Jakarta.
Pertemuan berlangsung tertutup sekitar dua jam. Hal itu dibenarkan Juwono, Rabu (5/8), seusai memberi pidato pembukaan dalam sebuah seminar dan peluncuran buku Indonesia Beyond The Water's Edge, yang digelar CSIS dan Australian National University.
"Pertemuan itu nantinya memang ingin membahas penuntasan RUU Kamnas, yang akan mengatur soal 'k' (kecil) dalam konterks kamtibmas dan penegakan hukum seperti tugas Polri dengan 'K' (besar) terkait keutuhan dan kedaulatan wilayah seperti terkait tugas TNI," ujar Juwono.
Menurut Juwono, pihaknya akan merapikan draf RUU Kamnas yang telah ditinjau ulang oleh Lemhannas dengan mencari masukan sebanyak mungkin dari kalangan profesional, TNI, dan Polri.
Lebih lanjut kepada wartawan seusai pertemuan di Dephan, Gubernur Lemhannas Muladi menegaskan, RUU Kamnas yang sekarang telah disusun melalui proses panjang termasuk mencari masukan dari banyak pihak.
Hal itu berarti RUU Kamnas telah menampung pula berbagai aspirasi, baik dari infrastruktur, maupun suprastruktur yang ada, para pakar, termasuk pula aspirasi global. Kendala yang muncul sebelumnya dinilai Muladi sekarang sudah mulai cair, terutama antara TNI dan Polri. Posisi TNI dan Polri akan tetap seperti sekarang secara struktur.
"Sesuai konstitusi saja. Kita coba lihat peranan dan fungsi masing-masing serta spektrum ancamannya sekaligus soal capacity building dari keduanya. Tidak perlu lagi dimasalahkan di mana posisi Polri dan di mana posisi TNI," ujar Muladi.
Selain itu menurut Muladi, pihaknya juga mengusulkan perlunya dibentuk semacam dewan yang akan menjembatani di antara kedua institusi, TNI dan Polri, dalam melaksanakan peran pertahanan dan keamanan dari masing-masing. Jembatan itu adalah Dewan Keamanan Nasional, yang berfungsi memberi bantuan dalam kondisi tertentu.
Tidak hanya itu, peran Dewan Keamanan Nasional juga sangat dibutuhkan sebagai penentu kondisi atau keadaan bahaya yang nyata-nyata (clear and present danger).
Dewan itu juga yang nantinya menentukan di mana dan kapan TNI akan berperan, misalnya dalam konteks isu-isu keamanan. Keberadaan Dewan Keamanan Nasional itu akan diisi presiden dan wakil presiden serta para menterinya yang terkait, mulai dari menteri keuangan, menteri dalam negeri, menteri pertahanan, panglima TNI, kapolri, kepala Badan Intelijen Negara, dan mungkin juga terdapat perwakilan masyarakat sipil.
Lebih lanjut, baik Juwono maupun Muladi, sama-sama membenarkan, perkiraan mereka, RUU Kamnas tersebut baru bisa diajukan pada masa pemerintahan dan masa kerja DPR di periode mendatang (2009-2014).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.