Jakarta, Kompas -
Usul pengenaan pajak itu tertuang dalam surat Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia (IAK) Nomor 982/2009 kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri yang diterima Kompas, Kamis (30/7).
Molasses
Dalam suratnya Dirjen IAK Benny Wahyudi menyebutkan skenario pertama pajak ekspor dikenakan secara progresif. Bila harga tetes tebu lebih besar atau sama dengan 80 dollar AS per ton, pajak ekspor yang ada sebesar 0 persen.
Pengenaan pajak ekspor progresif berkelipatan 5 persen dengan nilai tertinggi 35 persen. Adapun penghitungan harga tetes tebu sebagai acuan penetapan pajak ekspor progresif berkelipatan 10 dollar AS, dengan batasan tertinggi harga di pasar dunia lebih besar atau sama dengan 140 dollar AS per ton sampai dengan 150 dollar AS.
Adapun skenario kedua pajak ekspor tetes tebu ditetapkan dalam bentuk persentase tertentu, yakni 22,19 persen. Penetapan persentase pajak ekspor tetes tebu dihitung berdasarkan selisih harga dalam negeri dengan harga di pasar internasional, lalu dikalikan 100 persen. Sebagai gambaran, harga tetes tebu dalam negeri Mei 2009 sebesar 98,2 dollar AS per ton, adapun harga internasional 120 dollar AS.
Menanggapi usul itu, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia Arum Sabil mengatakan, pengenaan pajak ekspor tetes tebu akan membebani petani. Apalagi, salah satu alasan pengenaan PE untuk menolong industri MSG dan etanol yang kesulitan bahan baku molasses di pasar dunia. Industri MSG dan etanol sendiri milik asing.