Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terorisme, Atasi dengan Pancasila

Kompas.com - 30/07/2009, 19:54 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono mengingatkan, terorisme muncul akibat benturan global antara dua ideologi besar saat ini, liberalisme demokrasi dan fundamentalisme agama. Alih-alih memunculkan proses dialektika, keduanya malah justru berupaya saling memerangi dan menghancurkan.

Sementara pelaku teror (teroris), menurut Hendropriyono, sangat mudah ditandai sebagai orang yang memiliki kepribadian yang terbelah (split personality) dan juga kegalatan kategori (category mistake) sehingga menganggap apa yang dilakukan sebagai kebenaran.

Pernyataan itu disampaikan Hendropriyono dalam sebuah perbincangan dan wawancara dengan Kompas, Kamis (30/7), saat ditemui di salah satu hotel di bilangan Jakarta Pusat.

Dia menambahkan, bentuk kepribadian yang terbelah bisa mudah dikenali. Bahasa yang digunakan dalam terorisme terbelah dalam dua tata permainan bahasa, mengancam dan mendoakan. Dalam konteks ini, terorisme jadi tidak membedakan antara mantan Presiden Amerika Serikat George W Bush dan pemimpin Al Qaeda Osama Bin Laden. "Keduanya menurut saya sama-sama teroris," ujar Hendropriyono.

Bagaimana tidak, dalam menjalankan aksi terornya, Al Qaeda juga melancarkan ancaman untuk membunuh orang-orang yang menurut mereka pantas dibunuh dan di sisi lain mereka mengklaim dan mendoakan perbuatan tersebut sebagai direstui Tuhan.

Hal senada juga dilakukan George W Bush, yang tidak hanya mengutuk tetapi juga memerangi orang atau kelompok yang mereka anggap sebagai teroris, dengan menggunakan serangan bersenjata, seperti di Afganistan dan Pakistan, negara-negara yang dicurigai menjadi basis Al Qaeda.

Dalam melancarkan aksi serangan bersenjatanya pun, pihak AS, dalam pernyataan Bush, mendoakan serta meyakini apa yang dilakukan direstui oleh Tuhan. Dalam konteks itu lah, menurut Hendropriyono, antara Bush dan Laden, sama-sama teroris.

Setelah komunisme jatuh, seluruh dunia sekarang gandrung akan demokrasi. Sayangnya, proses demokrasi oleh negara besar seperti AS dilakukan dengan tidak etis dengan melupakan komitmen damai. Dalam konteks itulah muncul kemudian fundamentalisme agama, yang digunakan untuk kepentingan politik, ujar Hendropriyono.

Lebih lanjut dalam kesempatan itu, Hendropriyono mengingatkan agar bangsa Indonesia tidak terjebak dalam perbenturan kedua ideologi tadi. Baik liberalisme demokrasi maupun fundamentalisme agama diyakini tidak akan pernah menemui titik temu.

Agar Indonesia tidak ikut terjebak dalam peperangan kedua ideologi tadi, Hendropriyono mengingatkan satu-satunya cara adalah dengan memperkuat kembali dan merevitalisasi ideologi serta filosofi pemersatu bangsa, Pancasila. Dengan begitu Pancasila bisa menjadi filter terhadap nilai dan filosofi yang tidak sesuai dengan kultur serta identitas bangsa Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com