Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Divonis 4 Tahun Penjara, Danny Setiawan Terima

Kompas.com - 30/06/2009, 18:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Gubernur Jawa Barat, Danny Setiawan, divonis empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidair enam bulan penjara. Vonis yang sama juga dijatuhkan kepada dua mantan pejabat Pemprov Jabar lainnya, Wahyu Kurnia dan Ijuddin Budyana.

"Menyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi bersama-sama seperti diancam Pasal 2 ayat 1 UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," ujar Ketua Majelis Hakim Moefri membacakan vonis ketiga terpidana di Pengadilan Tipikor, Selasa (30/6).

Majelis Hakim juga mewajibkan ketiganya membayar uang pengganti kerugian negara, yaitu Danny Setiawan sebesar Rp 2,8 miliar, Wahyu Kurnia Rp 1,3 miliar, dan Ijuddin Budyana Rp 385 juta.

Hakim anggota Anwar mengatakan ketiganya terbukti bersalah melakukan penunjukan dan pemilihan langsung terhadap tiga perusahaan sebagai rekanan pengadaan mobil pemadam kebakaran dan alat berat di Pemprov Jabar.

Perusahaan itu adalah PT Istana Sarana Raya, PT Traktor Nusantara, dan PT Setia Jaya Mobilindo. "Ini melanggar Pasal 3 Keppres No 80 tahun 2003, tidak memenuhi prinsip pengadaan barang dan jasa, yaitu prinsip bersaing atau terbuka (tender), dan prisip adil," ujar Anwar.

Selain itu, akibat penunjukan langsung tersebut, ditambahkan Anwar, ketiga terdakwa telah memperkaya diri sendiri, orang lain, dan perusahaan, yaitu ketiga rekanan sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 72 miliar.

Anwar menjelaskan, Danny Setiawan dalam proyek pengadaan itu menerima Rp 2,5 miliar, yaitu sebesar Rp 1,5 miliar dari Yusuf Setiawan, Direktur PT Setia Jaya Mobilindo; dan Rp 1 miliar dari Hengky Samuel Daud, Direktur PT Istana Sarana Raya.

Terpidana Wahyu Kurnia yang waktu itu menjabat Kepala Biro perlengkapan menerima Rp 1,5 miliar dari Susilo Dwi Pantoro, pegawai PT Setia Jaya Mobilindo; dan Rp 100 juga dari Hengky Samuel Daud.

Terpidana Ijuddin Budyana, mantan Kabiro Pengendalian Program, menerima Rp 375 juta dari Didi Santoso, pegawai PT Setia Jaya Mobilindo; dan Rp 10 juta dari Henky Samuel Daud.

"Sudah ada niatan dan kehendak batin dari para terdakwa untuk memberikan pekerjaan kepada ketiga perusahaan secara melawan hukum (penunjukan langsung)," ujar anggota Hakim I Made Hendra. Sebaliknya, lanjut Made Hendra, para terdakwa menerima sejumlah uang dari para rekanan.

I Made Hendra menambahkan, terdakwa kedua dan ketiga sebagai bawahan seharusnya mengingatkan atasannya ketika yang diperintahkan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

"Namun, itu tidak dilakukan terdakwa II dan III, malah menerima sejumlah uang," pungkasnya.

Dalam persidangan itu, Hakim Anggota, Sofialdi, menyatakan pendapat yang berbeda. Menurutnya, pasal yang tepat didakwakan pada ketiga terdakwa, pasal 3, yaitu dakwaan subsider. Karena kewenangannya berbeda maka peran ketiganya juga berbeda.

Hal-hal yang memberatkan ketiga terpidana, dijelaskan Ketua Majelis Hakim, Moefri, karena ketiganya dinilai tidak mendukung upaya pemerintah memberantas korupsi. Adapun hal-hal yang meringankan yaitu ketiganya dinilai bersikap kooperatif, belum pernah dihukum, dan menyesali perbuatannya.

Menanggapi vonisnya, masih dalam sidang, hanya Danny yang menyatakan menerima vonis empat tahun itu. "Saya divonis minimal (dari ancaman pasal dakwaan), jadi saya menerima," ujarnya seusai sidang. Adapun dua terdakwa lainnya menyatakan akan pikir-pikir dulu.

Hal senada juga disampaikan Tim Penuntut Umum yang diketuai KMS Roni, "Kami pikir-pikir dulu Yang Mulia," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Puan Bicara Peluang PDI-P Usung Kader Sendiri di Pilkada Jakarta, Sebut Banyak yang Menonjol

Puan Bicara Peluang PDI-P Usung Kader Sendiri di Pilkada Jakarta, Sebut Banyak yang Menonjol

Nasional
Wasekjen PKB Ingatkan Duet Anies-Sohibul di Jakarta Berisiko 'Deadlock'

Wasekjen PKB Ingatkan Duet Anies-Sohibul di Jakarta Berisiko "Deadlock"

Nasional
Soroti Minimnya Kamar di RSUD Mas Amsyar, Jokowi: Hanya 53, Seharusnya Bisa di Atas 100

Soroti Minimnya Kamar di RSUD Mas Amsyar, Jokowi: Hanya 53, Seharusnya Bisa di Atas 100

Nasional
PKB Belum Tentu Dukung Anies Usai PKS Umumkan Duet dengan Sohibul Iman

PKB Belum Tentu Dukung Anies Usai PKS Umumkan Duet dengan Sohibul Iman

Nasional
Mantan Kabareskrim: Saya Tidak Yakin Judi Online Akan Terberantas

Mantan Kabareskrim: Saya Tidak Yakin Judi Online Akan Terberantas

Nasional
PPATK Ungkap Perputaran Uang Judi 'Online' Anggota Legislatif Capai Ratusan Miliar

PPATK Ungkap Perputaran Uang Judi "Online" Anggota Legislatif Capai Ratusan Miliar

Nasional
KIM Siapkan Pesaing Anies pada Pilkada Jakarta, Ridwan Kamil dan Kaesang Masuk Nominasi

KIM Siapkan Pesaing Anies pada Pilkada Jakarta, Ridwan Kamil dan Kaesang Masuk Nominasi

Nasional
KPK Ungkap Awal Mula Dugaan Korupsi Bansos Presiden Terbongkar

KPK Ungkap Awal Mula Dugaan Korupsi Bansos Presiden Terbongkar

Nasional
Akui Di-bully karena Izin Tambang, PBNU: Enggak Apa-apa, 'Jer Basuki Mawa Bea'

Akui Di-bully karena Izin Tambang, PBNU: Enggak Apa-apa, "Jer Basuki Mawa Bea"

Nasional
KPU Minta Pemda Fasilitasi Pemilih yang Baru Berusia 17 Tahun pada Pilkada 2024

KPU Minta Pemda Fasilitasi Pemilih yang Baru Berusia 17 Tahun pada Pilkada 2024

Nasional
PKS Usung Anies-Sohibul untuk Pilkada Jakarta, Wasekjen PKB: Blunder...

PKS Usung Anies-Sohibul untuk Pilkada Jakarta, Wasekjen PKB: Blunder...

Nasional
DPR Desak PPATK Bongkar Pihak Eksekutif-Yudikatif yang Main Judi 'Online'

DPR Desak PPATK Bongkar Pihak Eksekutif-Yudikatif yang Main Judi "Online"

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Dorong Hilirisasi Rempah Nasional

Wapres Ma'ruf Amin Dorong Hilirisasi Rempah Nasional

Nasional
Ketum KIM Segera Gelar Pertemuan Bahas Pilkada 2024

Ketum KIM Segera Gelar Pertemuan Bahas Pilkada 2024

Nasional
Pusat Data Nasional Diretas, Pemerintah Dinilai Kurang Peduli Keamanan Siber

Pusat Data Nasional Diretas, Pemerintah Dinilai Kurang Peduli Keamanan Siber

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com