JAKARTA, KOMPAS.com — Kontrak politik yang ramai dibuat pasangan capres dan cawapres dinilai sebagai pembodohan masyarakat karena tidak memiliki sanksi yang jelas.
Hal tersebut disampaikan Pengamat Politik UIN Bandung, Asep Saiful Muchtadi, di sela-sela diskusi mingguan Kontrak Politik Capres-Cawapres 2009 di Warung Daun, Jakarta.
"Kontrak politik ini jangan-jangan bagian dari proses yang tidak mencerdaskan masyarakat secara politik, pembodohan masyarakat. Tidak ada sanksinya, hanya sanksi moral," kata Asep, Sabtu (13/6).
Ia menilai, kontrak politik tidak mempunyai mekanisme yang jelas. Selain tidak mempunyai sanksi, masyarakat juga tidak dapat menagih bila kontrak politik tidak terpenuhi setelah kandidat menjabat. "Mekanismenya tidak jelas," ujarnya.
Menurutnya, kontrak politik muncul karena dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan masyarakat pada pemerintahan sebelumnya. Masyarakat tidak akan meminta kandidat untuk membuat kontrak politik bila pemerintahan sebelumnya sesuai yang diharapkan. "Kalau masyarakat puas, tidak akan membuat kontrak politik," ujarnya.
Hal ini lantas dimanfaatkan kandidat untuk membuat kontrak politik dengan masyarakat. Tujuannya agar mendongkrak perolehan suara dan mengantarnya menuju kursi presiden dan wakil presiden. Namun, bila kontrak tidak terpenuhi, masyarakat akan terus menagih janji.
"Mubazir saja karena masyarakat terus minta janji. Tidak usah bikin kontrak. Yang penting ada kemauan yang serius," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.