Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilpres 1 Putaran Sulit Dimenangkan

Kompas.com - 12/06/2009, 03:03 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik Bachtiar Effendi menyatakan, untuk memenangkan Pemilu Presiden (Pilpres) satu putaran merupakan langkah berat bagi calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres) karena undang-undang mengatur tidak hanya persentase perolehan suara, tapi juga tingkat sebaran pemilih per daerah.  "Peraturan ini menyulitkan capres bisa menang satu putaran. Selain harus menang 50 persen plus satu, juga ada ketentuan tingkat penyebaran pemilih," katanya, di Jakarta, Kamis (11/6).
     
Dia mengatakan, capres bisa saja menang satu putaran apabila mengantongi 75- 80 persen suara karena ini bisa mencakup persebaran wilayah."Namun hal ini sulit diraih karena persaingan yang ketat antar capres saat ini," katanya.
     
Ditanya prediksi siapa yang akan memenangkan Pilpres, Bachtiar Ali mengatakan, mengacu pada hasil survei lembaga-lembaga riset belakangan sangat sulit diprediksi. "Hasilnya sangat fluktuatif dan bisa berubah secara dinamis menjelang Pilpres 8 Juli mendatang," katanya.
     
Dia memperkirakan dalam waktu tiga minggu ke depan bisa saja terjadi perubahan dukungan pada masing-masing capres-cawapres. Perubahan dukungan bisa terjadi manakala ada kejutan-kejuatan yang luar biasa, seperti capres-cawapresnya bermasalah,  dan intensitas kampanye  yang dilakukan sungguh-sungguh mempengaruhi pikiran masyarakat.
     
"Saya melihat ada kecenderungan peningkatan suara pasangan Jusuf Kalla-Wiranto dan Megawati Prabowo. Sementara suara SBY-Boediono konstan," katanya. Karena itu, dia memperkirakan pada putaran pertama ini akan bertarung ketat antara JK-Wiranto dengan Megawati-Prabowo, untuk memperebutkan suara SBY-Boediono.
     
Sementara dukungan pada JK-Wiranto, kata Bachtiar, semakin mendekati  SBY-Boediono."Saya memperkirakan apabila pada putaran kedua nanti yang bertarung adalah SBY-Boediono dan JK-Wiranto,  maka ini akan menjadi pertarungan yang seru," katanya.
     
Dia mengatakan Jusuf Kalla yang lebih terlambat dari SBY dalam persiapan capres, belakangan lebih intensif dalam mengampanyekan program-programnya sehingga masyarakat menjadi tahu kemampuannya. "Ketika tampil dalam acara Kadin, JK tampil menarik dengan bahasa yang lugas dan cerdas," katanya.
     
Sementara Megawati, katanya, juga tampak lebih menonjol dibandingkan pada 2004. Apalagi dengan didukung pasangannya, Prabowo Subianto. "Karena itu saya melihat kedua pasangan ini dukungan yang diperolehnya makin meningkat. Sementara SBY-Boediono konstan karena tidak terlihat ada upaya yang lebih ekstra dari tim kampanye," kata Bachtiar.
     
Dia mengatakan, apabila terjadi "rematch" (pengulangan) antara SBY dengan Megawati pada putaran dua pilpres, maka pertarungan akan menjadi kurang menarik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com