Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Destinasi Wisata Kampung Tugu

Kompas.com - 09/06/2009, 11:27 WIB

JAKARTA Utara penuh dengan potensi wisata yang belum  tergarap maksimal. Potensi wisata itu tentu bukan sekadar tempat rekreasi yang pernah disebut Bina Ria. Seperti  sudah seringkali disebut wisata budaya dan wisata sejarah  -  yang diperkenalkan sejak sekitar 2002 oleh Museum Sejarah Jakarta (MSJ) lewat program Wisata Kampung Bersejarah dan kemudian dilanjutkan oleh generasi muda Komunitas Sahabat  Museum, Komunitas Historia, dan Komunitas Jelajah Budaya - berkembang cukup pesat. Tren ini tentu harus segera ditangkap oleh pemerintah.

Dari mulut ke mulut  kemudian masuk ke milis dan media yang kini sedang digandrungi, Facebook,  kegiatan wisata sejarah ini makin mudah diakses bahkan oleh warga Indonesia yang tinggal di belahan bumi lain. Wisatawan asing pun sudah lebih  kerap mengarahkan kaki ke bekas Batavia, khususnya ke Pelabuhan Sunda Kelapa.

Selama ini hanya nama-nama tempat dan kawasan tertentu saja yang menjadi bahan perbincangan serta tujuan wisawatan lokal dan asing. Beberapa  peserta wisata sejarah sudah merasakan nikmatnya wisata sejarah ke tempat yang bahkan belum pernah mereka dengar di usia mereka yang menginjak tiga dekade berkomentar senada, "Ternyata Jakarta kaya tempat bersejarah, ya. Tapi kok enggak terurus, enggak ada dalam promosi wisata."

Kembali ke Jakarta Utara, kawasan ini punya banyak warisan yang masih bikin penggemar wisata sejarah antusias meski harus tersengat matahari ketika menuju kawasan  itu. Sebut saja Marunda di mana terdapat Rumah Pitung, Masjid Al Alam; Kampung Tugu yang semestinya menyimpan berton-ton warisan budaya, seni, kuliner,  dan masih banyak lagi - layaknya sebuah kampung dengan komunitas tertentu di dalamnya. Belum bicara ke Kepulauan Seribu, tentunya.

Anggaran bukan satu-satunya kendala. Sumber daya manusia, khususnya jika bicara persoalan konservasi baik lingkungan dan bangunan, juga seperti menjadi batu penghalang. Mari kita lihat lebih dekat tentang Gereja Tugu di Kampung Tugu, Semper, yang baru kemarin diberitakan akan segera dikonservasi. Kepala Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Utara Nani Ophir bersemangat menjelaskan, Gereje Tugu memang sudah harus segera dikonservasi.

"Karena kami akan mengkonservasi Gereja Tugu, itu kan BCB (benda agar budaya - red) jadi enggak bisa sembarangan. Untuk mengerjakan itu kan harus ada lelang, ketua panitianya harus punya sertifikat. Ini masalah SDM dan sistem administrasi yang harus kita ikuti. Tapi tahun ini gereja itu akan kami konservasi. Harus," paparnya. Baiklah, itu artinya warga Kampung Tugu dan jemaat Gereja Tugu masih harus bersabar menanti sampai bangunan gereja kebanggaan mereka - yang tersisa dari Kampung Tugu - selesai diperbaiki.
            
Nani juga mengungkapkan rencana konservasi lain yang harus dikerjakan tahun ini yaitu konservasi Masjid Al Alam, rumah Pitung, serta penataan kawasan lingkungan Tugu. Semua ini demi terciptanya destinasi wisata Kampung Tugu. Pertanyaan lain muncul, tahun ini sudah berjalan setengahnya, akankah pekerjaan konservasi di tempat- tempat yang tersebut di atas bisa memenuhi jadwal hingga sebelum Desember tahun ini berakhir?

"Mau bagaimana lagi, anggaran baru turun. Kami masih harus lelang. Tapi kami yakin bisa. Nantinya kuantitas pekerja kami tambah supaya bisa selesai pada waktunya," tandasnya. Sekali lagi, baiklah, semoga dengan waktu yang selalu mepet, konsentrasi pada armada pekerja yang ditambah untuk memenuhi deadline, tak lantas sisi kualitas terabaikan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com