Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merek Indonesia

Kompas.com - 14/05/2009, 01:30 WIB

oleh Eko Listiyorini

Sungguh ironis, saat peluncuran kampanye "100% Cinta Indonesia" di Jakarta Convention Center Senayan, di sisi lain Senayan ratusan orang antri mengular untuk membeli sepatu "Crocs" merek Amerika Serikat buatan China yang sedang dijual sepertiga harga normalnya.

Mungkin benar yang dikatakan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu beberapa waktu lalu, masyarakat kelas menengah atas perlu dicuci otak agar mulai cinta produk dalam negeri.

"Hasil pembicaraan dengan pelaku ritel menyimpulkan memang konsumen kita masih import-minded,"ujar Mari.

Itulah agaknya yang menyebabkan produsen garmen lokal mengambil nama-nama berbahasa asing untuk menarik minat konsumen lokal. The Executive, Hammer, Nail merupakan beberapa merek lokal yang cukup dikenal di Indonesia.

Merek-merek berbahasa asing itu mungkin juga diambil agar mempermudah penetrasinya ke pasar Internasional. Tapi, sebelum bisa merajai dunia, pasar domestik haruslah dikuasai.

Dan di saat pasar ekspor menurunkan permintaannya, pasar domestiklah yang diharapkan menyerap hasil produksi agar sektor industri tetap bisa bergerak dan PHK terhindarkan.

Dengan tujuan itulah pemerintah menggiatkan kembali kampanye cinta produk dalam negeri akhir-akhir ini. Tak tanggung-tanggung, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pun menjadi bintang iklannya.

Dalam iklan cinta produk Indonesia itu Presiden SBY dengan bangganya  memamerkan dasi batik sutra Pekalongan sementara Wakil Presiden JK  menunjukkan sepatu kulit dari Cibaduyut.

Perlu dukungan

Kualitas produk Indonesia tak perlu diragukan lagi. Itulah sebabnya banyak produk Indonesia yang diekspor dan diberi merek oleh sang pembelinya. Contohnya, sepatu merek Nike dan Adidas yang diproduksi beberapa pabrik di Tangerang.

Tak mengherankan pula jika pameran kerajinan Indonesia seperti Inacraft selalu dinanti-nanti dan dikunjungi puluhan ribu orang. Tapi pameran dan promosi saja tak akan cukup menanamkan kecintaan pada produk dalam negeri.

Perlu dukungan lebih bagi produk lokal yang sudah dikenal masyarakat maupun yang potensial untuk menjadi kebanggaan bangsa. Awal 2009 ini, Depdag menerbitkan Permendag 56/2008 terkait pengetatan impor lima produk termasuk garmen. Aturan itu agaknya cukup membantu di saat krisis. Sayangnya, aturan itu hanya berlaku sementara saja.

Masyarakat selama ini lebih mudah mendapatkan barang impor baik yang mahal maupun murah dari pada produk lokal. Hal itu disebabkan karena beberapa mal dan departemen store lebih memprioritaskan produk impor dari pada merek lokal.

Pembangunan merek lokal harus didukung kebijakan pemerintah dari hulu hingga ke hilir. Mulai dari produksi hingga pemasaran.

Pengembangan merek

Bukan hanya pengusaha besar yang mulai sadar akan pentingnya sebuah merek atas produk yang dijualnya. Usaha Kecil Menengah (UKM) pun menyadarinya.

Makanan ringan yang dijual asongan di KRL dan bis kota seperti kacang telur, kerupuk kulit, bahkan permen jahe ada mereknya. Memang masih sederhana, hanya selembar kertas bertuliskan nama produsen dan alamatnya. Tapi cukup untuk konsumen mengenali produk yang dipilihnya.

Merek tak hanya menjadi alat promosi produk namun juga menjadi jaminan bagi konsumen atas kualitas produk yang dibelinya. Untuk itulah, Departemen Perdagangan menargetkan 60 merek produk UKM lokal tercipta setiap tahunnya.

"Pengusaha menengah pasti mampu membuat merek sendiri. Porsi pemerintah adalah membantu UKM,"ujar Sekjen Depdag, Ardiansyah Parman.

Direktur Bina Usaha, Ditjen Perdagangan Dalam Negeri, Depdag, Dede Hidayat mengatakan pihaknya bersedia membantu UKM memberikan konsultasi terkait pembuatan merek atau kemasan.

"Kami bersedia memberikan pendampingan saat bernegosiasi dengan peritel moderen dalam rangka pemasaran dan menghubungkan UKM dengan produsen kemasan berskala kecil sekitar 5.000-10.000 unit,"kata Dede.

Saat ini juga, Depdag sedang melakukan inventaris terhadap produk-produk lokal unggulan yang pantas untuk dikembangkan mereknya dan dipromosikan ke dunia internasional.

Depdag menargetkan bisa membawa 200 merek produk Indonesia untuk dipromosikan di pasar regional maupun internasional. Salah satunya dengan memasukkannya ke gerai-gerai ritel moderen internasional dan membawanya ke pameran-pameran di luar negeri.

Pembangunan merek Indonesia memang tak bisa dilakukan dalam satu atau dua tahun saja. Promosi dan kampanye harus dilakukan secara kontinyu, kalau tidak maka semua upaya hanya akan sia-sia. Siapa lagi yang akan cinta produk Indonesia kalau bukan bangsanya sendiri?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com