KOMPAS.com — Pascakrisis perberasan akhir tahun 2006, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla membuat dua langkah besar. Langkah tersebut adalah restrukturisasi pimpinan Perum Bulog dan gerakan Peningkatan Produksi Beras Nasional, dengan cara memperbesar subsidi benih dan pupuk bersubsidi.
Di luar dua hal itu, belum ada langkah besar yang konkret dan mendasar yang dilakukan pemerintah untuk dapat menjadi pijakan kelangsungan swasembada beras pada masa mendatang.
Hal mendasar yang tidak disentuh dengan sungguh-sungguh, antara lain, adalah pembangunan dan perbaikan jaringan irigasi dan jalan pertanian secara masif. Lompatan teknologi pertanian untuk meningkatkan pendapatan petani dan daya saing harga beras di pasar dunia, modernisasi mesin penggilingan padi, dukungan pembiayaan, dan ketersediaan lahan akibat konversi lahan pertanian.
Restrukturisasi Perum Bulog, yang diikuti reformasi internal, memang telah menumbuhkan kepercayaan baru pada masyarakat terhadap lembaga ini. Sebelumnya, Bulog kerap dituding biang instabilitas harga beras.
Reformasi internal sejalan dengan komitmen merealisasikan pembelian lebih besar beras dalam negeri. Ini modal stabilisasi harga saat terjadi gejolak. Dengan memperbesar penyerapan, Bulog harus memperbesar distribusi beras bagi rakyat miskin agar tidak terjadi penumpukan.
Kebijakan ini terbukti tepat. Sejak restrukturisasi Bulog dilakukan, gejolak harga beras relatif tidak terjadi lagi. Keberhasilan menjaga stabilitas harga beras pada kisaran harga yang relatif menguntungkan petani telah mendorong petani untuk menanam padi.
Meningkatnya animo petani menanam padi sejalan dengan program ”instan” Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN), dalam bentuk subsidi benih padi varietas unggul dan padi hibrida.
Data Direktorat Jenderal Anggaran Departemen Keuangan menunjukkan, periode 2006-2009 anggaran subsidi benih meningkat tajam. Tahun 2006 hanya Rp 131 miliar, tetapi pada tahun 2009 mencapai
Anggaran subsidi pupuk pun meningkat. Bila tahun 2006 hanya Rp 4,18 triliun, tahun ini
Melihat strategi peningkatan produksi beras nasional yang bersifat instan, apakah swasembada beras bakal bisa dilanjutkan pada masa yang akan datang?