Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pikir-pikir Dulu Sebelum Mengadopsi Anak

Kompas.com - 21/04/2009, 14:48 WIB

KOMPAS.com - Memiliki anak merupakan keinginan hampir semua pasangan yang sudah menikah. Ketika jalur biasa tak kunjung membuahkan hasil, adopsi pun menjadi pilihan. Kita siap melengkapi berbagai berkas agar proses adopsi berjalan lancar. Tetapi proses adopsi ternyata tidak segampang yang kita  kira. Ada hal-hal lain yang masuk dalam pertimbangan, misalnya, wanita bersuamikan pria asing ternyata akan lebih sulit mengajukan permohonan adopsi anak.

Bahkan, selebriti setenar Angelina Jolie dan Madonna saja sempat kesulitan mengajukan permohonan adopsi anak. Jolie dianggap tidak memenuhi syarat saat hendak mengadopsi anak dari Vietnam, karena dia memiliki pasangan serumah tanpa terikat perkawinan. Sedangkan Madonna, yang ingin mengadopsi bocah Malawi, akhirnya bahkan tidak berhasil mengangkat anak karena pemerintah negara tersebut berpendapat bahwa memberikan perhatian pada anak terlantar tidak harus dengan membawanya ke Amerika.

Satu hal yang perlu diingat para calon orangtua, mengadopsi anak bukanlah cara untuk memuaskan keinginan orangtua. Kecenderungan yang dilihat yayasan atau panti asuhan yang merawat anak-anak terlantar, banyak pasangan suami-istri yang tidak mau mengangkat anak "sembarangan". Misalnya, harus berkulit putih, berambut lurus, dan dalam kondisi benar-benar sehat.

Menurut psikolog Rini Hildayani, kecenderungan orangtua ingin mempunyai anak "sempurna" justru datang dari orangtua yang tidak mempunyai anak. "Ini masalah manusiawi saja. Semua orang ingin memiliki sesuatu yang sempurna," jelasnya.

Sebagai ilustrasi, Rini mengatakan seorang ibu yang sedang hamil pasti mengharapkan janin yang dikandungnya lahir sempurna. Hal ini tidak berbeda dengan orangtua yang akan mengadopsi anak. Namun ekspektasi tinggi ini justru akan ditunjukkan oleh pasangan suami-istri yang tidak atau belum dikaruniai anak. Dalam kondisi kekurangan itu, mereka akan berusaha mencari kelebihan, dan beban itu ditumpahkan ke anak. Makanya dicarilah anak dengan kriteria ideal, bahkan mendekati kesempurnaan. Bila ini yang dilakukan, artinya adopsi diperuntukkan untuk kepentingan orangtua, bukan menolong anak yang terlantar.

Terlepas dari persoalan niat dan tujuannya, Rini mengingatkan para orangtua agar siap dengan segala risiko adopsi. Persiapan mental dan fisik harus betul-betul dipikirkan. Persiapan fisik di sini tidak hanya mencakup persiapan, seperti menjaga stamina tubuh agar tetap fit saat mengasuh anak, tapi lebih dari itu.

"Apalagi jika anak masih berusia bayi dan balita. Waktu dan tenaga orangtua akan banyak terkuras untuk merawat anak-anak itu, seperti memandikan dan menyuapi," kata perempuan berambut pendek ini.

Kesiapan fisik juga termasuk kesiapan finansial orangtua untuk memenuhi segala kebutuhan anak, terutama makanan yang bergizi, susu, dan akses kesehatan. Dari aspek kognitif, persiapan orangtua dapat dimulai dengan mempertimbangkan secara matang keputusannya untuk mengadopsi anak. Kesiapan mental dibutuhkan karena mau tak mau status sosial pasangan suami-istri akan berubah ketika mengadopsi. Dari segi emosi, orangtua yang mengadopsi anak juga harus mampu mengantisipasi dan menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang mungkin terjadi dengan hadirnya anak adopsi. Kontrollah emosi sebaik mungkin agar tugas pengasuhan bisa berjalan dengan baik.

Dari segi agama, merawat anak terlantar merupakan sebuah kewajiban. Pengertian adopsi ini menurutnya harus diubah. Dulu orang selalu mengartikan adopsi sebagai "jalan keluar" bagi orangtua yang tidak mempunyai anak. Sekarang, setiap orangtua yang mempunyai materi berlebih, kasih sayang berlebih, dan tenaga berlebih, disarankan untuk mengadopsi anak. Orangtua yang sudah mempunyai anak juga harus mengambil peran dalam proses adopsi. Jika sudah begini, orangtua tidak akan memilih-milih anak lagi untuk diadopsi.

Di sini dibutuhkan keikhlasan dari para orangtua. Artinya mereka harus mampu menahan ego untuk mendapatkan anak yang "sempurna". Adopsi berhubungan dengan ibadah, maka menjalankannya pun harus ridho dan ikhlas.

Syarat adopsi dari Yayasan Sayap Ibu
Bila Anda ingin mencoba, silakan simak syarat-syarat adopsi berikut ini:

Untuk calon orangtua angkat:
1. Berstatus kawin dan berumur minimal 25 tahun, maksimal 45 tahun.

2. Pada saat mengajukan permohonan pengangkatan anak sekurang-kurangnya sudah menikah lima tahun dengan mengutamakan keadaannya sebagai berikut:
* Tidak mungkin mempunyai anak (dengan surat keterangan dokter kebidanan/dokter ahli), atau
* Belum mempunyai anak, atau
* mempunyai anak kandung seorang, atau
* mempunyai anak angkat seorang, dan tidak mempunyai anak kandung.

3. Dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial.
4. Berkelakuan baik berdasarkan surat keterangan dari Kepolisian RI.
5. Dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.
6. Telah memelihara dan merawat anak yang bersangkutan sekurang-kurangnya:
* 6 bulan untuk anak di bawah umur 3 tahun.
* 1 tahun untuk anak berumur 3-5 tahun.
7. Mengajukan pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak semata-mata untuk kepentingan kesejahteraan anak.

Calon anak angkat:
1. Berumur kurang dari 5 tahun.
2. Berada dalam asuhan organisasi sosial.
3. Persetujuan dari orangtua/wali (bila diketahui ada). Keputusan Menteri ini berlaku bagi calon anak angkat yang berada dalam asuhan organisasi sosial.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com