Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peta Koalisi Mulai Jelas

Kompas.com - 13/04/2009, 05:59 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Peta koalisi kubu Susilo Bambang Yudhoyono dan kubu Megawati Soekarnoputri untuk menghadapi pemilu presiden sudah tergambar, meskipun belum sepenuhnya utuh, setelah usainya pelaksanaan pemilu legislatif 9 April 2009.

Sejauh ini partai-partai politik yang berpotensi menjadi ”oposisi” di Dewan Perwakilan Rakyat mulai merapatkan barisan, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).

Sementara Partai Golkar dan sejumlah partai menengah, seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), melakukan pendekatan kepada partai ”pemenang”, yaitu Partai Demokrat.

Partai Golkar yang sebelumnya menggebu-gebu mencalonkan Jusuf Kalla sebagai presiden mengubah strategi politiknya setelah perolehan suara pada pemilu legislatif anjlok.

Dari pertemuan informal DPP Partai Golkar dengan Ketua Umum Partai Golkar, akhir pekan ini, berkembang tiga opsi.

”Opsi pertama, sampai hari ini Golkar masih terbuka untuk terus melanjutkan duet SBY-JK. Namun, ini semua sangat tergantung dari hasil komunikasi politik di antara Partai Golkar dan Partai Demokrat,” ucap Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso.

Opsi kedua, Partai Golkar membangun komunikasi politik dengan PDI-P.

Opsi ketiga, membangun koalisi dengan partai-partai menengah, seperti PKS, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan juga Partai Hanura atau Partai Gerindra. ”Dengan PDI-P belum bisa dipastikan apakah Megawati-JK atau JK-Mega. Tapi, kalau dengan partai-partai menengah, JK dalam posisi presiden,” jelasnya.

Pada hari Minggu (12/4) muncul informasi bahwa Yudhoyono akan bertemu Kalla, tetapi hal ini dibantah juru bicara kedua pihak. Pertemuan keduanya kemungkinan baru akan berlangsung setelah jajaran Golkar memiliki satu sikap tentang opsi mengenai berlanjutnya duet Yudhoyono-Kalla.

Minggu malam, Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng mengatakan, Kalla dan Yudhoyono sudah berkomunikasi melalui telepon tentang rencana melanjutkan koalisi di pemerintahan dan di parlemen.

”Selama ini Partai Golkar dan Partai Demokrat sudah berkoalisi, sedang berkoalisi, dan kalau kerja sama atau koalisi ini dilanjutkan, wajar saja,” ujar Andi yang dihubungi Kompas semalam.

Namun, rapat DPP Partai Golkar semalam menyatakan, pembahasan soal itu baru akan diputuskan pertama-tama melalui pembahasan di DPP Golkar tanggal 16 April. Berikutnya, melalui rapat pimpinan nasional khusus tanggal 23 April. ”Di sinilah mandat untuk JK diputuskan,” kata Sekjen DPP Golkar Sumarsono.

Minggu siang, Kalla bertemu dengan Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali. Keduanya menolak bahwa pertemuan itu terkait upaya membangun koalisi. Kedua partai politik sepakat menahan diri agar stabilitas negara tetap terjaga.

Langkah PDI-P

Dengan posisi sementara sebagai pemenang peringkat kedua atau ketiga, ruang manuver PDI-P memang tidak terlalu lebar. Saat ini sudah dua partai baru yang merapat ke kubu banteng, yaitu Partai Hanura dan Partai Gerindra. Koalisi dengan kedua partai ini sepertinya sudah jelas karena sulit membayangkan Gerindra maupun Hanura merapat ke kubu Demokrat.

Jumat malam, Ketua Umum Partai Hanura Wiranto menemui Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri di kediamannya, Jalan Teuku Umar, Jakarta. Keesokan harinya, giliran Prabowo Subianto menemui Megawati.

Menurut Wiranto atau Prabowo, dalam pertemuan itu belum dibicarakan persiapan menghadapi pemilu presiden.

Toh, Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDI-P Taufik Kiemas saat berbincang-bincang dengan pers di Jalan Teuku Umar, Sabtu, sudah bisa memastikan bahwa PDI-P akan membangun koalisi dengan Hanura, Gerindra, dan bahkan juga dengan PPP. ”Hanura pasti. Gerindra pasti. PPP juga pasti,” ucap Taufik.

Meski demikian, soal calon wakil presiden, menurut Taufik, belum bisa dipastikan karena harus dibicarakan dalam rapat koordinasi nasional.

Ketika ditanya soal peluang Prabowo menjadi calon wakil presiden, Megawati menegaskan bahwa hal itu masih terbuka. ”Kemungkinan selalu terbuka seperti yang selalu saya katakan di rakernas,” ucapnya.

Dengan konstelasi terbaru ini, sepertinya nasib ”Segitiga Emas” yang terbangun menjelang pemilu legislatif bakal buyar. Namun, Taufik mengatakan, PDI-P tetap terus menjajaki koalisi dengan Partai Golkar, PPP, dan PAN.

Sedangkan PKS, menurut Wakil Ketua Bidang Politik PKS Zulkieflimansyah, Jumat lalu, kemungkinan besar akan bergabung dengan Partai Demokrat. Hal serupa dinyatakan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar.

Yang pasti, menurut Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Al-Azhar Indonesia Prof Yahya Muhaimin, koalisi yang akan dibangun hendaknya bukan sekadar demi kepentingan parpol, tetapi demi kepentingan bangsa yang lebih luas. ”Sekarang ini ada kecenderungan kuat koalisi yang sedang dibangun pimpinan partai politik bukan didasarkan pada kepentingan bangsa dan kesejahteraan rakyat luas,” ujarnya.

Kemandekan DPR

Hasil Pemilu Legislatif 2009 juga berisiko memperpanjang kemandekan DPR. Sekalipun nantinya mungkin hanya 9 partai politik yang mengisi DPR, tetap dibutuhkan kerja ekstra keras agar DPR periode 2009-2014 bisa lebih baik.

Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari di Jakarta, Minggu, menilai 9 parpol di DPR sebenarnya masih terlalu banyak. Sekalipun mekanisme pemilu dengan penerapan parliamentary threshold bisa mengurangi parpol yang masuk ke DPR, Qodari memprediksi tetap akan ada ”keramaian” sehingga belum akan terjadi perubahan signifikan dalam pola legislasi di DPR. Jika itu terjadi, target legislasi akan sulit tercapai dan kualitas perundang-undangan tetap akan buruk.

Catatan Kompas, sampai dengan akhir masa sidang 3 Maret lalu, DPR lalu baru bisa menyelesaikan 157 undang-undang. Padahal, target Program Legislasi Nasional DPR 2004-2009 adalah 284 undang-undang.

Sementara, Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang menilai peta kekuatan yang hampir merata menjadikan setiap parpol bisa mewarnai proses pengambilan keputusan di DPR.

Tiga kelompok

Dalam DPR mendatang, Partai Demokrat bisa dominan, tetapi tetap kalah pengalaman ketimbang Partai Golkar dan PDI-P. Dengan begitu, Partai Demokrat tidak bisa mengabaikan begitu saja kedua partai politik tersebut.

Sebastian memprediksi, wajah parlemen ke depan bakal terisi tiga kelompok besar.

Pertama, kelompok saudagar yang terpilih karena mengandalkan kekuatan uangnya. Kelompok ini bisa menjadi sangat pragmatis. Aktivitas di DPR bisa saja digunakan sebagai upaya mencari peluang atau memperlebar jaringan bisnis.

Kedua, kelompok pesohor atau yang memanfaatkan ketokohan semata. Kelompok ini bakal cenderung menjadi ”anak manis” yang sibuk menjaga citra diri, dan karena itu bakal lebih mudah dikendalikan eksekutif.

Kelompok ketiga adalah politisi yang berlatar belakang aktivis atau penggerak parpol. Kelompok inilah yang bisa diandalkan untuk memikirkan produktivitas dan kualitas DPR. ”Namun, kelompok ini jumlahnya kecil, antara 10-15 persen saja,” sebut Sebastian.

Penyederhanaan

Menurut pimpinan Fraksi Partai Golkar DPR Idrus Marham, pada masa lalu terbukti bahwa jumlah parpol dan fraksi yang banyak hanya membuat proses kerja di DPR menjadi lamban, boros, dan tidak produktif. Proses pengambilan keputusan lebih didominasi negosiasi ketimbang perdebatan konseptual.

Karena itu, Idrus yang juga Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Susunan dan Kedudukan Anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD menilai mekanisme penyederhanaan parpol bukan hanya lewat pemilu saja yang mesti dijalankan. Harus juga dipikirkan penyederhanaan fraksi di DPR.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Sebut Indonesia Akan Terdampak Gelombang Panas Empat Bulan ke Depan

Jokowi Sebut Indonesia Akan Terdampak Gelombang Panas Empat Bulan ke Depan

Nasional
Duetkan Anies-Sohibul di Pilkada Jakarta, PKS Kurang Diuntungkan Secara Elektoral

Duetkan Anies-Sohibul di Pilkada Jakarta, PKS Kurang Diuntungkan Secara Elektoral

Nasional
3 Desa Dekat IKN Banjir, BNPB: Tak Berdampak Langsung ke Pembangunan

3 Desa Dekat IKN Banjir, BNPB: Tak Berdampak Langsung ke Pembangunan

Nasional
Wakasad Kunjungi Pabrik “Drone” Bayraktar di Turkiye

Wakasad Kunjungi Pabrik “Drone” Bayraktar di Turkiye

Nasional
Usung Anies di Pilkada Jakarta 2024, PKS Dianggap Menjaga Daya Tawar Politik

Usung Anies di Pilkada Jakarta 2024, PKS Dianggap Menjaga Daya Tawar Politik

Nasional
Blusukan di Kalteng, Jokowi Kaget Harga Bahan Pokok Hampir Sama dengan di Jawa

Blusukan di Kalteng, Jokowi Kaget Harga Bahan Pokok Hampir Sama dengan di Jawa

Nasional
Menko Polhukam: Pilkada Biasanya 2 Kali, di Daerah dan MK, TNI-Polri Harus Waspada

Menko Polhukam: Pilkada Biasanya 2 Kali, di Daerah dan MK, TNI-Polri Harus Waspada

Nasional
Bandar Judi Online Belum Disentuh, Kriminolog: Apa Benar Aparat Terkontaminasi?

Bandar Judi Online Belum Disentuh, Kriminolog: Apa Benar Aparat Terkontaminasi?

Nasional
Banjir Rendam 3 Desa Dekat IKN di Penajam Paser Utara

Banjir Rendam 3 Desa Dekat IKN di Penajam Paser Utara

Nasional
DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi 'Online' ke MKD

DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi "Online" ke MKD

Nasional
Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Nasional
PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Nasional
Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com