Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Logika Tak Suka Cinta

Kompas.com - 09/12/2008, 21:20 WIB

Aku letih. Aku berbaring saja di kasurku yang sekarang jadi tak begitu nyaman. Mungkin karena apa yang sedang aku alami sekarang, membuat setiap anggota badanku bertambah beban.

Aku pejamkan mata dengan beribu gundahku. Dalam pandanganku yang tak lagi memandang aku masih mencari-cari logika. Kucari-cari ia dalam kelopak mataku yang sudah mengatup menutup bola mataku. Aku bergumam, berharap logika muncul dan berbaring di sebelahku. Karena aku begitu butuh ia sekarang. Sekarang juga. Aku mau bertanya tentang apa yang kualami dengan wanita itu.
“Itu cinta.”

Aku tergagap. Mataku membuka sekejap, mengernyitkan jidat dan memicingkan mata. Itu suara logika! Logika datang. Ah, betapa senangnya aku. Kini aku bisa bercerita panjang lebar dengannya. Aku bisa menceritakan tentang wanita itu kepadanya.
“Kau mau bertanya tentang kau dan wanita itu kan? Kau sedang bingung kan?”

Aku mengangguk cepat. Seperti yang kuduga. Logika selalu tahu apa yang aku alami. Tentu saja, ia juga tahu apa yang harus aku lakukan terhadap apa yang aku alami tersebut. Aku sekarang bersemangat, bersemangat untuk mendengar sarannya terhadap aku dan wanita itu.
“Itu namanya cinta, teman.”
Aku termangu. Aku memandang logika dengan terheran. Aku belum pernah dengar itu.. ‘cinta’.
“Kau tahu kenapa aku selalu tidak ada bersamamu, setiap kau bertemu dan berbincang panjang-lebar dengan wanita itu?” Tanya logika, yang langsung menjawab pertanyaannya sendiri tanpa menunggu aku mengeluarkan sepatah katapun dari bibirku yang tiba-tiba jadi kelu. “..karena aku tau cinta akan datang padamu.”
Aku terdiam saja. Memandang logika lekat-lekat seolah bertanya padanya, ‘kenapa?’.
“Oh ya aku lupa”, logika menggaruk-garuk kepalanya dengan malas. “Kau belum pernah melihatku bertemu dengan dia ya. Asal kau tahu saja, kami tidak begitu berteman akrab. Aku tidak suka dengan cinta. Kau tahu, setiap kami berjumpa kami selalu bertengkar. Jadi lebih baik aku pergi menyingkir saja darimu, sementara cinta menemanimu.”
Aku memberikan pandangan memelas pada logika. Ia tahu bahwa aku sedang bertanya padanya, ‘lalu aku harus bagaimana?’.
“Jangan bertanya padaku tentang cinta, teman. Aku sudah bilang aku tidak suka dia. Lagipula kau tidak perlu aku untuk membahas soal cinta. Aku tidak bisa sekalipun mengerti dia. Begitu juga dia, tidak pernah sedetikpun bisa mengerti aku.” Jawab logika dengan nada ingin cepat-cepat menyudahi perbincangan ini.

Aku tertunduk. Logika tidak pernah seperti ini padaku. Ia selalu tahu, dan selalu bisa menolongku kapanpun aku butuh. Tapi kini ia jadi begini. Ia malas berurusan denganku saat ini. Hanya karena ia tidak suka dengan cinta.
“Oh ya, satu yang perlu kau ingat teman. Kau tidak perlu seperti itu karena aku meninggalkanmu.” Kata Logika lagi. “.. karena cinta akan lebih sering meninggalkanmu daripada aku.”
Lalu logika pergi lagi dariku. Tanpa berbicara lagi, ia lenyap dalam sejuta rasa cemasku.
(Djogdjakarta. 2008. 21 Juni)

----------
Bernard S. Y. Batubara, lahir di Pontianak, Kalimantan Barat, 9 Juli 1989. Mahasiswa Jurusan Teknik Informatika, UII Yogyakarta. Aktif menulis di beberapa komunitas penulis/sastra dan milis di internet. Bergiat di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) PROFESI sebagai staff redaksi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com