Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menelusur Kuburan Demi Temukan Anaknya yang Hilang

Kompas.com - 25/10/2008, 10:18 WIB

PAGI masih gelap. Nurhasanah (52) seperti biasa membangunkan putra keduanya, Yadin Muhyidin, untuk menunaikan shalat subuh. Tak ada prasangka sebelumnya, pagi itu terakhir kali Nur melihat anaknya yang sampai sekarang belum juga dia temukan. Yadin hilang setelah kisruh 14 Mei 1998.

Kamis pagi itu, setelah ia berangkat ke Pasar Senen sekitar pukul 09.00 WIB, keadaan Jakarta sudah tak menentu. Sepanjang perjalanan, Nur melihat beberapa pertokoan dan pusat perbelanjaan sudah dibakar, dan penjarahan terjadi di mana-mana.

Saat Nur tiba di rumah sekitar pukul 14.00 WIB, Yadin sudah pergi. Kakak sulung Yadin, Teti (35), mengatakan adiknya diajak teman untuk melihat situasi di luar yang makin kacau.

Pemuda usia 22 tahun itu sempat pulang ke rumah untuk makan sekitar pukul 12.30 WIB. Setelah itu ia pergi lagi dengan temannya untuk melihat kerusuhan. Siapa menyangka kepergiannya itu hingga sekarang, sudah hampir 10 tahun lebih.

Saat itu menjelang maghrib, ayah Yadin mulai resah dan mencari anaknya. Salah satu tetangga seberang rumah, Asep, mengatakan Yadin ditangkap tentara berbaju hijau dan dibawa ke Kepolisian Sektor Metro Tanjung Priuk.

Ayah Yadin pun mencarinya ke sana, tetapi kecewa yang didapat. Polisi hanya memberi keterangan Yadin sudah dibebaskan. Tapi tak ada surat apa pun perihal keluarnya Yadin dari Polsek, mengingat ratusan orang yang ditangkap saat itu.

Di catatan kepolisian, tertulis Yadin tak menjarah barang apapun. "Sejak itu saya dan ayahnya terus mencarinya di tempat teman-temannya, menelepon ke tempat saudara di Surabaya, Semarang, Tasik, Bandung, tapi tak ada kabar berita. Apa salah anak saya hingga ikut ditangkap, itu yang terus saya pikirkan. Padahal dia juga tak membawa barang jarahan," tutur Nurhasanah saat ditemui di kantor Kontras beberapa waktu lalu.

Dua minggu setelah kejadian hilangnya Yadin, Nur melapor ke Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang masih digawangi Munir waktu itu. Nur juga mencari di tempat ditemukannya banyak mayat seperti Bulak Kapal, Pulau Seribu, dan RSCM. Tapi usahanya nihil. Mayat anaknya belum juga ditemukan.

"Sampai saya dan beberapa keluarga korban orang hilang peristiwa 1997-1998 mendatangi setiap Presiden mulai dari Habibie, Gusdur, Megawati, tapi tak ada yang mau mengungkap kasus orang hilang ini," jelas wanita yang sehari-hari menjual gado-gado ini.

Ia mengaku tak pernah menyangka akan kehilangan putra yang paling dekat dengannya itu. Dua minggu sebelum kejadian, Yadin diajak berlayar kakaknya ke Singapura. "Surat dan dokumen sudah siap, tinggal berangkat saja, tapi ia menolak, karena nilai rapornya belum keluar, jadi ia batal berangkat dan Kamis itu malah hilang sampai sekarang. Sepertinya ini memang sudah diatur oleh Yang di Atas," ujar perempuan yang tinggal di dekat Pengadilan Jakarta Utara, RT 11 RW 06, Sunter.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com