Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramadhan di Sanaa

Kompas.com - 08/10/2008, 08:30 WIB

Tetapi, kenapa banyak sekali tentara menjaga rumah ini? Ternyata, acara buka puasa itu juga dihadiri anak Presiden Yemen Ali Abdullah Saleh yang sudah memerintah sejak 30 tahun lebih. Pak Dubes menunjuk ke arah tamu VVIP itu, lalu beranjak ke sana untuk bersalaman.

Refleks saya segera mencabut kamera kecil dari pinggang. Pak Dubes serta merta memegang tangan saya. “Tolong, saya tahu betapa penting artinya. Tetapi, dilarang memotret di sini,” katanya.

Sang putra presiden tampak ramah. Ia menyambut Pak Dubes dengan sapaan dalam bahasa Jepang. “Ohayo gozaimasu,” katanya sambil menebar senyum. Sebelum menjadi Dubes Yemen di Jakarta, YM Abdulrahman Alhothi memang pernah menjadi Dubes di Tokyo. Kepada saya dia menyambut: “Welcome to Yemen.”

Kami berkeliling, sambil Pak Dubes memerkenalkan saya kepada teman-temannya. Semua sudah mengelilingi meja-meja kecil yang dipenuhi gahwa (kopi bumbu khas Arab), jus dingin, air putih, kurma, dan sambosa. Begitu adzan terdengar berkumandang, semuanya langsung mengambil minuman untuk membatalkan puasa, lalu mencicipi kurma dan sambosa.

Suasana yang semula santai, tiba-tiba tampak bergegas. Sebentar kemudian semua sudah mengambil air wudhu, dan sudah siap sembahyang magrib berjamaah. Selesai shalat, mereka duduk mengitari meja-meja yang sudah penuh dengan hidangan pembuka. Di Turki dan negara-negara Mediterania hidangan pembuka ini disebut mezze. Jenisnya sangat mirip. Banyak yang dibuat dari buah zaitun, terong, dan chickpeas.

Setelah semua duduk, pelayan menuangkan zorba (sup kambing yang dikentalkan dengan gandum atau havermout) ke mangkuk-mangkuk kami. Hidangan utama harus diambil di meja prasmanan. Lagi-lagi daging kambing dalam berbagai jenis masakan melimpah ruah di meja itu. Setelah hidangan utama, pelayan datang lagi membawa kudapan pencuci mulut. Saya tidak tahu namanya, tetapi disajikan dalam loyang besar. Kudapan manis ini bentuknya seperti lapisan-lapisan panekuk tipis. Tiap lapisan diguyur madu Hadramaut yang manis dan jintan hitam yang agak pahit. Manis dan pahit ini justru menciptakan kontras yang indah, terbalut dalam panekuk yang lembut. Saya duga panekuknya dibuat dengan ghee atau purified butter, dan banyak telur. Arab banget rasanya!

Yang membuat saya terkejut adalah karena dua puluh menit kemudian, semua tamu sudah berdiri dan mohon pamit. Rupanya mereka semua harus pulang untuk shalat isha dan tarawih di rumah masing-masing atau di tempat lain. Ketika saya masih bengong, tiba-tiba sebuah Mercedes Benz milik tuan rumah sudah berhenti di depan saya. Pak Dubes menyuruh saya masuk. “Maaf, saya tidak dapat mengantar ke hotel. Mobil ini akan mengantarmu ke sana.”

Saya buka pintu mobil mewah itu. Lho, kok berat banget pintunya. Masa mobil mewah pintunya bobrok? Saya baru sadar kemudian bahwa ternyata mobil itu adalah jenis armored car yang anti peluru. Tebal kacanya lebih dari satu senti.

Esok malamnya, saya berbuka puasa dengan “rakyat”. Dari Jakarta, William Wongso mengirim SMS. “Harus coba makan di Alshaibani. Harus masuk ke dapurnya. Heboh!”

Dapurnya memang heboh menjelang saat berbuka puasa. Ada sekitar 20 tukang masak di dapur luas itu. Masing-masing punya tugas sendiri. Saya lihat ada beberapa tungku tandoori besar. Roti naan-nya besar-besar, seluas meja. Di dalam tandoori itu juga mereka memanggang ikan. Ikan panggang Alshaibani memang paling terkenal. Ikannya didatangkan dari Aden – pintu Selatan ke Laut Merah. Ikan semacam seabass utuh dibelah, dibumbui, lalu dipanggang. Tandoori adalah semacam gentong dari keramik yang dipanaskan sampai membara. Roti yang dipanggang ditempelkan ke dinding gentong yang membara. Ikan utuh dan paha kambing digantung di dalamnya. Cara panggang yang khas dan menghasilkan panggangan yang bersih dan bagus. Ikannya mak nyuss! Paha kambingnya juga mak nyuss!

Ketika saat berbuka puasa tiba, sekitar 200 tamu yang sudah duduk rapi di restoran itu, langsung minum dan menyantap makanan. Suasana hiruk pikuk luar biasa. Para pelayan berlari-lari mengantar paha kambing yang baru keluar dari tandoori, juga ikan panggang. Para tamu berteriak-teriak memesan ini dan itu.

Lima belas menit kemudian, hiruk-pikuk pun padam. Semua tamu bergegas pergi. Sekarang giliran para pelayan untuk berbuka puasa. Luar biasa! Begitu cepatnya semua itu berlalu.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com