Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wiranto: Militer tak Selalu Otoriter

Kompas.com - 03/09/2008, 19:28 WIB

JAKARTA, RABU -  Ketua Umum DPP Partai Hanura, Wiranto, mempertanyakan apakah masih relevan dikotomi sipil militer. Tegas dikatakan mantan Pangab era Orde Baru ini kalau dikotomi itu sudah tidak relevan lagi. Dalam diskusi yang diadakan di DPD, Rabu (3/9) Wiranto juga menyatakan, bila terus terjebak dalam dikotomi sipil-militer, mencari pemimpin yang berkualitas, maka itu adalah sebuah kesalahan besar.

"Militer yang sudah pensiun haknya sama dengan sipil dan tidak bisa lagi gunakan atribut militernya. Militer tidak bisa digeneralisasi, tidak selalu pikirannya otoriter. Didunia militer ada bermacam-macam karakter yang berbeda dimana ada kompetisi yang ketat sehingga tidak semua eks militer punya kualitas yang sama. Ada kompetisi yang ketat yang berdasarkan pengabdian, bakat, dan psikotest," kata Wiranto.

Wiranto menjelaskan, psikotest dilakukan sejak dirinya masuk menjadi tentara untuk menentukan apakah yang seorang punya bakat sebagai militer. Kemudian, cerita Wiranto lagi, psikotes berlanjut sampai jenjang karir selanjutnya, sehingga bisa dilihat apalkah bisa menjadi seorang komandan atau tidak.

"Oleh karena itu, figur pemimpin nasional tidak boleh buat dikotomi sipil militer. Yang menjadi acuan adalah apalah eks militer ataupun sipil sudah memenuhi kriteria pemimpin masa depan atau tidak. Paling tidak, yang bersangkutan harus memahami permasalahan bangsa saat ini," katanya.

Pernyataan Wiranto diamini oleh Ketua Umum DPP PAN, Soetrisno Bachir. Penerus Amien Rais ini juha berpendapat sama, sipil militer tidak usah dipermasalahkan lagi sebab penguatan sipil sudah merupakan suatu keniscayaan paska era reformasi.

"Wiranto sebagai capres juga bukan lagi mewakili militer karena sudah pensiun dan telah menjadi masyarakat sipil. Pemimpin masa depan harus mencari solusi bangsa yang jawabannya adalah membangun peradaban baru bangsa ini. Banyak budaya yang cenderung negatif saat ini dan teradopsi oleh budaya bangsa kita," Soetrisno Bachir berargumen.

Bagi pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusabakti, figur militer memang lebih kuat dalam kepemimpinan dan lebih cepat dalam bertindak. Akan tetapi dalam sejarah, negara ini pernah punya dua presiden dari militer yang karakternya berbeda.

"Satunya banyak belajar kepada sipil, sedangkan yang satunya lagi kebetulan mendapat gelar doktor sehingga enggan untuk belajar. Kalau seorang presiden itu ngambekan dan marah saat rapat kabinet, maka rakyat akan berpikir dua kali untuk memilih kembali, sebab perilaku-perilaku tersebut akan mempengahuri pskikologi massa," papar Ikrar.

Menurutnya, seorang presiden cukup memimpin skala makro dan menyerahkan urusan mikro kepada para pemimpin daerah. Seorang presiden, jelasnya lagi, cukup memberikan pengarahan-pengarah ah saja.

"Kita belum punya model bagaimana seorang presiden itu bisa terpilih. Bung Karno dan Soeharto terpilih karena faktor sejarah, Gus Dur naik karena kepentingan politik poros tengah, Mega terpilih karena Gus Dur jatuh, SBY tidak punya pengalaman dalam dunia politik dan tidak punya pengalaman jadi pemimpin daerah. Ini menjadi tantangan bagi generasi mendatang, untuk memilih pemimpin masa datang, jangan sekadar beriklan tapi rakyat tidak tahu bagaimana visi misinya ke depan," ungkap Ikrar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com