JAKARTA,SELASA - Film Drupadi yang baru saja dirilis 21 Agustus lalu menuai kritik dari World Hindu Youth Organization (WHYO). Meski baru berupa rilis, banyak pernyataan di dalam film ini yang dinilai merupakan penyimpangan tafsir dan interpretasi dari Kitab Suci Weda, termasuk Itihasa Weda Mahabarata.
Presiden WHYO Shri I Gusti Ngurah Arya Vedakarna mengatakan meski kritik ini bukan berupa somasi, WHYO meminta SinemArt yang memproduksi film yang dibintangi artis papan atas Dian Sastrowardoyo ini kembali mempertimbangkan beberapa bagian skenario dan adegan yang dianggap menyimpang. "Mumpung filmnya belum dirilis, kami memberi masukan untuk tidak menimbulkan gelombang protes lebih lanjut," ujar Arya dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa (2/9).
WHYO menentang keras pernyataan di dalam film bahwa peran Drupadi adalah untuk 'memanusiakan dirinya'. Pernyataan ini dianggap menyinggung perasaan umat Hindu Dunia karena umat Hindu percaya bahwa Dewi Drupadi adalah sosok wanita suci atau dewi, putri dari Dewa Agni. "Bagaimana mungkin Drupadi yang kami kenal sebagai dewi itu menjadi manusia. Kalimat memanusiakan dirinya itu kurang bijak," tambah Arya.
Selain itu, WHYO juga keberatan dengan pernyataan bahwa Drupadi melakukan poliandri atau memiliki banyak suami. Drupadi merupakan istri dari Pandawa Lima. Menurut Arya, istilah poliandri hanya dapat diberikan kepada manusia biasa. Pernikahan, perkawinan dan hubungan suami istri yang dilakoni oleh figur-figur yang disucikan hanyalah simbolik dari nilai-nilai yang hendak disampaikan oleh kitab suci.
"Jangan dianggap semua yang dikatakan poliandri itu dalam hal seks semata tapi ini hanyalah simbolik. Bahkan, kami lihat di media ada salah satu pemeran dengan entengnya mengatakan 'Ini bukan promosi poliandri lho'," tandas Arya. Sementara itu, dari website resmi Dian Sastro, WHYO mendapatkan sebuah pernyataan bahwa Bhima tidak pernah menyembah siapapun termasuk para dewa. Arya menolak tegas pernyataan ini karena dalam Kitab Suci dituturkan bahwa Pandawa Lima, termasuk Bhim, adalah pemuja Dewa Wisnu.
Menurut Arya, kemungkinan salah tafsir itu dapat saja dipengaruhi oleh pemahaman kisah Mahabharata sebagai bagian budaya asli Jawa dan Indonesia. Namun, Arya menyangkal hal tersebut karena kisah Mahabarata sendiri sudah ada sejak 5000 tahun lalu. Oleh karena itu, selain meminta SinemArt memperbaiki beberapa bagian dari film ini, WHYO juga menghimbau pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan film ini maupun film-film yang bernapaskan Hindu ke depannya untuk berdiskusi terlebih dahulu dengan Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat sebelum mengeksekusi film.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.