Rusia (2): Glasnost, Perestroika dan Macetlah Moskwa

Kedua sopir pun terlihat masih berdebat sambil menunjukkan kerusakan pada mobil masing-masing. Tak jelas apa yang baru saja terjadi. Yang pasti, kedua mobil itu dibiarkan berhenti di badan jalan dan menyebabkan kemacetan parah.

Saya yakin, kalau itu terjadi di Jakarta, rentetan klakson dan teriakan caci maki untuk kedua sopir itu sudah pasti akan mereka terima. Tapi ini Moskwa, Bung. Buat saya yang biasa hidup di Jakarta, suasananya jadi ganjil. Macet panjang, tapi tetap hening.  Kok bisa ya?

Lolos dari jembatan lingkar, kami sempat merasakan mobil melaju dengan lebih kencang, sebelum akhirnya terperangkap kemacetan lagi. Saat itulah, saya mendengar klakson untuk pertama kali. Mobil yang kami tumpangi akan berpindah jalur ke tengah, tapi ada mobil di belakang. Tet... hanya satu kali klakson dibunyikan, dan setelah itu selesai.

Inipun berbeda dengan yang saya alami di Jakarta, di mana orang berlomba-lomba untuk membuat klaksonnya menjadi nyaring, untuk mengusir bus besar atau angkot yang ngetem. Pencetnya pun enggak cukup satu kali. Berisik pokoknya. Wah wah... malu rasanya.

Sudah cukup lama perjalanan. Saya lalu melirik jam tangan saat plang airport sudah terlihat.  Jam 18.44 WIB, artinya jam 15.44 atau hampir jam 4 sore waktu Rusia. Berarti benar apa yang dibilang Vasilya, butuh waktu dua jam setengah untuk menempuh jarak 40 kilometer.  Jakarta banget...

(Bersambung)