Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Krisis Tenaga Audit Dana Kampanye Pemilu

Kompas.com - 11/08/2008, 22:41 WIB

JAKARTA, SENIN - Tidak mudah bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melakukan audit dana kampanye Pemilu 2009. Pasalnya, KPU dihadapkan pada persoalan minimnya jumlah akuntan yang bertugas mengaudit dana kampanye tersebut. Ada ketimpangan dalam hal jumlah antara jumlah akuntan dengan banyaknya rekening dana yang akan diaudit.

"Saat ini hanya ada sekitar 700 akuntan. Kantor akuntan publik yang ada di Indonesia sekitar 425, itupun yang ada di Jakarta hanya 200-an, lainnya tersebar di 22 provinsi," ujar Abdul Hafiz Anshary, ketua KPU usai bertemu dengan Anggota Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) di Gedung KPU, Jakarta, Senin (11/8).

Menurut Hafiz, jumlah 700 akuntan tersebut tidak sebanding dengan rekening yang hendak diaudit yang jumlahnya mencapai lebih dari 18 ribu. Banyaknya jumlah rekening itu, kata Hafiz, disamping dana dari 34 parpol peserta Pemilu, juga ada dana dari calon perseorangan anggota perwakilan daerah. "Paling sedikit butuh sekitar 23 tenaga auditor. Nah pertemuan dengan IAI ini adalah untuk mencari solusi guna mencari jalan keluar dari permasalahan yang ada," lanjut Hafiz Anshary.

Salah satu solusi yang dibicarakan antara KPU dan IAI untuk mengatasi ketimpangan jumlah akuntan dengan banyaknya rekening dana yang bakal diaudit itu adalah penggunaan tenaga akuntan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Pasalnya, BPKP memiliki lebih banyak auditor. "Ada usulan agar KPU berhubungan dengan BPKP, minta auditor saja, dan gabung ke kantor akuntan publik," ujar Hafiz.

Namun, usulan itu terbentur oleh UU karena BPKP memang tidak direkomendasikan oleh UU untuk melakukan audit dana kampanye Pemilu 2009. UU hanya memberikan rekomendasi kepada KAI. "Nah itu masalahnya. Boleh tidak KPU minta bantuan kepada BPKP. Tapi karena yang di UU itu harus KAI, mereka harus bergabung dulu," sambung dia.

Hafiz mengatakan, dari yang ia ketahui, selama ini, dalam prakteknya auditor BPKP bergabung dengan KAI. Ia mengatakan, jika para auditor tersebut sudah habis pekerjaannya di BPKP, mereka ke KAI juga. Jika saja auditor BPKP tersebut diperbolehkan bergabung ke KAI utnuk membantu tugas KPU, Hafiz meyakini bahwa persoalan tersebut akan teratasi. "Itu secara individu. Tapi memang kalau itu digabungkan, tenaganya cukup karena semua provinsi ada BPKP. Ini yang kami bicarakan. Kami harus pelajari matang karena tidak sesederhana yang kami bayangkan," katanya.

Tawaran lain dalam pertemuan tersebut adalah, bagaimana jika semua laporan di tingkat kabupaten kota, cukup dilaporkan ke provinsi saja. Jika seperti itu, selain menghemat biaya, juga akan memangkas jumlah auditor yang diperlukan. "Intinya, semua usulan nanti akan kami plenokan," tegas Hafiz.

Dalam pertemuan tersebut, muncul kekhawatiran dari pihak IAI, apakah mampu melaksanakan tugas yang diamanatkan UU tersebut. Belum ada kesepakatan berupa Memorandum of Understanding (MoU) dalam kesepatan tersebut. "Tujuan pertemuan ini adalah memperjelas posisi masing-masing. Tapi kesekapatan awal, kami siap membantu pelaksanaan audit dana kampanye karena itu amanat UU," ujar Atjeng Sastrawidjaja, anggota Dewan Pengurus Nasional IAI. (Persda Network/had)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com