Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berpeluh dan Berdebu di Suryakencana

Kompas.com - 04/05/2008, 15:18 WIB

BELUM lama, 30 tahun lalu, Bogor masih kota sejuk dan tenang. Berjalan kaki masih menjadi pengalaman yang memanjakan indra dengan pohon kenari di sepanjang jalan, sementara pemandangan ke arah Gunung Gede dan Pangrango menjadi sesuatu yang terberi.

Kota ini akan senyap pada pukul tujuh malam saat kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) di Jalan Pajajaran, Baranangsiang, di Jalan Gunung Gede, dan di Taman Kencana mengistirahatkan aktivitasnya.

Kehadiran lebih dari 4.000 mahasiswa di ketiga kampus itu memberi kehidupan pada Bogor. Bangunan kampus Baranangsiang yang berseberangan dengan Kebun Raya Bogor menjadi salah satu penanda Bogor setelah Indonesia merdeka, cantik dengan halaman rumput luas menghadap ke Jalan Pajajaran.

Penanda kota lain selain Kebun Raya, Istana Bogor, dan Museum Zoologi adalah Jalan Suryakencana yang tegak lurus dengan pintu masuk utama Kebun Raya. Pusat kegiatan lain berada di sekitar Jembatan Merah dan Pasar Anyar di bagian barat kota, bersebelahan dengan stasiun kereta api yang tiap hari membawa penumpang dari Bogor ke Jakarta.

Jalan Suryakencana adalah pusat keramaian Bogor. Bukan hanya karena di sepanjang tepi jalan itu bertempat tinggal dan berdagang warga Tionghoa sejak zaman kolonial, juga karena jalan itu adalah akses termudah mencapai Bandung dari Jakarta melalui Puncak sebelum ada Jalan Tol Jagorawi.

”Kalau mau ke Puncak, dulu melalui Jalan Suryakencana. Di sana pusat keramaian kota, ramai dalam arti Bogor yang sepi, lho,” kenang Kismono (65), mantan dosen di Fakultas Peternakan IPB dan kini pengajar program D-3 IPB. Kismono datang ke Bogor pada tahun 1961 sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan IPB yang ketika itu masih di bawah Universitas Indonesia.

Jejak perubahan

Itu dulu. Setelah Jalan Tol Jagorawi memudahkan akses Jakarta-Bogor, Bogor tumbuh cepat. Sayangnya, nasibnya sama seperti banyak kota di Indonesia: tumbuh kurang terencana.

Sebagai kota, usia Bogor sangat tua. Secara resmi kota ini menyebut hari lahirnya 3 Juni 1482, dihitung dari saat penobatan Raja Siliwangi dari Kerajaan Padjadjaran. Kampung yang sudah ada saat itu, antara lain Baranangsiang, Lawanggintung, dan Lawang Seketeng. Tempat tersebut berada tidak jauh dari Jalan Batutulis, diambil dari nama Prasasti Batu Tulis yang mencatat nama-nama kampung itu dan Pakuan sebagai ibu kota, dengan Lawanggintung dan Lawang Seketeng bersisian dengan Jalan Suryakencana.

Melihat Jalan Suryakencana sekarang, sulit membayangkan kawasan itu pernah jadi pusat keramaian Bogor seperti dikenang penduduk Bogor dan orang-orang yang tiga generasi tinggal di jalan tersebut maupun dari namanya yang menyiratkan kecemerlangan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com