Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Remy Silado Membocorkan Naskah Drama Musikalnya

Kompas.com - 21/03/2008, 13:27 WIB

Ya, Mas Jose sempat cerita juga bahwa kemungkinan ada adegan yang urutannya ditukar.
Ya, memang dia sudah bicara sejak awal misalnya Adegan Keraton itu ditaruh di depan. Saya bilang silakan, tidak apa-apa. Kita juga memainkan karya yang standar seperti Shakespeare bisa mengubah-ubah. Dan itu memang merupakan bagian dari hak lisensia poetika seorang sutradara.

Saya juga sempat mengobrol dengan direktur artistik dan penata kostum. Mereka punya sudut pandang yang berbeda tentang bagaimana memandang naskah ini. Menurut Inez, yang pertama kali ia tangkap adalah pertentangan; baik-jahat, modern-tradisional. Sementara Amsalan melihat bahwa di luar si baik dan si jahat, ada geng; teman-teman Bawang Bombay, burung-burung. Dan burung-burung itu dia gambarkan sebagai mafia, bukan burung dengan bulu dan sayap putih…

Hahaha. Ya bagus kan, jadi ada kebebasan di situ. Ketika saya menulis pun barangkali saya sangat sempit. Ketika saya pentaskan itu, maka saya berubah juga dari hanya sekadar naskah. Itu selalu harus terjadi. Jadi orang lain juga berubah lagi. Justru di situ yang saya bilang tadi, kayanya lisensia poetika seorang sutradara dalam menafsir, dan staf-staf artistiknya.

Berarti dia [Amsalan] cukup cerdas. Saya memang tidak menafsir harafiah seperti itu. Di situ saya mau menafsir tentang bagaimana kebebasan; burung bisa terbang ke mana-mana, burung bisa juga komentar, dalam cerita ini. Lalu burung bisa senasib sepenanggungan dengan tokoh yang disia-siakan. Kalau kita lihat secara sosial, kita selalu mengira bahwa burung hanya bisa berkicau. Di sini saya mencoba mengatakan bahwa di dalam kicauan burung itu ada penderitaan, dan ketika ada tokoh Bawang Putih yang menderita, dia merasa senasib sepenanggungan, mendukung tokoh itu.

Di awal ketika menggarap ini, Inez juga sempat selintas merasa khawatir tentang adegan anak yang membunuh ibu orang lain, dan anak yang akan menghasut – yang sepertinya tidak sesuai dengan karakter anak-anak. Bagaimana pendapat Mas Remy?
Barangkali itu bisa dilihat dalam cerminan di belakang cermin yang kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Ada orang yang berpenampilan lugu, lalu dia masuk golongan tertentu, dia menjadi jahat. Kita bisa melihat cerminan itu dalam kehidupan sekarang ini, setelah reformasi bergulir dengan tidak sepenuh hati.

Lalu tentang pertentangan baik-jahat, bukankah konflik bisa bermacam-macam?
Konflik paling hakiki di dalam teater modern adalah konflik psikologis, bukan konflik fisikal. Teater rakyat, teater tradisional Indonesia menyelesaikan konflik secara fisikal. Sementara naskah teater modern – teater yang berorientasi pada sastra – menyelesaikan konflik psikologis.

Bukankah konflik psikologis tidak hanya tentang baik-jahat?
Oh, selalu, harus baik-jahat. Sebab perwajahan manusia di situ cuma dua, berbuat baik atau berbuat jahat. Makanya timbul paling klasik di dalam teater itu adalah topeng tragedi dan topeng komedi. Topeng sedih dan topeng gembira. Hanya dua perwajahan dalam keinsanian manusia, yaitu jahat dan baik, yang diekspresikan secara fisikal dengan tragedi dan komedi. Makanya ketika orang selalu mengira jahat itu hanya pelaku yang nampak, si Bawang Merah, kita lupa bahwa di belakang kejahatan itu ada iblis, yang tidak nampak. Nah saya mau menggambarkan Bawang Bombay kira-kira sebagai iblis yang nampak.

Kembali ke naskah, kenapa menggunakan musik The Beatles?
Saya setuju dengan pandangan tahun ’80 oleh Ned Rorem, komponis dari Amerika, ketika dia menulis bahwa ada 4 B di dalam sejarah musik dunia. Pertama, Bach; kedua, Beethoven; ketiga, Brahms, dan keempat The Beatles. Jadi musik The Beatles itu sudah mencapai tingkat klasik dalam pengertian tingkat yang bermutu sangat tinggi. Sebab dia menemukan harmoni di dalam akord. Selain itu, musik the Beatles sangat komunikatif untuk generasi muda kapan pun.

Dalam memilih lagu, saya mencocok-cocokkan saja. Misalnya lagu Hey Judejude-nya itu ternyata Judy, kekasihnya. Jadi disesuaikan dengan irama. Tapi yang paling penting, hampir semua irama musik the Beatles itu dasarnya rock. Biarpun slow, dia rock. Musik rock itu adalah musik yang sangat komunikatif bagi semua generasi; generasi tua dulu juga generasi muda, jadi dia juga bagian dari budaya rock tadi.

Apakah disesuaikan juga dengan sejarah lagu itu sendiri?
Tidak, sama sekali tidak. Sebab saya cuma mengambil semangat melodi dan ritme lagu itu. Melodi dan ritmenya itu saya pakai, kemudian liriknya saya sesuaikan dengan cerita.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com