Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Desa Konvervasi di Habitat Orangutan

Kompas.com - 18/02/2008, 21:38 WIB

MEDAN, SENIN- Lembaga pemerhati lingkungan membuat desa konvervasi di daerah habitat orangutan s umatera (pongo abelii). Tujuan dibuatnya desa konvervasi itu untuk melindungi populasi orangutan yang kian terancam dari kepunahan.

"Desa konservasi ini dibuat sebagai upaya melindungi orangutan Sumatera.Melalui desa konservasi habitat orangutan tetap terjaga, namun masyarakat meningkat kesejahteraannya," kata Burhan dari K onsorsium Pusaka Indonesia (terdiri dari lembaga swadaya masyarakat lingkungan) usai persentasi di depan instansi terkait di Sumut, Senin (18/2).

Menciptakan desa konvervasi itu dilakukan setelah melalui survei terlebih dahulu. Desa yang layak dikembangkan menj adi desa konservasi paling tidak lingkungannya sedang dalam kondisi terancam, ada orangutannya, dan ada kesediaan masyarakat menjalankan program sebagai desa konservasi.

Konsorsium Pusaka mendirikan desa konservasi di Kabupaten Dairi dan Pakpak Bharat. Sebagai proyek percontohan, di daerah itu didirikan tiga desa konservasi. Tidak ada pembagian uang ke masyarakat. "Yang ada adalah program ke masyarakat agar bisa hidup lebih sejahtera tanpa harus merusak lingkungannya," katanya. 
Efrizal dari Konsorsium Pekat (terdiri dari tiga LSM lingkungan) mengatakan desa konservasi merupakan contoh bagi daerah lain tentang upaya konservasi. Model konservasi, katanya, mesti harus menguntungkan masyarakat setempat. "Kami melakukan pemberdayaan masyarakat dengan melihat potensi setempat," tuturnya.

Tenaga Terampil

Dalam pelaksanaannya, pembentukan desa konservasi melibatkan tenaga terampil salah satunya ahli pertanian. Mereka, kata Efrizal, melakukan sekolah lapangan ke masyarakat. "Program berlanjut sampai pada pengelolaan keuangan hasil pertanian," katanya.

Konsorsium Pekat sendiri membentuk desa konservasi di Langkat dan Aceh Selatan (NAD). Daerah itu merupakan salah satu habitat orangutan yang termasuk dalam Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Berdasarkan perkiraan , jumlah orangutan yang tersisa kini mencapai 6.500 ekor. Padahal, pada 2004, diperkirakan jumlah mereka sampai 7.500 ekor. Keberadaan mereka terpisah-pisah yang terkonsentrasi di TNGL (Sumut dan NAD) dan kawasan lindung hutan Batang Toru (Sumut).

Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Sumut Syamsul Arifin mengatakan ada sejumlah kekayaan fauna dan kawasan yang kini dalam kondisi kritis. Lantaran itu, dia meminta agar konservasi tidak hanya dilakukan di habitat orangutan Sumatera saja. Melainkan juga dilakukan di habitat fauna khas lain di antaranya gajah sumatera, harimau sumatera, dan beo nias. Begitupun dengan kon servasi di daerah kawasan strategis seperti ekosistem Danau Toba, hutan mangrove Pantai Timur Sumatera yang kondisinya mengkhawatirkan.(NDY)   

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com