Salin Artikel

Kualitas Menteri Syahrul...

Sejumlah orang terbelalak melihat kemana dana itu mengalir. Dana itu mengalir untuk membayar dokter kecantikan anak SYL, membayar renovasi rumah anak SYL, ulang tahun cucu SYL, skincare anak-cucu SYL, pembelian onderdil kendaraan anak-anak SYL dan sejumlah pengeluaran lainnya.

Saya menerima infografis itu disertai catatan, “Korupsi menteri paling gila ini urusan keluarganya semuanya dibiayai negara.”

Aliran dana kementerian itu diceritakan oleh staf atau para pembantu SYL di persidangan terbuka untuk umum. Majelis hakim pun seperti terbelalak mendengar bagaimana dana kementerian itu dijadikan “bancakan” keluarga SYL.

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh mengaku sedih mendengar cerita kelakuan menteri Syahrul di persidangan.

“Saya enggak tahu betul-betul itu, dan itu saya sedih aja kalau ada hal-hal seperti itu," ucap Paloh usai menghadiri acara ulang tahun Akademi Bela Negara (ABN) NasDem di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (2/5).

Cerita soal penggunaan dana negara untuk “bancakan” sebenarnya bukan kali ini saja terjadi. Banyak sekali cerita dana haram itu dipakai untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau partai politik.

Untuk membeli sepeda, untuk membayar biduanita, termasuk untuk menyumbang pembangunan tempat ibadah.

Apakah itu hanya menteri Syahrul? Saya yakin itu fenomena gunung es saja. Syahrul mungkin lagi apes ketika ditangkap KPK dan kemudian ditelusuri kemana uang itu mengalir.

Dunia seakan tidak adil. Di level elite, menteri Syahrul seperti leluasa tanpa kontrol DPR dan inspektorat jenderal bagaimana menggunakan dana kementerian untuk kepentingan sanak saudara.

Sementara pada sisi lain, bagaimana masyarakat sipil berjibaku untuk menggalang dana untuk membantu sesama.

Melalui Kitabisa.com, bisa disaksikan bagaimana masyarakat sipil menggalang dana untuk menutup biaya operasional panti asuhan, menggalang dana untuk menutup biaya operasional ambulans rakyat, penggalangan dana untuk memperdalam sumur dan membiayai pengobatan orang yang terkena penyakir kronis, sedekah air bersih, urunan untuk menanggulangi darurat sampah.

Di awal pemerintahan Presiden Jokowi sebenarnya menawarkan harapan kepada bangsa ini dengan jargon: Revolusi Mental.

Karena tak disertasi definisi operasional mengenai Revolusi Mental, saya menafsirkan revolusi mental sebagai perubahan perilaku koruptif menjadi perilaku masyarakat yang lebih bersih.

Namun sayang Revolusi Mental sudah lenyap dalam kamus politik. Korupsi, kolusi dan nepotisme justru kian menjadi-jadi di semua level pemerintahan. Jiwa reformasi yakni antikorupsi dan nepotisme: telah mati!

Bangsa ini boleh jadi telah bergerak mundur ke belakang. Saya teringat ucapan salah seorang proklamator Mohammad Hatta (12 Agustus 1902-14 Maret 1980) yang dicatat di Colomadu, Solo, Jawa Tengah.

Hatta ditulis demikian, “Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur itu sulit diperbaiki.”

Kejujuran adalah satu kota kata yang hilang dalam kehidupan sehari-hari. Dalam sistem politik dol tinuku (jual beli), kejujuran, etika dan moralitas menjadi bahan bercanda.

“Hari begini kok ngomong etika. Ini zaman edan. Ora edan ora keduman.” Semua ngedan untuk ikut bancakan uang-uang rakyat.

Hatta, salah seorang tokoh bersih dan jujur mungkin akan menangis melihat nasib negeri.

Saya membaca buku berjudul, KPK Berdiri untuk Negeri (2019) yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas. Dalam buku itu ada penggalan kutipan antara Hatta dan Rahmi Hatta (istri Hatta). Saya pernah menulis esai ini di Kompas, 16 November 2019.

+ ”Ayah, kenapa tidak bilang kalau akan ada pemotongan uang? Uang yang susah payah ditabung jadi tidak cukup lagi untuk beli mesin jahit”.
- ”Yuke, seandainya saya mengatakan padamu, engkau pasti menyampaikan pada ibumu, lalu kalian berdua mungkin akan memberi tahu kawan lainnya. Itu tidak baik…”.

Itulah penggalan percakapan Hatta dan Rahmi Hatta. Yuke tiap bulan menyisihkan uang yang diberi suaminya.

Yuke menabung untuk membeli mesin jahit. Ketika jumlah tabungannya sudah cukup untuk dibelikan mesin jahit, tiba-tiba Wakil Presiden Mohammad Hatta, pada 19 Maret 1950, mengumumkan pemotongan nilai rupiah (sanering).

Nilai uang kertas Rp 5 ke atas dinyatakan hanya bernilai separuh. Tabungan Yuke pun berkurang jauh nilainya. Mesin jahit tak terbeli.

Peristiwa itu terjadi hampir 70 tahun lalu, tetapi relevan untuk didiskusikan. Hatta adalah salah satu dari sekian orang besar yang dimiliki republik ini.

Dalam posisinya sebagai wakil presiden, Hatta bisa membisikkan rencana kebijakan pemerintah kepada keluarganya. Namun, Hatta tidak melakukannya.

Dia teguh pada pendirian. Dia teguh pada integritasnya. Sebab, integritas dan kejujurannya itulah, nama Hatta diabadikan sebagai nama anugerah gerakan antikorupsi, Bung Hatta Anti Corruption Award.

Presiden Joko Widodo, saat menjadi Wali Kota Solo, mendapat Bung Hatta Anti Corruption Award pada 2010.

Kisah anak bangsa juga datang dari Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara. Dia tidak pernah tergoda mengambil uang negara yang dikelolanya. Padahal, kehidupan keluarganya kekurangan.

Demi menyambung hidup, sang istri, Halimah, berjualan sukun goreng.

Ada juga kisah Baharuddin Lopa, mantan Jaksa Agung. Seperti ditulis dalam buku itu, seorang bupati mengisi bensin di tangki mobil Lopa. Lopa marah dan meminta agar tangki dikosongkan kembali.

Ada juga kisah Agus Salim dan kisah mantan Kapolri Jenderal Hoegeng.

Bagaimana dengan Menterti SYL. Terasa begitu kontras. Kisah di atas adalah sebagian litani kejujuran anak bangsa.

Di tengah masifnya korupsi, bangsa ini pernah memiliki anak bangsa yang mengedepankan kejujuran. Mengedepankan integritas. Membedakan milikmu dan milikku. Pemerintah dan pribadi. Urusan negara dan dan urusan keluarga.

Besar kecilnya bangsa ditentukan kualitas manusianya. Mengutip Proklamator Soekarno, ”tiap bangsa punya orang besar. Tiap periode dalam sejarah mempunyai orang besar. Tetapi, lebih besar daripada Mahatma Gandhi adalah jiwa Mahatma Gandhi, lebih besar dari Stalin adalah jiwa Stalin, lebih besar dari Roosevelt adalah jiwa Roosevelt…”.

Adapun Hatta dengan mengutip penyair Jerman, Friedrich Schiller, mengatakan, ”Sebuah abad besar telah lahir, tetapi ia menemukan generasi yang kerdil.”

Bangsa ini tengah bergerak melahirkan generasi kerdil. Kerdil dalam arti tak lagi punya rasa malu, tak lagi mengedepankan etika dan moralitas.

KPK yang awalnya dianggap sebagai kebutuhan bangsa, digerogoti dan dijadikan musuh bersama karena perilaku mereka dan orkestrasi elite politik.

Ketika korupsi sempat dianggap sebagai musuh utama bangsa, kini ia dianggap sebagai penghambat investasi dan penghambat untuk mempercepat akumulasi kekayaan.

Terjadi dekonstruksi makna di sana. Padahal, Amos Bronson Alcott (1799-1888), pendidik di Amerika Serikat, pernah mengatakan, ”Sebuah pemerintahan yang hanya melindungi kepentingan bisnis, tak lebih dari sekadar cangkang, segera runtuh oleh korupsi itu sendiri dan pembusukan.”

Padahal, nyatanya, korupsi selain merugikan keuangan negara, juga merusak modal sosial, hubungan saling percaya di tengah masyarakat.

Ketika modal sosial digantikan hubungan dol tinuku (jual beli), aku-kasih-apa-aku-dapat-apa, modal sosial juga bakal lenyap. Kerusakan itu begitu parah.

Seperti kisah ”orang suci” anak negeri, peribahasa Jawa mengatakan, ”jujur ora kekubur, salah bakal kedhudhah”. Kejujuran tak akan mati dan dilupakan, sedangkan salah atau kesalahan akhirnya akan diketahui orang.”

Menyongsong pemerintahan baru yang akan dilantik 20 Oktober 2024 dan 100 tahun Republik, bangsa ini lebih banyak butuh orang jujur dan berintegritas. Satunya kata dan perbuatan.

Kisah Menteri SYL menjadi kisah gelap negeri ini. Perlu pendekatan berbeda mengatasi korupsi, termasuk membangun museum korupsi.

Di setiap kantor kementerian, perlu dipasang foto-foto menteri yang korupsi agar tetap diingat sebagai “pengkhianat” terhadap konstitusi dan bangsa ini…

https://nasional.kompas.com/read/2024/05/04/06000021/kualitas-menteri-syahrul

Terkini Lainnya

Idul Adha 2024, Ma'ruf Amin Ajak Umat Islam Tingkatkan Kepedulian Sosial dan Saling Bantu

Idul Adha 2024, Ma'ruf Amin Ajak Umat Islam Tingkatkan Kepedulian Sosial dan Saling Bantu

Nasional
Jokowi, Megawati, hingga Prabowo Sumbang Hewan Kurban ke Masjid Istiqlal

Jokowi, Megawati, hingga Prabowo Sumbang Hewan Kurban ke Masjid Istiqlal

Nasional
KIM Disebut Setuju Usung Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta, Golkar: Lihat Perkembangan Elektabilitasnya

KIM Disebut Setuju Usung Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta, Golkar: Lihat Perkembangan Elektabilitasnya

Nasional
Isu Perombakan Kabinet Jokowi, Sandiaga: Saya Siap Di-'reshuffle' Kapan Pun

Isu Perombakan Kabinet Jokowi, Sandiaga: Saya Siap Di-"reshuffle" Kapan Pun

Nasional
Hadiri Lion Dance Exhibition, Zita Anjani Senang Barongsai Bertahan dan Lestari di Ibu Kota

Hadiri Lion Dance Exhibition, Zita Anjani Senang Barongsai Bertahan dan Lestari di Ibu Kota

Nasional
Timwas Haji DPR Ajak Masyarakat Doakan Keselamatan Jemaah Haji dan Perdamaian Palestina

Timwas Haji DPR Ajak Masyarakat Doakan Keselamatan Jemaah Haji dan Perdamaian Palestina

Nasional
5 Perbaikan Layanan Haji 2024 untuk Jemaah Indonesia: 'Fast Track' hingga Fasilitas buat Lansia

5 Perbaikan Layanan Haji 2024 untuk Jemaah Indonesia: "Fast Track" hingga Fasilitas buat Lansia

Nasional
Timwas Haji DPR Ingatkan Panitia di Arab Saudi untuk Selalu Awasi Pergerakan Jemaah

Timwas Haji DPR Ingatkan Panitia di Arab Saudi untuk Selalu Awasi Pergerakan Jemaah

Nasional
Safenet Nilai Pemblokiran X/Twitter Bukan Solusi Hentikan Konten Pornografi

Safenet Nilai Pemblokiran X/Twitter Bukan Solusi Hentikan Konten Pornografi

Nasional
Pastikan Keamanan Pasokan Energi, Komut dan Dirut Pertamina Turun Langsung Cek Kesiapan di Lapangan

Pastikan Keamanan Pasokan Energi, Komut dan Dirut Pertamina Turun Langsung Cek Kesiapan di Lapangan

Nasional
Bersikeras Usung Ridwan Kamil di Jawa Barat, Golkar: Di Jakarta Surveinya Justru Nomor 3

Bersikeras Usung Ridwan Kamil di Jawa Barat, Golkar: Di Jakarta Surveinya Justru Nomor 3

Nasional
Soal Tawaran Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Sandiaga: Lebih Berhak Pihak yang Berkeringat

Soal Tawaran Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Sandiaga: Lebih Berhak Pihak yang Berkeringat

Nasional
PPP Tak Lolos Parlemen, Sandiaga: Saya Sudah Dievaluasi

PPP Tak Lolos Parlemen, Sandiaga: Saya Sudah Dievaluasi

Nasional
Respons Menko PMK, Komisi VIII DPR: Memberi Bansos Tidak Hentikan Kebiasaan Berjudi

Respons Menko PMK, Komisi VIII DPR: Memberi Bansos Tidak Hentikan Kebiasaan Berjudi

Nasional
Eks Penyidik Sebut KPK Tak Mungkin Asal-asalan Sita HP Hasto PDI-P

Eks Penyidik Sebut KPK Tak Mungkin Asal-asalan Sita HP Hasto PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke