Salin Artikel

Wajah Suram Demokrasi Indonesia

Henry Subiakto dalam bukunya Komunikasi Politik, Media & Demokrasi menjelaskan bahwa kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani “Demos” (khalayak/rakyat) dan “Kratos” (pemerintahan). Artinya sistem pemerintahan yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tetinggi.

Secara prinsip, filsuf Aristoteles mengatakan bahwa demokrasi mengusung kebebasan yang memungkinkan setiap orang berhak berpartisipasi secara aktif untuk terlibat maupun mengontrol kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah (John L. Esposito).

Demokrasi mengajarkan kita bahwa segala pengambilan keputusan di level negara harus bersifat inklusif, partisipatif, dan akuntabel dengan pengutamaan terhadap hak asasi manusia, kebebasan sipil dan keadilan sosial.

Negara yang menerapkan sistem demokrasi memiliki beberapa ciri, antara lain memiliki perwakilan rakyat yang dipilih melalui pemilu jujur dan adil, keputusan/kebijakan pemerintah yang ditetapkan untuk kepentingan rakyat, dan menerapkan konstitusi yang disusun untuk kepentingan bersama secara adil dan tidak memihak kelompok atau golongan tertentu.

Oleh karena itu, berdasarkan definisi, prinsip, dan karakteristik negara demokrasi, segala hal yang diputuskan oleh negara harus berlandaskan kepentingan rakyat, bukan untuk memuaskan kepentingan kelompok tertentu.

Kontroversi perjalanan demokrasi di Indonesia

Namun dalam penerapannya, perjalanan demokrasi di repubik ini nyatanya tidak lepas dari berbagai kontroversi, sejak merdeka dari belenggu kolonial, Indonesia menganut dan menerapkan sistem demokrasi dalam bernegara.

Nyawa demokrasi tercermin dalam konstitusi yang mengacu kepada UUD 1945. Pertama dalam pembukaan alinea ke-empat disebutkan bahwa kemerdekaan Indonesia disusun dalam Undang-Undang Dasar Negara yang berdasarkan kedaulatan rakyat.

Kedua, tercantum dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Dasar.

Namun sayangnya, perjalanan demokrasi di Indonesia sangat kompleks dan kontroversial dari masa ke masa, khususnya dalam konteks politik elektoral.

Di era Orde Lama, wajah demokrasi mengalami tantangan berat, perselisihan antara Soekarno dan parlemen dalam penyusunan konstitusi dan kenegaraan menyebabkan Presiden pertama RI mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 untuk memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai konsititusi dan membentuk dasar bagi penerapan Demokrasi Terpimpin.

Terlepas dari klaimnya yang bertujuan menjaga stabilitas politik dan keutuhan negara, sisi kontroversinya terletak pada penetapan Soekarno sebagai presiden seumur hidup dengan kekuatan tidak terbatas yang tentunya kontradiktif dengan nyawa demokrasi.

Tidak hanya itu, di era Orde Baru demokrasi ditandai dengan penempatan negara sebagai aktor tunggal sehingga terjadi pergeseran model demokrasi yang digantikan dengan feodalisme.

Tujuannya untuk menggabungkan birokrasi negara dan militer dalam satu komando serta menyingkirkan partai massa yang dianggap berpotensi membahayakan stabilitas kekuasaan (Purnaweni, 2004 dalam artikel Demokrasi Dari Masa ke Masa).

Di era ini pemilu terselenggara secara formal-simbolik dan Soeharto secara kontroversial terpilih sebagai presiden dan berhasil melanggengkan kekuasaannya yang militeristik selama 32 tahun hingga pada akhirnya berhasil dilengserkan oleh revolusi mahasiswa pada Mei 1998 (Sugitanata & Majid).

Sementara di era reformasi yang menjadi babak ‘baru’ perjalanan demokrasi di Indonesia juga tidak luput dari masalah.

Diniyanto (2019) dalam artikelnya “Politik Hukum Regulasi Pemilu di Indonesia: Problem dan Tantangannya” berargumen bahwa terkait UU No 7 Th. 2017 sebagai dasar hukum pemilu pada praktiknya masih menuai kontroversi yang mengatur tentang presidential threshold sebagai ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.

Sebagian besar politikus menilai ada sisi ketidakadilan hak politik untuk partai yang tidak mampu memenuhi batas minimal dukungan suara.

Dengan kata lain, hak demokrasi dalam konstitusi akan terabaikan dan berpotensi membuat banyak pihak mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

Dampak buruk pelanggaran demokrasi

Kontroversi perjalanan demokrasi di negara ini tentunya memunculkan dampak buruk yang secara potensial merugikan.

Langgengnya politik dinasti yang disertai maraknya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme karena kelompok penguasa akan memprioritaskan keluarga serta kelompok tertentu dalam berbagai jabatan strategis, akibatnya kebijakan negara akan dibuat sesuai dengan kepentingan politik dinasti.

Hal semacam ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Di Filipina, 70 persen anggota kongresnya berasal dari dinasti politik dan sebagai dampaknya kondisi sosio-ekonomi masyarakatnya mengalami masalah, seperti meningkatnya tingkat kemiskinan di berbagai provinsi yang jauh dari pusat negara.

Selain itu, pelanggaran demokrasi juga akan menyuburkan praktik penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Seorang pemimpin yang lahir dari pelanggaran demokrasi akan bertindak seperti ‘tangan besi’ dan berpotensi membentuk rezim otoriter yang kebal terhadap hukum.

Tidak hanya itu, pemimpin semacam ini juga akan berpotensi melemahkan oposisi politik, menekan pluralitas politik serta membungkam kebebasan berpendapat karena dianggap sebagai ancaman.

Jadi tidak heran jika nanti kritik dari berbagai kelompok seperti guru besar, akademisi, suara mahasiswa, dan masyarakat akan diabaikan dan tidak dipertimbangkan apabila bertentangan dengan kepentingan sang penguasa.

Konsekuensi berikutnya adalah terhambatnya pemimpin-pemimpin baru yang kompeten dan layak bersaing di arena politik.

Hal ini terjadi karena oligarki dari politik dinasti akan melakukan berbagai cara untuk melanggengkan kekuasaannya melalui jalan nepotisme dengan mengabaikan mekanisme demokratis yang memperhitungkan kemampuan dan integritas individu.

Selain itu, konsekuensi ini juga akan menimbulkan stagnasi dalam inovasi kebijakan dan pembaharuan pemerintahan, karena posisi kepemimpinan dikuasai oleh kelompok penguasa.

Melihat perjalanan demokrasi di Indonesia dengan segala kontroversi dan konsekuensinya, penting bagi kita sebagai rakyat untuk berpikir kritis, meningkatkan literasi politik, dan berperan aktif mengawasi jalannya pemerintahan supaya tidak dikuasai rezim otoriter.

Rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di negara ini harus memastikan bahwa praktik demokrasi di negeri ini tetap kuat dan inklusif untuk melawan kelompok elite penguasa yang merugikan bangsa dan memastikan bahwa Indonesia terus berkembang sebagai negara demokrasi yang semestinya.

Jika tidak, maka kita akan terus berada dalam belenggu kejahatan rezim penguasa yang terstruktur, sistematis, dan masif.

https://nasional.kompas.com/read/2024/04/23/08052861/wajah-suram-demokrasi-indonesia

Terkini Lainnya

Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Nasional
Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Nasional
BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

Nasional
Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Nasional
PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

Nasional
Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Nasional
Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Nasional
Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Nasional
Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Nasional
Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Nasional
Pelaku Judi 'Online' Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Pelaku Judi "Online" Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Nasional
Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Nasional
Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya 'Gimmick' PSI, Risikonya Besar

Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya "Gimmick" PSI, Risikonya Besar

Nasional
Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke