Salin Artikel

30 Persen Keterwakilan Perempuan dalam UU Pemilu Dinilai Belum Efektif, Hanya Sebatas "Lip Service"

JAKARTA, KOMPAS.com - Keterwakilan perempuan dalam pemilu 2024 dinilai belum maksimal meski sudah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Pemilu. 

Politisi Partai Golkar Melli Darsa menilai, petinggi partai politik harus melakukan intervensi untuk mewujudkan afirmasi bahwa calon legislatif (caleg) perempuan yang kompeten tetap bisa lolos di parlemen.

"Sehingga kebijakan afirmasi 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen dapat terwujud," kata Meli dalam seminar bertajuk "Keterwakilan Perempuan Lewat Pileg, Afirmasi atau Fiksi?" di Universitas Jayabaya, Jakarta Timur, Senin (4/3/2024), sebagaimana dilansir Antara.

Caleg DPR RI dari Dapil Jabar III itu menyebutkan, afirmasi keterwakilan perempuan dalam politik adalah kebijakan yang sudah dilahirkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan

"Yakni UU Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perppu Nomor 1 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum," katanya.

Dalam Pasal 173 ayat 2 butir e disebutkan "menyertakan paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat". Pasal 245 menyebutkan pula bahwa daftar bakal calon memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.

"Namun, hingga saat ini kebijakan ini masih belum efektif dan cenderung hanya merupakan suatu 'lip service'," kata dia.

Menurut dia, sistem pemilu yang memiliki banyak partai dan masing-masing partai harus menyediakan begitu banyak calon merupakan tantangan yang dihadapi caleg perempuan menjadi lebih berat lagi.

Apalagi di tengah rakyat dibuat bingung harus pilih siapa di kertas suara dengan banyak nama tersebut.

"Ini belum mempertimbangkan kesanggupan finansial yang dibutuhkan untuk nyaleg," kata Melli.

Faktor lainnya adalah jarang ada perempuan yang secara mandiri dapat mengeluarkan uang yang diperlukan, tanpa dapat bergantung pada fasilitas dan bantuan sosial yang umumnya hanya tersedia kepada caleg petahana atau "incumbent".

Berdasarkan pengalamannya, uang untuk proses politik yang harus dikeluarkan sebagai caleg perempuan, umumnya lebih tinggi dari caleg laki-laki.

"Karena kita harus melewati banyak perantara untuk dapat menembus ke pihak-pihak yang memiliki pengaruh untuk mengamankan atau memperkuat kedudukan kita sebagai caleg," katanya.

Dia juga menyayangkan aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) KPU yang justru banyak menghasilkan kesalahan sehingga merugikan suara caleg perempuan.

Karena itu, dia meminta para petinggi partai politik (parpol) dapat mengintervensi untuk memastikan bahwa caleg perempuannya yang memiliki kualitas dapat lolos ke parlemen.

"Kebijakan afirmasi yang ada harus lebih berani menempatkan perempuan sebagai wakil rakyat," ucapnya.

Berbagai indikasi praktik kurang sehat dari kekisruhan penghitungan suara serta pengkondisian secara sistemik di Pemilu 2024, kata Melli, berpotensi menurunkan afirmasi keberadaan perempuan di parlemen.

Pengamat politik dari Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti mengatakan bahwa aturan atau pemberian sanksi bagi parpol yang tidak memenuhi keterwakilan perempuan per dapil di pemilihan umum legislatif (pileg) sudah mulai hilang.

"Dulu (parpol) terkena sanksi diskualifikasi. Artinya, parpol itu tidak berhak mendapatkan kursi bila tidak memenuhi kualifikasi 30 persen per dapil," katanya.

Parpol bisa ikut pemilu tapi tidak dihitung perolehan suaranya karena tidak memenuhi kualifikasi itu.

Karena itu, parpol bisa kembali menganut sistem "zig-zag" seperti Pemilu Legislatif 2019 bahwa suaranya diutamakan untuk perempuan.

Misalnya, parpol mendapatkan dua kursi dalam satu dapil, harus diutamakan penghitungan suara kepada perempuan dari perolehan suara terbanyak di dapil itu.

"Meskipun di atasnya ada caleg laki-laki, namun karena kepentingan 'zig zag' itu, maka yang lebih diutamakan adalah perempuan," kata Ray.

https://nasional.kompas.com/read/2024/03/04/22500571/30-persen-keterwakilan-perempuan-dalam-uu-pemilu-dinilai-belum-efektif-hanya

Terkini Lainnya

Pansel Diminta Coret Capim KPK yang Buruk, Jangan Sampai Lolos ke DPR

Pansel Diminta Coret Capim KPK yang Buruk, Jangan Sampai Lolos ke DPR

Nasional
Bertolak ke Riau, Presiden Jokowi Bakal Resmikan Tol dan Sistem Pengelolaan Air

Bertolak ke Riau, Presiden Jokowi Bakal Resmikan Tol dan Sistem Pengelolaan Air

Nasional
Soal Putusan MA, Pakar: Pertimbangan Hukum Hakim Sangat Dangkal

Soal Putusan MA, Pakar: Pertimbangan Hukum Hakim Sangat Dangkal

Nasional
Survei Kepuasan Pelanggan Antam Naik pada 2023

Survei Kepuasan Pelanggan Antam Naik pada 2023

Nasional
4 Terdakwa Kasus Gereja Kingmi Mile Jalani Sidang Vonis Hari Ini

4 Terdakwa Kasus Gereja Kingmi Mile Jalani Sidang Vonis Hari Ini

Nasional
Secepat Kilat MA Ubah Aturan Batas Usia Kepala Daerah yang Buka Jalan Kaesang Jadi Cagub

Secepat Kilat MA Ubah Aturan Batas Usia Kepala Daerah yang Buka Jalan Kaesang Jadi Cagub

Nasional
Pakar Bicara Kesamaan Pola Putusan MA dan MK, Terganjal Syarat Pencalonan

Pakar Bicara Kesamaan Pola Putusan MA dan MK, Terganjal Syarat Pencalonan

Nasional
Momen Jokowi 'Nge-mal' di Sumsel, Ajak Bocah Makan 'Snack' di Mejanya

Momen Jokowi "Nge-mal" di Sumsel, Ajak Bocah Makan "Snack" di Mejanya

Nasional
Pansel Capim KPK: Komposisi Dianggap Bermasalah, Diingatkan Jangan Loloskan Calon Titipan

Pansel Capim KPK: Komposisi Dianggap Bermasalah, Diingatkan Jangan Loloskan Calon Titipan

Nasional
Perkuatan Komando dan Interoperabilitas di Kawasan Laut China Selatan

Perkuatan Komando dan Interoperabilitas di Kawasan Laut China Selatan

Nasional
Penguntitan Jampidsus Dianggap Selesai, Anggota Densus Tidak Disanksi

Penguntitan Jampidsus Dianggap Selesai, Anggota Densus Tidak Disanksi

Nasional
Pansel Capim KPK 2024-2029 Didominasi Unsur Pemerintah

Pansel Capim KPK 2024-2029 Didominasi Unsur Pemerintah

Nasional
Putusan MA Miliki Modus Sama dengan Putusan MK, Kali Ini Karpet Merah untuk Kaesang?

Putusan MA Miliki Modus Sama dengan Putusan MK, Kali Ini Karpet Merah untuk Kaesang?

Nasional
Perludem: Putusan MA Keliru, Mencampur Aduk Syarat Calon dan Calon Terpilih

Perludem: Putusan MA Keliru, Mencampur Aduk Syarat Calon dan Calon Terpilih

Nasional
Pemerintah Arab Saudi Perketat Jalur Masuk Mekkah, Antisipasi Jemaah Haji Ilegal

Pemerintah Arab Saudi Perketat Jalur Masuk Mekkah, Antisipasi Jemaah Haji Ilegal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke