Mahfud menyatakan tidak merasa ada pengambilalihan. Namun, ia mempersilakan pihak mana pun jika ingin menilai seperti itu.
"Enggak juga, saya tidak merasa begitu. Tapi penilaian politik dari luar begitu, ya silakan," kata Mahfud usai berpamitan dengan jajaran Kemenko Polhukam di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (2/2/2024).
Mahfud menilai, ucapan Hasto bisa saja dimaknai karena selama dua bulan terakhir, koordinasi aparat seperti TNI/Polri langsung di bawah presiden.
"Mungkin selama ini mungkin, selama dua bulan ini koordinasi Panglima, Kapolri, Jaksa Agung, dan lain-lain itu langsung ke presiden. Mungkin itu yang dimaksud Pak Hasto, ya ndak apa-apa bagi saya," tuturnya.
Lebih lanjut ia menegaskan, keputusan ini bukan diambil secara mendadak.
Sebelum memutuskan mundur, ia sempat mencoba menjalani masa kampanye 3-4 bulan saat masih menjabat sebagai Menko.
Namun, hal itu tidak mudah pula dijalani. Dalam beberapa kunjungan, misalnya, sulit membedakan kunjungannya sebagai cawapres atau sebagai menteri.
"Terkadang terasa ada konflik kepentingan ketika saya berkunjung ke daerah sebagai Menko, tidak sebagai cawapres. Terkadang ada saja orang berteriak "Bapak Cawapres"," ungkap Mahfud.
Karena itu pula, lanjut Mahfud, ia harus berhenti berkunjung ke berbagai daerah sebagai menteri.
"Jadi menjadi tidak enak, sehingga saya yang harus berhenti jalan atau berkunjung ke mana-mana sebagai Menko Polhukam, karena conflict of interest tidak bisa terelakkan antara melaksanakan tugas Menko dan kampanye, kadang kala sulit dibedakan," jelasnya.
Sebagai informasi, Mahfud MD resmi mundur usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (1/2/2024) sore.
Hari ini, Mahfud menyempatkan diri untuk berpamitan dan mengemas barang-barangnya.
https://nasional.kompas.com/read/2024/02/02/13530721/bantah-hasto-mahfud-tak-merasa-fungsi-menko-polhukam-diambil-jokowi