JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menilai, kelompok pemilih Anies Baswedan bakal ragu untuk memilih bakal calon presiden Prabowo Subianto bila Anies tidak melaju ke putaran kedua Pemilihan Presiden 2024.
Ia mengatakan, awalnya memang ada asumsi bahwa pemilih Anies akan otomatis beralih ke Prabowo jika Anies-Muhaimin kalah di putaran pertama.
Asumsi itu muncul karena kedekatan politik Anies yang diusung oleh Partai Gerindra di Pilgub DKI 2017 lalu.
Namun, asumsi itu kini berubah setelah Prabowo memilih putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming, menjadi bakal calon wakil presiden.
"Pemilih Mas Anies yang tadinya mayoritas ini memilih Pak Prabowo, ini mulai ragu, sebagian ke Mas Ganjar, tidak banyak, tetapi lebih banyak lagi ke undecided voters," kata Yunarto, Senin (6/11/2023).
Menurut Yunarto, hal ini tidak mengagetkan karena pemilih Anies adalah kelompok yang bisa disebut anti atau berseberangan dengan sosok Presiden Joko Widodo.
Oleh sebab itu, mereka cenderung enggan memilih Prabowo yang berpasangan dengan Gibran, putra sulung Jokowi.
"(Mereka) mungkin masih memaafkan Pak Prabowo jadi menteri, Pak Prabowo di-endorse Pak Jokowi, tapi ketika menggandeng anaknya, kena dengan isu politik dinasti dan lain-lain, itu kemudian kalau kita lihat di sini potensi bahkan sudah menjadi beban elektoral buat Pak Prabowo," ujar dia.
Ia menambahkan, kubu Prabowo-Gibran pun kini seolah-olah menjadi musuh bersama bagi kelompok pemilih Ganjar maupun Anies.
Yunarto berpandangan, hal itu terlihat dari interaksi pendukung keduanya di media sosial.
Sosok Ganjar dan Anies pun dinilai menunjukkan kekompakan saat sama-sama mengungkit isu netralitas aparat seusai makan siang dengan Jokowi pekan lalu.
"Bukan tidak mungkin juga ketika Anies yang masuk di putaran kedua, pemilih Ganjar juga bisa cair (mendukung Anies) yang tadinya dianggap orang tidak mungkin," kata Yunarto.
Gibran jadi beban Prabowo
Yunarto pun menilai, keputusan untuk menggandeng Gibran itu justru menjadi beban bagi Prabowo sendiri.
Hal ini ia sampaikan berkaca dari elektabilitas Prabowo yang justru turun setelah mengumumkan Gibran sebagai bacawapres yang akan mendampinginya pada Pemilihan Presiden 2024.
"Kita bisa lihat atau berspekulasi dan membuat hipotesa bahwa masuknya nama Mas Gibran sebagai cawapres malah menjadi liabilities, bukan menjadi aset," kata Yunarto.
Yunarto menuturkan, berdasarkan survei Charta Politika pada 13-17 Oktober 2023, elektabilitas Prabowo unggul dibandingkan Ganjar Pranowo secara head to head dengan selisih 9,8 persen, yakni 49,4 persen berbanding 39,6 persen.
Namun, elektabilitas Prabowo justru turun menjadi 44,4 persen berdasarkan survei periode 26-31 Oktober 2023, usai Gibran diumumkan sebagai cawapres.
Dalam periode yang sama, elektabilitas Ganjar yang sudah menggandeng Mahfud MD sebagai cawapresnya justru mengalami peningkatan menjadi 40,8 persen.
Selisih elektabilitas antara Prabowo dan Ganjar berdasarkan survei terbaru pun menipis menjadi 3,6 persen.
"Meskipun Mas Gibran dengan pede mengatakan, 'tenang Pak Prabowo, saya ada di sini' tapi ternyata kalau kita baca secara elektoral malah secara statistik, secara kunatitatif, malah menjadi beban buat Pak Prabowo," kata Yunarto.
Adapun survei ini dilaksanakan pada 26-31 Oktober dengan melakukan wawancara kepada 2.400 orang responden dari 38 provinsi se-Indonesia.
Survei ini memiliki margin of error lebih kurang 2,0 persen.
https://nasional.kompas.com/read/2023/11/06/18373461/gibran-bikin-pemilih-anies-ragu-beralih-ke-prabowo