JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah mengambil kesimpulan dari pemeriksaan puluhan pihak, berkaitan dengan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi dalam penyusunan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menyatakan, dirinya telah menggelar rapat internal bersama anggota MKMK lain, yakni mantan Ketua Dewan Etik MK Bintan Saragih dan hakim konstitusi aktif Wahiduddin Adams.
"Semuanya sudah kita dengar. Akhirnya kami sudah rapat intern. Kita sudah buat kesimpulan," ujar Jimly, Jumat (3/11/2023) sore.
"Tinggal dirumuskan menjadi putusan dengan pertimbangan yang mudah-mudahan bisa menjawab semua isu," lanjutnya.
Jimly memastikan, putusan MKMK bakal dibacakan pada Selasa (7/10/2023) pukul 16.00, setelah sidang pleno MK.
Menurutnya, putusan itu kemungkinan besar akan cukup tebal. Pasalnya, ada 21 laporan yang diproses MKMK. Seluruh hakim konstitusi dilaporkan dengan jumlah laporan yang berbeda.
Ketua MK yang juga ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, jadi hakim terbanyak dilaporkan (15), disusul Wakil Ketua MK Saldi Isra (4) dan hakim konstitusi Arief Hidayat (4). Hakim konstitusi Wahiduddin Adams paling sedikit dilaporkan (1).
Jimly berujar, putusan itu nanti akan dibacakan untuk orang per orang selaku hakim terlapor.
"Semua laporan itu kan berisi tuduhan-tuduhan. Itu satu per satu mudah-mudahan nanti terjawab semua dengan bukti, kontra bukti," ujar Jimly.
"Ada yang menuduh gini, jawabannya begini, itu nanti dibahas dalam putusan," jelasnya.
Bukan perkara sulit
Total, MKMK telah memeriksa pelapor pada 21 perkara itu dalam persidangan yang digelar maraton sejak Selasa (31/11/2023).
MKMK juga telah memeriksa 9 hakim konstitusi secara terpisah dan tertutup, dengan Anwar diperiksa dua kali pada Selasa dan kemarin.
MKMK juga telah memeriksa bukti rekaman video CCTV dan panitera terkait soal kejanggalan riwayat pendaftaran perkara 90/PUU-XXI/2023 itu.
Jimly menegaskan bahwa dugaan pelanggaran etik ini bukan kasus sulit. Itu sebabnya, dari 30 hari yang disediakan regulasi, Jimly cs berani menempuh pemeriksaan cepat dan hanya bekerja praktis selama 2 pekan.
"Semua bukti-bukti sudah lengkap, baik keterangan ahli, saksi. Kalau ahli, pelapornya ahli semua. Lagipula kasus ini tidak sulit membuktikannya," lanjutnya.
Jimly juga memberi indikasi bahwa Anwar menjadi pusaran kasus etik ini, walaupun dari 21 laporan yang masuk, sebagian juga melaporkan dugaan pelanggaran etik hakim lainnya dengan jumlah tak sebanyak Anwar.
"Independensi para hakim yang bersembilan itu bisa kita nilai satu per satu. Cuma yang paling banyak masalah ya itu yang paling banyak dilaporkan," ucap Jimly.
Jimly belum dapat menjamin apakah putusan etik ini bisa mengoreksi putusan MK dan berdampak pada pencalonan di KPU RI, tapi yang jelas, putusan ini akan memberi kepastian hukum.
Oleh karena itu lah, dan juga karena pembuktiannya yang tidak sulit, Jimly cs siap memutuskan perkara ini pada 7 November 2023, sehari sebelum hari terakhir pengusulan bakal capres-cawapres pengganti di KPU RI.
Nasib Gibran terganjal?
Sebelumnya, banyak pihak, termasuk pakar hukum tata negara Denny Indrayana yang juga menjadi pelapor, mendesak agar putusan etik itu bisa mengoreksi putusan MK yang kadung jadi dasar hukum untuk pencalonan Pilpres 2024 di KPU RI.
Jimly meminta semua pihak menunggu putusan MKMK.
"Nanti tolong dilihat di putusan yang akan kami baca, termasuk jawaban atas tuntutan supaya putusan itu ada pengaruhnya terhadap putusan MK, sehingga berpengaruh terhadap pendaftaran capres," ungkapnya.
"Itu juga salah satu pertimbangan mengapa kita putuskan, putusan itu kita bacakan tanggal 7," pungkas Jimly.
Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Hakim yang setuju putusan itu hanya Anwar Usman, Guntur Hamzah, dan Manahan Sitompul.
Hakim konstitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic menyampaikan alasan berbeda (concurring opinion), bahwa hanya gubernur yang berhak untuk itu.
Sementara itu, hakim konstitusi Arief Hidayat, Saldi Isra, Wahiduddin Adams, dan Suhartoyo menolak dan menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion).
Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun, berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya 3 tahun.
Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).
Anwar membantah dirinya terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara ini, meski pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tak setuju Putusan 90 itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar mengubah sikap MK dalam waktu pendek.
https://nasional.kompas.com/read/2023/11/04/08582991/menanti-putusan-dugaan-pelanggaran-etik-ketua-mk-anwar-usman