JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Nasdem kembali terguncang setelah salah satu kadernya yang juga menjabat Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, mengajukan surat pengunduran diri dari Kabinet Indonesia Maju.
Syahrul disebut-sebut tersangkut perkara dugaan korupsi di Kementerian Pertanian yang tengah diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Akan tetapi, KPK sampai saat ini belum mengumumkan secara resmi status hukum Syahrul.
KPK tengah mengusut tiga klaster dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan), yakni pemerasan dalam jabatan, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang.
KPK telah menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pemaksaan dalam jabatan di Kementan, tapi belum mau mengungkap identitasnya.
Penyidik pun telah menggeledah rumah dinas Syahrul Yasin Limpo dan kantor Kementan pada pekan lalu untuk mengumpulkan barang bukti dalam kasus ini.
Dari penggeledahan di rumah dinas Syahrul Yasin Limpo, penyidik KPK mendapati uang puluhan miliar dalam bentuk rupiah dan mata uang asing. Selain itu, penyidik KPK juga menemukan 12 pucuk senjata api.
Saat ini kader Nasdem yang merupakan mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny Gerard Plate tengah menghadapi persidangan. Dia diduga terlibat dugaan korupsi proyek pengadaan base transceiver station (BTS) 4G.
Janji dibubarkan
Delapan tahun silam, Surya Paloh pernah berucap bakal membubarkan Partai Nasdem jika terdapat kadernya yang melakukan korupsi.
Pernyataan itu disampaikan Paloh usai membuka pembekalan caleg partai di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Pusat, pada 3 Juni 2015.
"Tidak layak Partai Nasdem dipertahankan (jika ada kader yang korupsi)," ujar Paloh.
Akan tetapi, janji Paloh itu sampai saat ini tak pernah terwujud. Di sisi lain, sejumlah kader Partai Nasdem terbukti terlibat rasuah.
Eks Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Patrice Rio Capella, terjerat kasus suap pada 2014. Ketika itu dia diduga menjadi perantara suap supaya kasus korupsi Gatot Pudjo Nugroho yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara tak diusut Kejaksaan Agung.
Lantas anggota fraksi Partai Nasdem di DPR, Ary Egahni, beserta suaminya yakni Ben Ibrahim S Bahat yang menjabat Bupati Kapuas ditangkap KPK. Keduanya diduga memeras aparatur sipil negara (ASN) terkait penempatan jabatan.
Surya menyebutkan, pernyataannya kala itu salah dan maknanya berbeda.
“Enggak demikian meaning-nya. Enggak ada yang lebih tolol dari ketum partai yang mengatakan kalau ada kader partai yang korupsi partai dibubarkan, bodoh dia,” kata Surya di kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nasdem, Jakarta Pusat, Kamis (5/10/2023).
“Itu saya salah karena memang tidak ada itu. Meaning-nya bukan begitu,” ujarnya.
Dalam pernyataan yang diucapkan medio 2015 itu, Surya mengaku sebenarnya hendak menegaskan semangat antikorupsi yang diusung Nasdem karena dia ingin kader Nasdem tak melakukan tindakan koruptif.
“Makna sesungguhnya bukan begitu. Spirit, semangat kita untuk antikorupsi enggak ada, artinya kita ini kalau kader kita hanya bisa melakukan perbuatan-perbuatan tercela. Untuk apa kita punya institusi seperti ini?” ujarnya.
Namun demikian, kata Surya, tak ada yang bisa menjamin kader partai tak melakukan perbuatan tercela.
Apalagi, jika kader tersebut sebenarnya merupakan penyusup partai.
Oleh karenanya, Surya mengoreksi pernyataannya bahwa dia tidak akan membubarkan Nasdem karena ada satu atau dua kader yang melakukan korupsi.
“Pada anak-anak negeri ini yang datang dengan penuh cita-cita, idealisme, pengabdian, berjuang bersama dalam satu partai harus menjadi korban karena satu dua orang yang tidak tepat, itu tidak benar,” kata Surya.
“Jadi intinya saya mengoreksi, bukan itu sesungguhnya,” tuturnya.
https://nasional.kompas.com/read/2023/10/06/05050051/mengingat-janji-surya-paloh-bubarkan-nasdem-jika-kadernya-korupsi