Salin Artikel

Perebutan Tuah Jokowi Semakin Sengit dan Terbuka

Mereka yang berebut bukan hanya Ganjar Pranowo, bakal calon presiden (bacapres) jagoan PDIP dan Prabowo Subianto, bacapres jagoan Partai Gerindra. Pasangan Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar (Cak Imin) pun bisa terbuka ambil bagian.

Akankah pasangan Anies – Imin yang telah dideklarasikan Partai Nasdem dan PKB di Surabaya, Sabtu (2/09/2023), ikut-ikutan mendulang tuah Jokowi? Bagaimana dalilnya?

Hasil survei Litbang Kompas awal Agustus, memperlihatkan betapa Jokowi adalah “faktor” yang sangat berpengaruh pada Pemilu 2024. Kepuasan publik terhadap kinerjanya relatif tinggi (74,3 persen).

Hasil survei tersebut juga menunjukkan bahwa melanjutkan program pemerintahan Jokowi akan meningkatkan elektoral para bacapres. Siapa pun capres – cawapres, bila mengusung program kerja kabinet pemerintahan Jokowi akan mendapat insentif elektoral.

Sejauh ini perebutan tuah Jokowi sudah sangat terasa di antara Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. Di samping PDIP, Ganjar didukung PPP, Partai Perindo, Partai Hanura.

Jagoan Partai Gerindra, Prabowo, didukung PAN, Partai Golkar, PBB.

Karena itu, tatkala didapuk sebagai bacapres oleh Partai Nasdem, Anies membawakan isu “perubahan”. Nama koalisi pengusungnya pun Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).

Di KPP, selain Partai Nasdem, awalnya ada Partai Demokrat dan PKS. Dua partai politik (parpol) terakhir berada di luar pemerintahan Jokowi.

Namun, deklarasi Anies – Imin mengubah konfigurasi KPP. Partai Demokrat hengkang dari KPP. Sementara PKS belum juga memberikan sikap yang jelas.

Pendukung pemerintahan Jokowi

Yang menarik, parpol pengusung/pendukung ketiga bacapres, baik Ganjar, Prabowo maupun Anies (sejak menggaet Cak Imin), adalah parpol pendukung pemerintahan Jokowi. Kader-kadernya bercokol sebagai “orang dalam”.

Mereka tentu saja ikut bertanggung jawab dan memiliki andil terhadap apapun capaian kinerja pemerintahan Jokowi.

Bila kepuasan publik atas kinerja pemerintahan Jokowi relatif tinggi dan kepuasan publik itu bermakna elektoral, maka parpol pendukung pemerintahan Jokowi mestinya akan mendapatkan insentif. Mereka berhak menikmati manisnya kepuasan publik tersebut.

Anies pun boleh jadi akan berhitung ulang. Elektabilitas Anies yang cenderung stagnan, bahkan turun, bisa jadi lantaran status antitesis Jokowi dan narasi perubahannya.

Anies hanya meraup elektabilitas sebesar 12,7 persen pada survei Kompas awal Agustus 2023, terpaut jauh dari Ganjar (24,9 persen) dan Prabowo (24,6 persen).

Dengan status antitesis Jokowi, Anies kehilangan kesempatan menikmati manisnya kepuasan publik yang tinggi atas kinerja Jokowi. Ia kehilangan momentum politik, mengingat narasi perubahan yang didendangkan tak kunjung jelas di mata publik.

Namun, dengan menggaet Cak Imin, yang selama dua periode pemerintahan Jokowi menjadi bagiannya, bisa jadi Anies berharap dapat mengurangi efek negatif antitesis Jokowi.

Di samping tentu saja perhitungan basis pemilih PKB, terutama di Jawa Timur. Anies tak punya jualan di Jawa Timur. Menggaet Cak Imin lah satu-satunya jalan.

Berpeluang terbagi

Hasil survei Litbang Kompas awal Agustus 2023, memperlihatkan bahwa suara pendukung Jokowi pada Pemilu 2019 berpeluang terbagi.

Sejauh ini masih cenderung mengalir ke Ganjar. Ia masih mendapatkan aliran suara terbesar dari pemilih Jokowi (63,6 persen), bila Ganjar hanya berhadapan dengan Prabowo.

Namun, suara pemilih Jokowi yang mengalir ke Prabowo juga meningkat. Pada survei awal Agustus itu sebesar 36,4 persen. Naik dibandingkan Januari 2023 yang hanya 27,7 persen, dan 33,9 persen pada Mei 2023.

Data tersebut merefleksikan siapapun bacapres yang hendak diusung, apapun parpol pengusung, jangan abaikan tuah Jokowi.

Bila kemarin hanya diperebutkan Ganjar dan Prabowo, kini pasangan Anies – Imin pun terbuka mengadu peruntungan. Terbuka pula mengunduhnya.

Adu strategi

Para bacapres dan parpol pengusung mestilah adu strategi. Siapa cepat dan tepat, berpeluang dapat.

Sebagai kader dan bacapres jagoan PDIP, Ganjar tentu saja paling berkesempatan (diuntungkan) mengunduh tuah Jokowi. Tak aneh hasil survei Kompas bahwa pemilih Jokowi pada Pemilu 2019 cenderung memilih Ganjar (63,6 persen).

Paradigma politik Ganjar tak berbeda dengan Jokowi. Ganjar dan Jokowi merupakan kader parpol yang sama. Publik pun tahu bahwa saat Ganjar dideklarasikan oleh PDIP, Jokowi hadir.

Karakter dan gaya komunikasi Ganjar pun mirip Jokowi: autentik, sederhana, mengalir tanpa sekat. Orang Jawa menyebutnya “gayeng”. Saya kira, karena warna budaya yang spesifik pada Ganjar dan Jokowi.

Di mata saya, meminjam kategorisasi Robert Redfield, baik Ganjar maupun Jokowi, dibentuk oleh “tradisi kecil” (little tradition), bukan “tradisi besar” (great tradition). Ganjar dan Jokowi bentukan tradisi rakyat (warga kebanyakan), bukan tradisi elite (warga istimewa).

Maka, bila terbentuk opini di masyarakat bahwa Ganjar cocok melanjutkan kebijakan dan program pemerintahan Jokowi tak sulit dipahami.

Opini tersebut terbentuk pula melalui strategi simbolik. Sejak awal Ganjar dan parpol pendukung sudah memainkan isu “keberlanjutan”.

Kata “Indonesia Maju” bertaburan di baliho-baliho besar bergambar Ganjar Pranowo (beberapa divariasi dengan gambar Jokowi) di sudut-sudut kota dan berbagai tempat strategis lain serta media sosial.

Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo yang baru saja terbentuk pun, yang dipimpin Arsjad Rasjid, mengusung ikon “Gerak Cepat Terus Melaju untuk Indonesia Maju” (Kompas.com, 5/09/2023).

Indonesia Maju adalah nama kabinet pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Penggunaan kata “Indonesia Maju” merefleksikan upaya penyamaan term, kata kunci, aspek simbolik kepemimpinan Ganjar dengan pemerintahan Jokowi.

Melalui penyamaan term hendak dibangun makna bahwa Ganjar akan melanjutkan kepemimpinan Jokowi. Ganjar bukan anasir negatif pengganggu tatanan yang telah dibangun pemerintahan Jokowi. Justru sebaliknya menjamin keberlanjutan.

Untuk menjaga strategi simbolik tersebut, Puan Maharani, Ketua DPP PDIP yang juga putri Ketua Umum Megawati Soekarnoputri, mewanti-wanti para pendukung Ganjar. Ia meminta para pendukung Ganjar waspada terhadap narasi kontraproduktif, yang dalam istilah Puan “mempertentangkan Megawati dan Presiden Jokowi” (Kompas.id, 26/08/2023).

Melihat strategi Ganjar, rupanya Prabowo tak mau ketinggalan. Meski berbeda parpol dan berangkat dari status lawan politik Jokowi, Prabowo tertantang mencari jurus-jurus simbolik juga.

Prabowo sangat diuntungkan oleh jabatannya sebagai menteri kabinet Jokowi. Posisi ini memberi kesempatan Prabowo sering bertemu Jokowi.

Pertemuan-pertemuan tersebut, meski sejatinya kedinasan, menguntungkan pula secara simbolik. Terbukti pertemuan-pertemuan Prabowo dengan Jokowi yang dipublikasikan selalu mengundang tafsir publik.

Prabowo juga berupaya keras membangun kesan publik bahwa dirinya dekat dan sangat hormat kepada Jokowi. Ia selalu berupaya mengajak publik “melupakan” masa lalunya sebagai kompetitor Jokowi. Dulu memang lawan, kini kawan.

Untuk itu, Prabowo tak segan-segan memuji-muji Jokowi di depan publik. Terbaru, saat berkunjung ke Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), Minggu (3/9/2023).

Di depan ribuan warga yang hadir di Stadion Haliwen Atambua, Prabowo memuji-muji Jokowi yang terus-menerus memikirkan rakyat miskin di seluruh Indonesia. Karena itu, ia juga mengaku siap melanjutkan perjuangan Jokowi (Kompas.com, 4/9/2023).

Tak mau kalah dengan Ganjar yang menggunakan strategi simbolik “Indonesia Maju”, saat berpidato di HUT ke-25 PAN di Hotel Sultan, Jakarta, 28 Agustus 2023, Prabowo mengumumkan pergantian nama koalisi. Semula bernama Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya, diganti menjadi Koalisi Indonesia Maju.

Bila Ganjar dan Prabowo memainkan narasi “keberlanjutan”, tak mudah buat Anies untuk ikut memainkan narasi yang sama. Namun, pasca-masuknya Cak Imin, rasanya tak mungkin juga Anies bertahan sebagai antitesis Jokowi dengan memainkan narasi “perubahan”.

Apalagi pasangan Anies – Imin kini praktis hanya diusung Partai Nasdem dan PKB, parpol yang menjadi bagian dari pemerintahan Jokowi hingga sekarang.

Mengubah status antitesis Jokowi, berarti mengubah narasi perubahan yang selama ini didendangkan Anies.

Namun, sejak berpasangan dengan Cak Imin narasi perubahan yang didendangkan Anies tak akan terdengar nyaring. Bisa jadi malah sumbang. Apalagi sejauh ini perubahan yang didendangkan juga tak jelas.

Lalu, apakah Anies – Imin akan tetap mendendangkannya meski sumbang dan tak jelas? Ataukah, Anies – Imin akan mengambil jalan melingkar seperti Prabowo yang terang-terangan dan tanpa malu-malu mendendangkan keberlanjutan Indonesia Maju?

Pertarungan politik hari-hari ke depan, terutama perebutan tuah Jokowi, masih akan sengit dan terbuka. Masing-masing capres-cawapres dan parpol pengusung akan mengeluarkan jurus-jurus strategis. Namun, tak kalah penting, semangat persatuan harus terus dijaga.

https://nasional.kompas.com/read/2023/09/12/05450031/perebutan-tuah-jokowi-semakin-sengit-dan-terbuka

Terkini Lainnya

Jokowi dan Megawati Peringati Harlah Pancasila di Tempat Berbeda, PDI-P: Komplementer Satu Sama Lain

Jokowi dan Megawati Peringati Harlah Pancasila di Tempat Berbeda, PDI-P: Komplementer Satu Sama Lain

Nasional
Serangan di Rafah Berlanjut, Fahira Idris: Kebiadaban Israel Musnahkan Palestina

Serangan di Rafah Berlanjut, Fahira Idris: Kebiadaban Israel Musnahkan Palestina

Nasional
Resmikan Layanan Elektronik di Pekanbaru, Menteri AHY Harap Pelayanan Sertifikat-el Lebih Cepat dan Aman

Resmikan Layanan Elektronik di Pekanbaru, Menteri AHY Harap Pelayanan Sertifikat-el Lebih Cepat dan Aman

Nasional
Moeldoko: Tapera Tak Akan Ditunda, Wong Belum Dijalankan

Moeldoko: Tapera Tak Akan Ditunda, Wong Belum Dijalankan

Nasional
Megawati Kenang Drama 'Dokter Setan' yang Diciptakan Bung Karno Saat Diasingkan di Ende

Megawati Kenang Drama "Dokter Setan" yang Diciptakan Bung Karno Saat Diasingkan di Ende

Nasional
Hari Jadi Ke-731, Surabaya Catatkan Rekor MURI Pembentukan Pos Bantuan Hukum Terbanyak Se-Indonesia

Hari Jadi Ke-731, Surabaya Catatkan Rekor MURI Pembentukan Pos Bantuan Hukum Terbanyak Se-Indonesia

BrandzView
Tinjau Fasilitas Pipa Gas Cisem, Dirtekling Migas ESDM Tekankan Aspek Keamanan di Migas

Tinjau Fasilitas Pipa Gas Cisem, Dirtekling Migas ESDM Tekankan Aspek Keamanan di Migas

Nasional
Jokowi Resmikan Sistem Pengelolaan Air di Riau Senilai Rp 902 Miliar

Jokowi Resmikan Sistem Pengelolaan Air di Riau Senilai Rp 902 Miliar

Nasional
Megawati Didampingi Ganjar dan Mahfud Kunjungi Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende

Megawati Didampingi Ganjar dan Mahfud Kunjungi Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende

Nasional
Jelang Idul Adha, Dompet Dhuafa Terjunkan Tim QC THK untuk Lakukan Pemeriksaan Kualitas dan Kelayakan Hewan Ternak

Jelang Idul Adha, Dompet Dhuafa Terjunkan Tim QC THK untuk Lakukan Pemeriksaan Kualitas dan Kelayakan Hewan Ternak

Nasional
Buronan Thailand yang Ditangkap di Bali Pakai Nama Samaran Sulaiman

Buronan Thailand yang Ditangkap di Bali Pakai Nama Samaran Sulaiman

Nasional
Pansel Bakal Cari 10 Nama Capim KPK untuk Diserahkan ke Jokowi

Pansel Bakal Cari 10 Nama Capim KPK untuk Diserahkan ke Jokowi

Nasional
Kritik Putusan MA, PDI-P: Harusnya Jadi Produk DPR, bukan Yudikatif

Kritik Putusan MA, PDI-P: Harusnya Jadi Produk DPR, bukan Yudikatif

Nasional
Projo Beri Sinyal Jokowi Pimpin Partai yang Sudah Eksis Saat Ini

Projo Beri Sinyal Jokowi Pimpin Partai yang Sudah Eksis Saat Ini

Nasional
Projo Minta PDI-P Tidak Setengah Hati Jadi Oposisi

Projo Minta PDI-P Tidak Setengah Hati Jadi Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke