Pengalaman itu diceritakan Ning di depan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly.
Diketahui, Ning dan sekitar 64 eksil lainnya berkumpul dan bertemu dengan Mahfud serta Yasonna di Amsterdam, Belanda, pada Minggu (27/8/2023) waktu setempat.
Ning mengatakan, sejak tahun 1963 sampai saat ini, ia masih menjadi anggota Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Aachen, Jerman. Ia lalu memang mendapatkan status warga negara dari negara tersebut.
“Di Aachen dan saya merasakan yang namanya stigma, yang namanya kebencian,” ujar Ning dalam pertemuan di Amsterdam, Minggu.
Ia menceritakan dimaki dengan kata-kata Gerwani ketika beradu argumen dengan seorang tetangga.
“Kalau saya salah tingkah, mereka bilang ‘Dasar Gerwani’. Tahun 2015 saya masih dimaki ‘Dasar tante ini Gerwani’ hanya karena saya berbeda pikiran,” kata Ning.
Adapun kedatangan Mahfud, Yasonna, dan rombongannya menemui para eksil di Eropa adalah untuk menggelar dialog dan berupaya memulihkan hak konstitusional mereka.
Para korban eksil 1965 kebanyakan merupakan mantan Mahasiswa Ikatan Dinas (Mahid) yang diutus pemerintahan Soekarno tetapi dilarang pulang oleh Presiden Soeharto.
Tindakan ini dilakukan Mahfud sebagai bagian upaya pemulihan hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu atas arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Smeentara itu, Ketua Watch 65 perhimpunan yang fokus pada eksil 1965, Ratna Saptari mengatakan, para korban distigma sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Mereka dicap sebagai komunis dan mengkhianati negara.
Ratna masih bertanya-tanya bagaimana caranya menghapus stigma itu sementara TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 soal PKI itu adalah tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik belum dicabut.
Menurut Ratna, persoalan yang timbul akibat TAP MPRS itu sangat penting sehingga perlu dilakukan tindakan awal terhadap produk hukum tersebut.
“Stigma itu akan terus-menerus dialami dirasakan yang akhirnya mengkriminalisasi keturunan para eksil banyak juga yang masih di Tanah Air dan juga mereka yang ada di sini,” ujar Ratna.
Sungkono mengapresiasi kebijakan Presiden Jokowi yang bertindak untuk kemanusiaan seperti yang diberikan kepada para eksil melalui skema non yudisial.
Menurutnya, Jokowi juga menyatakan bahwa kemungkinan menyelesaikan kasus 1965 secara yudisial masih terbuka.
“Dan tuntutan saya para pelaku dan penjahat kemanusiaan itu harus diseret ke luar dan gerakan semua rakyat Indonesia untuk mengungkap kebenaran,” ujar Sungkono.
Selain itu, Sungkono juga mempertanyakan alasan Presiden Jokowi sebagai kepala negara belum juga menyampaikan permintaan maaf kepada para korban 1965.
Padahal, negara sudah mengakui tragedi 1965 sebagai pelanggaran HAM berat masa lalu.
“Saya merasa pernyataan Pak Jokowi masih belum lengkap. Kalau sudah mengakui dosa sekian besarnya, kok tanpa minta maaf, hanya menyesali,” kata Sungkono.
Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud MD mengungkapkan tindakan ini merupakan upaya pemerintah memenuhi hak korban eksil 1965.
Kebijakan tersebut melaksanakan perintah Presiden Jokowi untuk menyelesaikan penanganan korban pelanggaran HAM berat masa lalu secara non-yudisial.
Meski demikian, kebijakan ini tidak akan menafikan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu secara yudisial.
“Ini hanya mendahului agar tidak lama-lama, ini korbannya habis-habis, itu kita belum memutuskan apa-apa negara ini, karena macet di DPR, macet di pengadilan, dan seterusnya,” kata Mahfud.
Mahfud mengatakan, pernyataannya bahwa para eksil tidak melakukan kegiatan melawan negara dan tidak bersalah kepada negara diungkapkan oleh pemerintah Indonesia.
“Anda adalah warga negara. Anda adalah pecinta negara kesatuan Republik Indonesia dan Anda tidak pernah bersalah kepada negara ini (Indonesia),” kata Mahfud dalam pertemuan di Praha, Ceko yang disiarkan secara virtual.
“Nah iya kan, sudah pernyataan dari pemerintah (korban eksil 1965 tidak bersalah),” ujarnya lagi.
https://nasional.kompas.com/read/2023/08/30/05330011/cerita-korban-eksil-1965-dimaki-tante-gerwani-oleh-tetangga-di-jerman-gara