“Arahan Ketua Umum PBNU Gus Yahya (KH Yahya Cholil Staquf) itu sangat jelas. Gus Yahya tidak pernah mempermasalahkan PKB, cuma pingin menjaga jarak,” kata Sulaiman dalam keterangan resmi PBNU, Senin (28/8/2023).
Ia menyitir hasil survei terbaru Litbang Kompas yang mengungkapkan bahwa suara warga NU tidak terkonsentrasi pada partai politik tertentu.
Mayoritas warga yang mengaku terafiliasi dengan NU memilih PDI-P, Gerindra, dan Partai Golkar. PKB yang lahir dari rahim NU justru ada di urutan keempat.
“Jadi NU itu tidak hanya milik PKB. Buktinya yang paling banyak dipilih warga NU adalah PDI Perjuangan, bukan PKB. Jadi PBNU akan tetap menjaga jarak dengan semua partai politik, tidak ada perlakuan istimewa,” kata Sulaiman.
“Jadi Gus Yahya itu tidak pernah mempermasalahkan PKB. Hanya yang Beliau sesalkan itu ternyata pemilih PKB sendiri ogah sama Muhaimin. Ini 'kan fakta, survei Kompas PKB 7 persen dan Muhaimin hanya 0,4. Kan jomplang,” ujar dia.
Berebut identitas NU
PKB lahir dari rahim NU ketika Soeharto runtuh dan era Reformasi dimulai. Kala itu, terdapat keinginan besar warga nahdliyyin untuk kembali memiliki wadah menyalurkan aspirasi politik.
PBNU harus berhati-hati karena NU tidak boleh lagi terkait langsung dengan politik praktis, termasuk partai politik, sesuai hasil Muktamar ke-27 di Situbondo tahun 1984.
Pada akhirnya, PBNU yang saat itu dinakhodai Gus Dur mengarsiteki pendirian PKB.
PBNU membentuk tim 5 dan tim asistensi berisi 9 orang, mayoritas kiai, untuk pendirian PKB, salah satunya Muhaimin.
Dalam perkembangannya, terjadi dualisme dalam internal PKB yang berujung didepaknya Gus Dur oleh Muhaimin Iskandar, keponakannya.
PKB versi Cak Imin kemudian diakui negara sebagai PKB yang “sah”.
Lahir dari rahim NU, wajar jika PKB memiliki basis konstituen yang sama, yakni warga nahdliyyin dan pesantren.
Seiring berjalannya waktu, terbangun citra bahwa NU lekat dengan PKB dan sebaliknya.
Belakangan, sejak Yahya Cholil Staquf terpilih sebagai Ketum PBNU, hubungan ormas Islam terbesar di Indonesia itu panas-dingin dengan PKB.
PKB bersikeras bahwa mereka tak bisa dilepaskan dari NU, sedangkan Yahya dan jajaran berulang kali menegaskan bahwa NU tidak terkait kubu politik mana pun, termasuk PKB.
Pada Januari lalu, pertentangan antara keduanya sempat mencuat.
PBNU kecewa mars perayaan 1 abad hari lahir NU digunakan PKB untuk kepentingan politik sebagail suara latar dalam unggahan akun Instagram DPP PKB untuk acara Sarasehan Nasional Satu Abad NU yang digelar PKB.
Yahya juga tak hadir dalam acara syukuran harlah ke-25 PKB kemarin.
PBNU menyebut tak ada undangan dari PKB, sedangkan Muhaimin mengeklaim telah memerintahkan panitia untuk mengundang Yahya.
Sikap Yahya ini kontras dengan keputusannya hadir ke Pondok Pesantren Al Hikam, Malang, Jawa Timur, Minggu (27/3/2022), dalam peringatan hari lahir PPP sekaligus haul ke-5 KH Hasyim Muzadi.
Yahya bahkan mengeklaim bahwa ini menjadi hajatan dengan kehadiran representasi PBNU terbanyak.
Kedua kubu memang juga punya hubungan. Tahun 1973, NU yang pernah menjadi partai politik, dilebur oleh rezim Soeharto ke dalam PPP sebagai fusi partai-partai Islam dan punya kedudukan berarti dalam tubuh partai tersebut.
https://nasional.kompas.com/read/2023/08/28/13470211/pbnu-tak-pernah-permasalahkan-pkb-hanya-jaga-jarak