Ia mengatakan, uang diterima dari anggaran sosialisasi yang setiap titik jumlahnya mencapai Rp 300 juta untuk setiap anggota.
“Coba teman-teman kalikan saja itu sudah, Rp 300 juta satu titik, satu anggota DPR satu tahun mendapatkan 10 titik jatahnya, 10 titik kali Rp 300 juta kali 50 anggota DPR Komisi II, berapa?” ujar Lucius di Kantor Formappi, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (3/8/2023).
Baginya, saat ini Komisi II DPR RI kehilangan marwahnya untuk melakukan pengawasan ketat pada penggunaan anggaran pemilu di KPU dan Bawaslu.
“Salah satu yang membuat DPR menjadi tidak kritis terhadap penggunaan anggaran dari KPu dan Bawaslu karena mereka mendapatkan jatah yang sangat besar dari anggaran sosialisasi,” ucap dia.
Lucius menganggap praktik tersebut merupakan permainan anggaran dan bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
Sebab, dana sosialisasi pemilu itu digunakan untuk keuntungan pribadi para anggota dewan.
“Dia (anggota DPR) itu kan kampanye di dapilnya di pemilihnya. Dia tahu dia akan maju lagi. Orang-orang yang mendapatkan uang itu tidak tahu kalau uang KPU yang dibawa pulang itu,” ujar dia.
“yang dia tahu yang menyelenggarakan kegiatan ini adalah anggota DPR, sehingga amplop yang dia bawa pulang, dia berpikir itu amplop dari anggota DPR,” kata Lucius.
Sebelumnya, Lucius meminta KPU dan Bawaslu menyampaikan secara terbuka penggunaan anggaran Pemilu 2024 melalui situs web yang bisa diakses oleh masyarakat.
Menurut dia, KPU dan Bawaslu tak bisa dipercaya jika tidak terbuka dalam mengungkapkan alokasi dana yang diberikan padanya. Sebab, dana Pemilu 2024 yang telah disepakati mencapai Rp 76,6 triliun.
https://nasional.kompas.com/read/2023/08/03/18020001/formappi-tuding-komisi-ii-dpr-dapat-duit-dari-anggaran-pemilu-di-kpu-dan