JAKARTA, KOMPAS.com - Dua bulan setengah jelang pendaftaran calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum ada satu pun koalisi partai politik (parpol) yang mengumumkan siapa figur bakal RI-2.
Setidaknya, saat ini ada tiga koalisi parpol yang aktif melakukan pergerakan jelang Pemilihan Presiden (Pilpres 2024). Pertama, Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang berisi Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Koalisi ini kemungkinan besar memilih Prabowo Subianto sebagai bacapres, meskipun belum mendeklarasikan sampai hari ini.
Kedua, kerja sama politik antara PDI-P, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Perindo dan Partai Hanura yang memilih Ganjar Pranowo sebagai bacapresnya.
Ketiga, Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang berisi Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Poros itu mengusung mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai bakal RI-1.
Meski begitu, proses pencarian pendamping untuk para bacapres nampaknya masih jalan ditempat. Partai Gerindra misalnya, terus menyampaikan bahwa calon terkuat bacawapres KKIR adalah Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.
Walaupun saat ini PKB juga didekati oleh PDI-P. Sementara, Prabowo nampak akrab dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir.
Kemudian Ketua DPP PDI-P Puan Maharani mengungkapkan bahwa kandidat bacawapres Ganjar masih mengerucut pada 5 nama, yaitu, Erick, Sandiaga Uno, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Muhaimin, serta Andika Perkasa.
Koalisi Perubahan tak kalah pelik, meski AHY sempat disebut kandidat terkuat bacawapres Anies, namun Nasdem masih memunculkan nama baru seperti putri mendiang Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid, Yenny Wahid. Anies juga menemui mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Di balik dinamika tersebut, Presiden Joko Widodo dianggap menjadi salah satu faktor yang membuat alotnya negosiasi pencarian bacawapres.
Sebab, sejumlah pihak mengaku masih melibatkan Jokowi dalam menentukan bacawapres. Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan proses pencarian bakal RI-2 untuk Ganjar bakal ditentukan oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri setelah berkomunikasi dengan para ketua umum parpol pendukung dan juga Jokowi.
Kemudian, Plt Ketua Umum PPP Muhamad Mardiono juga melapor kepada Jokowi soal hasil Rapimnas VI PPP yang memutuskan Sandiaga maju sebagai bacawapres Ganjar.
“Bahwa Presiden tidak mencampuri internal PPP, iya. Tapi, karena Pak Presiden adalah sebagai pimpinan koalisi ya tentu harus kami melaporkan dan menkomunikasikan hal itu,” ucapnya, 17 Juni 2023.
Terakhir, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh juga mengaku mendapatkan pertanyaan dari Jokowi soal siapa akhirnya bacawapres Anies. Pertanyaan itu muncul saat keduanya bertemu selama satu jam di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (17/7/2023).
“Nah, Pak Jokowi juga tanya saya, ’Siapa ini wakil presidennya ini?’ Saya bilang, ’Saya belum mikirin itu, yang saya tahu (urusan) Pak Anies itu,” sebut Surya di Nasdem Tower, Gondangdia, Menteng, Selasa (18/7/2023).
Pilpres rasa Jokowi
Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Adi Prayitno menilai Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 begitu kental aroma politiknya dengan Jokowi.
Alasannya, semua elite politik nampak ingin terus membangun komunikasi dan melibatkan Jokowi dalam pengambilan keputusan ke depan.
“Padahal Jokowi bukan ketua umum partai. Ini menegaskan Jokowi sangat power full di mata elite-elite partai,” ucap Adi pada Kompas.com, Selasa (1/8/2023).
Ia menganggap, Jokowi masih memiliki kekuatan karena jelang berakhir masa jabatannya, masih mendapatkan perhatian dari masyarakat.
Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada April 2023 merilis survei kepuasan publik terhadap Jokowi mencapai 82 persen. Sementara, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA pada awal Juli ini merilis kepuasan publik terhadap Jokowi mencapai 90 persen.
Kondisi tersebut, lanjut Adi, tentu membuat Jokowi masih mempunyai pengaruh pada konstituen meskipun tak lagi mengikuti kontestasi.
“Pengaruh Jokowi ke pemilih kuat, karena tingkat kepuasan terhadap kinerja pemerintah cukup tinggi,” sebut dia.
Cari aman
Di sisi lain, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor menganggap berbagai pihak saat ini tengah mencari aman dengan terus mengaitkan diri mereka dengan Jokowi.
Magnet Jokowi yang masih begitu besar pada konstituen dan jaringan relawannya dianggap cukup berdampak untuk membantu pemenangan bacapres tertentu.
Sehingga, lanjut Firman, masing-masing koalisi berupaya untuk terus berada di dekat mantan Wali Kota Solo tersebut, meskipun pengaruhnya pasti juga bakal mengalami penurunan pada tahun depan.
“Satu sikap mencari aman, bukan tidak percaya diri ya, tapi mencari aman kalau bisa jangan sampai Jokowi diabaikan terlalu dini,” sebut dia.
Ia menuturkan dalam politik praktis, semua pihak sebisa mungkin bisa diajak bekerja sama. Termasuk Jokowi dengan organ relawannya yang masih bisa diajak berkolaborasi.
“Karena ini untuk beberapa jaringan yang masih bunyi, masih bisa dimanfaatkan untuk meraih dukungan,” kata dia.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menyatakan lambannya proses penentuan bacawapres juga menunjukan bahwa Jokowi masih punya kepentingan.
Dalam pandangannya, Jokowi menggunakan kandidat bacawapres sebagai bekal negosiasi kepentingannya dengan semua koalisi.
“Stagnasi dalam proses negosiasi di beberapa koalisi memang dipengaruhi alotnya negosiasi cawapres, yang konon dijadikan ruang bergaining bagi Jokowi,” sebut Umam.
Ia menyatakan keberadaan Sandiaga, Erick, dalam bursa bacawapres, serta langkah Surya Paloh menemui Jokowi di Istana diyakini tak lepas dari restu Jokowi.
Hal itu menunjukan, Jokowi ingin mendorong agar Pilpres 2024 diikuti oleh pasangan calon (paslon) yang sesuai dengan keinginannya.
“Penguasa saat ini ingin memastikan, siapapun yang terpilih menjadi presiden dan wakil presiden mendatang, adalah orang-orang di lingkaran dekatnya. All Jokowi’s man,” imbuh dia.
https://nasional.kompas.com/read/2023/08/01/11292571/jokowi-dinilai-jadi-salah-satu-faktor-penyebab-yang-bikin-koalisi-tak