Salin Artikel

Tetaplah Menjadi Seorang Ganjar

Pasalnya, ketidakpastian akut terus menyelimuti tingkat elektabilitasnya yang justru selalu tinggi.

Namun Ganjar pada akhirnya berhasil melenturkan ketidakpastian politik yang melingkari perjalanannya selama dua tahun terakhir dengan gaya dan sikap politik yang apa adanya, sesuai karakter politik yang ia sandang selama ini, yakni tidak ambisius, kalem, tenang, apa adanya, dan tetap santun.

Jika kita telusuri lebih jauh, sebenarnya yang diperlihatkan Ganjar bukanlah hal baru dan bukan juga hal yang terlalu unik.

Yang dilakukan dan diperlihatkan Ganjar adalah sifat dan sikap asli Indonesia, sikap ketimuran yang sudah terkenal sejak zaman "baheula", yakni santun, baik, sopan, dan kalem.

Jadi secara prinsipil, originalitas Ganjar Pronowo adalah gambaran komplet dari Indonesia, baik secara kultural, moral, maupun secara behavioral.

Sikap ini adalah bagian dari keseharian yang tidak dibuat-buat. Tapi tidak bisa disandingkan secara teding aling-aling dengan kebijakan. Karena menjadi santun, baik, tenang, dan apa-adanya tak identik dengan "lembek" dalam kepemimpinan.

Karena Ganjar, layaknya manusia Indonesia lainnya, acapkali juga tegas dalam hal kebijakan, terutama pada hal-hal yang tidak berjalan semestinya.

Termasuk tindakan Ganjar baru-baru ini yang memecat langsung Kepala Sekolah Kejuruan Negeri 1 Sale, Kabupaten Rembang di Jawa Tengah karena telah melakukan pungli kepada orangtua siswa.

Sukarno pun sebenarnya demikian. Banyak cerita kesederhanaan Sukarno di balik pidatonya yang berapi-api.

Sering kali beliau berhenti di jalan hanya untuk menikmati makanan pinggir jalan, agar tetap bisa merasakan kebersamaan dengan rakyat.

Dan di saat itu, Sukarno yang terkenal berapi-api di podium berubah menjadi sosok yang berbicara sangat santun, sopan, "nyambung" dengan rakyat biasa.

Jokowi sebenarnya tampil dengan style politik yang tidak jauh berbeda sedari awal. Jokowi disukai oleh mayoritas pemilih dalam pemilihan tahun 2014 dan 2019 justru bukan karena meriah dan bertenaganya pidato-pidato yang ia lontarkan, atau karena berbagai kehebatan rencana kebijakan yang ditawarkannya di saat kampanye, tapi justru karena kehadiran dan penampilannya yang biasa-biasa saja di satu sisi dan kehadirannya yang mampu membuat banyak orang merasa senang di sisi lain.

Nyatanya, originalitas politik semacam justru membuat publik nyaman, tidak was-was, bahkan menemukan secuil kegembiraan hanya karena berdiri berdekatan dengannya, lalu mendapat satu dua kali jepretan kamera ponsel untuk disimpan sebagai kenangan setelahnya.

Terlepas stigma pencitraan yang kerap menyelimuti sikap sederhana dan apa adanya tersebut, toh Jokowi tetap mendapatkan banyak penghormatan dan apresiasi dari publik karena nyatanya dalam praktik kesehariannya sebagai seorang presiden, dikelilingi kamera atau pun tidak, memang Jokowi berpenampilan biasa.

Sepanjang pengamatan saya, Jokowi terlihat memakai sepatu sneaker yang itu-itu saja di setiap kunjungan kerjanya ke lapangan, dengan setelan baju dan celana yang gayanya juga begitu-begitu saja.

Tentu itu bukan bagian dari skenario pencitraan, tapi lebih kepada kebiasaan saja, yang tidak terlalu berambisi untuk tampil melebihi penampilan rakyat Indonesia kebanyakan.

Nah, harus diakui bahwa dengan gaya yang demikian, Jokowi menaklukkan berbagai rintangan politik di DKI Jakarta sebelum benar-benar didaulat menjadi calon presiden resmi PDIP tahun 2014.

Dan setelah hampir sepuluh tahun berlalu, setelah berbagai gemerlap fasilitas seorang presiden didapatkannya, Jokowi ternyata masih seperti itu alias masih seperti dulu. Jokowi yang kita saksikan hari ini masih seperti Jokowi yang kita kenal 10-an tahun lalu.

Sebenarnya gaya politik dan kepemimpinan Jokowi ini mengingatkan kita pada salah satu mantan presiden Indonesia yang tak kalah sederhananya, yakni KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Kesederhanaan Gus Dus sudah tak perlu diragukan lagi. Jabatan presiden tak mengubahnya sama sekali, baik secara kepribadian, penampilan maupun secara komunikasi publik.

Dan saat lingkaran elite yang mendukungnya di fase awal reformasi justru menyingkirkannya setahun kemudian, Gus Dur pun tetap tidak berubah.

Gaya hidup, gaya bicara, gaya berpolitik, termasuk gaya berkelakarnya, tetap seperti sedia kala yang khas seorang Gus Dur.

Dengan kata lain, jabatan tidak mengubahnya, kehilangan jabatan pun demikian, tak merendahkan harga dirinya sedikitpun. Dan yang lebih menarik, para GusDurian tetap mencintainya seperti semula. Tak ada yang berubah.

Jadi di saat banyak pihak mengatakan bahwa strategi "humas" Jokowi lebih banyak berdekatan dengan gaya SBY, karena penggunaan istilah baru di dalam kamus politik kita, yakni "pencitraan", tapi secara kepribadian dan sikap-sikap pribadi, Jokowi sangat jauh dari sosok seorang SBY dan justru lebih dekat kepada Gus Dur.

Dengan kesederhanaan dan apa adanya ala Gus Dur tersebut, Jokowi mampu mempertahankan "rasa cinta" dari para pemilih dan penggemarnya, meskipun banyak kontroversi yang melingkari kebijakan-kebijakannya.

Mengapa demikian? Karena Jokowi tetap muncul dan hadir layaknya rakyat kebanyakan, yang membuat ikatan emosional dan interaksi seorang Jokowi dengan para pemilihnya tetap terjaga.

Saya meyakini, sisi inilah yang membawanya ke Istana. Karena jika dilihat dari sisi rencana kebijakan yang ditawarkan saat kampanye, masing-masing kandidat memiliki konsep dasar yang tidak jauh berbeda.

Preferensi pada penampilan yang biasa-biasa saja, sikap pribadi, gaya hidup, kesederhanaan keluarga, dan apa adanya, sangat berpengaruh pada perilaku memilih masyarakat.

Saya juga cukup yakin, realitas objektif Jokowi yang demikian akan terus dikenang oleh masyarakat jauh hari setelah beliau tak lagi berkuasa nanti.

Cukup berbeda dengan Barrack Obama, misalnya, yang setelah menjabat sebagai presiden justru disayangkan oleh banyak pendukungnya karena dianggap nyaris seratus persen berubah.

Penampilannya cenderung semakin elitis, lingkaran pergaulannya pun semakin elitis. Bahkan para pengamat di Amerika Serikat kini mengategorikan Obama sebagai bagian dari jejaring elite oligarki, setelah tak lagi menjabat sebagai presiden.

Dalam kacamata yang sama, menurut hemat saya, Ganjar Pranowo sebenarnya juga lebih cenderung mewakili kedua tokoh di atas, yaitu Gus Dur dan Jokowi.

Sejak beliau menjadi oposisi Senayan yang santun di era pemerintahan SBY hingga menjadi Gubernur Jawa Tengah dua periode, Ganjar masih layaknya Ganjar yang kita kenal sedari dulu.

Sikap apa adanya tersebut saya yakin bukanlah sekadar kesan, tapi memang sedari dulu Ganjar Pranowo demikian adanya.

Yang membuat makna kesederhanaan demikian menjadi dangkal adalah pemahaman masyarakat tentang pencitraan dan segala jenis teknis pembangunan kesan yang terlanjur negatif akibat berbagai peristiwa dan praktik pembangunan kesan yang berlebihan selama ini oleh banyak pihak.

Meskipun demikian, Ganjar telah membuktikan bahwa dengan tetap muncul seperti semula, tidak terpengaruh gonjang-ganjing politik sebelum pencalonannya, justru meyakinkan publik bahwa Ganjar memang satu-satunya kader PDIP yang layak untuk menjadi calon presiden resmi partai, dengan dukungan stabilitas elektabilitas di setiap survei-survei yang dilakukan lembaga survei arus utama Indonesia.

Sikap sederhana tersebut adalah modal awal untuk bisa berbicara dengan rakyat dalam bahasa rakyat.

Sebenarnya Ganjar telah membuktikannya selama ini di saat momen-momen pertemuannya dengan berbagai kelompok masyarakat di berbagai lokasi. Bahasanya tak mengawang-awang, mudah dipahami, dan tidak berbelit-belit dengan terminologi-terminologi yang melangit.

“Great leaders are almost always great simplifiers, who can cut through argument, debate and doubt, to offer a solution everybody can understand,” kata Colin Powell, mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat.

Artinya, Ganjar lebih berpeluang untuk berbicara langsung dengan rakyat ketimbang kandidat lain yang cenderung memetakan dirinya sebagai sosok intelektual dengan bahasa yang justru aneh di telinga rakyat kebanyakan.

Jadi berkaca pada pengalaman Jokowi di atas, yang diperlukan oleh Ganjar untuk memenangkan hati dan pikiran rakyat adalah terus memastikan bahwa Ganjar tetap menjadi dirinya sendiri, sebagaimana yang telah konsisten ia perlihatkan selama ini.

Ganjar tidak perlu memikirkan sikap dan gaya baru hanya untuk membangun impresi bahwa ia adalah pemimpin idaman dan pemimpin nasional yang diinginkan.

Karena sikapnya selama ini telah membawanya menjadi politisi Senayan yang santun dan Gubernur Jawa Tengah yang merakyat. Pun saya cukup yakin, sikap demikian juga yang akan membawanya ke Istana.

Toh dalam perspektif demokrasi, pemimpin ideal sejatinya adalah yang paling berhasil merepresentasikan aspirasi dan kepentingan rakyat banyak, tidak saja dalam kebijakan dan tindakan, tapi juga dalam sikap, laku, dan nilai-nilai keseharian yang ia anut dan kedepankan.

Artinya kemampuan merepresentasikan tersebut bukanlah hal yang dibuat-buat, tapi "genuine" berasal dari kenyataan hidup sehari-hari sang pemimpin.

Sejarah membuktikan bahwa pemimpin yang disingkirkan rakyat, baik dalam revolusi berdarah maupun damai, adalah pemimpin yang hidup jauh melampaui keadaan rakyatnya.

Pemimpin yang bermewah-mewah, bermegah-megah, dibalut dengan arogansi moral dan intelektual, di tengah masyarakat yang menjalani keseharian hidup dengan kesederhanaan, pada akhirnya akan mengecewakan rakyatnya.

Pemimpin semacam ini ujungnya disingkirkan karena sudah tidak lagi mewakili rakyatnya, baik dalam sikap, laku, aksi, gaya hidup, maupun nilai-nilai yang dianut.

https://nasional.kompas.com/read/2023/07/14/06311841/tetaplah-menjadi-seorang-ganjar

Terkini Lainnya

Hasto Curiga Ada 'Orderan' di Balik Pemanggilannya ke Polda Metro Jaya

Hasto Curiga Ada "Orderan" di Balik Pemanggilannya ke Polda Metro Jaya

Nasional
Kata PP Muhammadiyah soal Jokowi Beri Izin Usaha Tambang untuk Ormas

Kata PP Muhammadiyah soal Jokowi Beri Izin Usaha Tambang untuk Ormas

Nasional
Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur, Jokowi: Pembangunan IKN Terus Lanjut

Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur, Jokowi: Pembangunan IKN Terus Lanjut

Nasional
Prabowo Bentuk Gugus Sinkronisasi, Hasto Singgung Rekomendasi Tim Transisi Era Jokowi

Prabowo Bentuk Gugus Sinkronisasi, Hasto Singgung Rekomendasi Tim Transisi Era Jokowi

Nasional
Jokowi Kunker ke Kalimantan Timur Usai Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur

Jokowi Kunker ke Kalimantan Timur Usai Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur

Nasional
Gantikan Laksda Retiono, Brigjen Taufik Budi Resmi Jabat Komandan PMPP TNI

Gantikan Laksda Retiono, Brigjen Taufik Budi Resmi Jabat Komandan PMPP TNI

Nasional
PKB Ngotot Ingin Gus Yusuf Jadi Calon Gubernur di Pilkada Jateng 2024

PKB Ngotot Ingin Gus Yusuf Jadi Calon Gubernur di Pilkada Jateng 2024

Nasional
PKB Bilang Anies Tak Dapat Keistimewaan, Harus Ikut Uji Kelayakan Jika Ingin Tiket Pilkada

PKB Bilang Anies Tak Dapat Keistimewaan, Harus Ikut Uji Kelayakan Jika Ingin Tiket Pilkada

Nasional
Riset yang Didanai BPDPKS Diyakini Jadi “Problem Solving” Industri Sawit

Riset yang Didanai BPDPKS Diyakini Jadi “Problem Solving” Industri Sawit

Nasional
PAN DKI Ingin Duetkan Anak Zulhas dan Jokowi pada Pilkada Jakarta 2024

PAN DKI Ingin Duetkan Anak Zulhas dan Jokowi pada Pilkada Jakarta 2024

Nasional
Biodiesel Berbasis Sawit Jadi Komoditas Unggulan Ekspor Indonesia

Biodiesel Berbasis Sawit Jadi Komoditas Unggulan Ekspor Indonesia

Nasional
Bicara Pilkada Sumbar 2024, Zulhas: PAN Calon Gubernurnya, Wakil dari Gerindra

Bicara Pilkada Sumbar 2024, Zulhas: PAN Calon Gubernurnya, Wakil dari Gerindra

Nasional
Sejahterakan Pekebun, BPDPKS Dukung Kenaikan Pendanaan Program Peremajaan Sawit Rakyat

Sejahterakan Pekebun, BPDPKS Dukung Kenaikan Pendanaan Program Peremajaan Sawit Rakyat

Nasional
Miliki Manfaat yang Luas, Minyak Kelapa Sawit Disebut Paling Potensial untuk Diolah Jadi Energi

Miliki Manfaat yang Luas, Minyak Kelapa Sawit Disebut Paling Potensial untuk Diolah Jadi Energi

Nasional
Pegawai Pajak Yulmanizar Divonis 4 Tahun Penjara, Terbukti Terima Suap Rp 17,9 Miliar

Pegawai Pajak Yulmanizar Divonis 4 Tahun Penjara, Terbukti Terima Suap Rp 17,9 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke