Salin Artikel

18 Tahun Silam, Awal “Perang Dingin” SBY-Megawati Dimulai…

JAKARTA, KOMPAS.com - Hampir dua dekade hubungan Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri dan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) renggang. “Perang dingin” seolah terjadi di antara keduanya.

Selama belasan tahun, perjumpaan Megawati dan SBY bisa dihitung jari. Keduanya hanya bertemu di acara-acara resmi, itu pun hanya berjabat tangan dan bertegur sapa sebentar sebelum akhirnya melanjutkan kegiatan masing-masing.

Kabarnya, ketegangan di antara keduanya bermula dari rivalitas politik jelang Pemilu 2004. Sebelum itu, SBY merupakan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) di Kabinet Gotong Royong, kabinet yang dipimpin Megawati.

Namun, keduanya lantas bersaing di panggung Pemilu Presiden (Pilpres) 2004. Secara mengejutkan, SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla berhasil mengalahkan Megawati-Hasyim Muzadi dengan perolehan suara 60,62 persen berbanding 39,38 persen.

Megawati pun mau tak mau menyerahkan tongkat kepemimpinannya ke SBY. Sejak saat itu hingga 10 tahun lamanya, Mega dan PDI-P berada di luar pemerintahan sebagai oposisi.

Awal mula

Asal muasal friksi antara SBY dan Megawati baru-baru ini diungkap oleh politikus senior PDI-P, Panda Nababan. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 2005. Saat itu, SBY belum genap setahun berkuasa, pun Mega belum setahun turun tahta.

Menurut Panda, kala itu Mega menugaskan dirinya menemui SBY. Sebab, orang yang diutus SBY untuk bertemu Mega tak berhasil mempertemukan dua elite politik tersebut.

“18 tahun yang lalu Megawati menugaskan saya berbicara dengan Presiden SBY di Istana dalam satu malam, di mana sebelumnya utusan-utusan dari Presiden SBY untuk meminta Mega kapan waktunya mereka berdua bertemu, itu tidak ada kepastian,” ungkap Panda dalam program Kompas Petang Kompas TV, Selasa (20/5/2023).

Kepada Panda, Megawati menitipkan lima pertanyaan untuk disampaikan ke SBY. Isinya, terkait pencalonan SBY sebagai presiden pada Pemilu 2004 hingga pembentukan Partai Demokrat.

Panda pun mengungkap tiga dari lima pertanyaan yang dititipkan Mega untuk SBY lewat dirinya. Pertama, apakah SBY pernah mengatakan keinginannya menjadi wakil presiden pendamping Megawati.

Kedua, Megawati bertanya, apakah SBY menggunakan kantor Polkam saat itu untuk membentuk Partai Demokrat.

Ketiga, Mega menanyakan, apakah SBY ingat pernyataannya dalam sidang kabinet yang mengaku tak akan mencalonkan diri sebagai presiden pada Pemilu 2004.

Megawati bilang, jika saja lima pertanyaan itu mendapat jawaban, dirinya bersedia bertemu langsung dengan SBY. Mega, kata Panda, hanya mengharapkan keterbukaan SBY.

Namun demikian, Panda menyebut, tak satu pun pertanyaan titipan Mega tersebut dijawab oleh SBY. Bermula dari sinilah, hubungan Mega dan SBY renggang.

“Mega mengatakan ke saya, dia akan bertemu dengan SBY kalau dijawab semua pertanyaan itu,” ujar Panda.

“Waktu saya ajukan lima pertanyaan itu, lima itu tidak ada dijawab itu sampai sekarang. Itu terus terang saja menjadi bom waktu, 18 tahun mereka tidak pernah duduk bersama kongko-kongko atau ngobrol,” tuturnya.

Pada saatnya nanti…

Keretakan hubungan antara Megawati dan SBY terus berlanjut hingga akhirnya PDI-P kembali merebut kemenangan dan mengantarkan Joko Widodo-Jusuf Kalla ke kursi presiden dan wakil presiden RI lewat Pemilu 2014.

Sekira sebulan sebelum Jokowi-JK dilantik, SBY sempat mencurahkan keluh kesahnya karena tak berhasil bertemu dengan Megawati untuk membahas soal kebersamaan di DPR.

“Pertemuan dengan Pak Jokowi berlangsung baik. Ketika PDI-P inginkan kebersamaan di DPR saya sampaikan pertemuan SBY-Mega penting,” cuit SBY melalui akun Twitter resminya, @SBYudhoyono kala itu.

“Saya mendengar nanti pada saatnya Bu Mega akan ‘menerima’ saya,” tulis dia lagi.

Sebaliknya politisi senior PDI-P Pramono Anung mengeklaim, pertemuan kedua elite politik tersebut gagal justru karena SBY menolak menerima utusan Megawati kala itu, yakni Jokowi, Jusuf Kalla, Puan Maharani, dan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh.

Hampir masuk koalisi

Di tengah hubungan Megawati dan SBY yang tak harmonis, Partai Demokrat sempat hendak bergabung ke gerbong partai politik pengusung Jokowi pada kontestasi Pilpres 2019.

Namun, wacana Tersebut batal, hingga akhirnya partai berlambang bintang mercy itu memilih untuk merapatkan barisan ke kubu Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.

SBY mengakui bahwa alasan partainya tak bergabung dengan koalisi pendukung Jokowi karena hubungannya dengan Megawati belum pulih.

“Masih ada jarak. Masih ada hambatan di situ. Saya harus jujur, belum pulih, masih ada jarak,” ucap SBY dalam konferensi pers 25 Juli 2018.

Padahal, kata SBY, Jokowi kala itu dengan tangan terbuka menerima Demokrat jika ingin bergabung mendukung pencapresannya.

“Saya selalu bertanya, ‘Apakah kalau Demokrat ada dalam koalisi, partai-partai koalisi itu bisa terima kami?’. ‘Ya bisa, karena presidennya saya’,” tutur SBY menirukan percakapannya dengan Jokowi.

Sinyal rekonsiliasi

Belakangan, PDI-P dan Demokrat tampak akrab. Ketua DPP PDI-P yang juga putri Megawati, Puan Maharani, bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat yang juga putra SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), pada Minggu (18/6/2023).

Perjumpaan keduanya pun memunculkan dorongan untuk mempertemukan Megawati dengan SBY.

SBY sendiri usai pertemuan Puan dan AHY sempat mencuitkan tentang dirinya yang bermimpi naik kereta bersama Mega. Dalam mimpi itu, ada juga Presiden Jokowi.

“Saya bermimpi, di suatu hari Pak Jokowi datang ke rumah saya di Cikeas untuk kemudian bersama-sama menjemput Ibu Megawati di kediamannya. Selanjutnya, kami bertiga menuju Stasiun Gambir,” tulis SBY dalam akun Twitter resmimya, @SBYudhoyono, Senin (19/6/2023).

Setelah itu, kata SBY, dalam mimpinya, dia, Jokowi, dan Megawati naik kereta bersama Presiden ke-8 RI. Namun demikian, SBY tak menyebutkan siapa figur presiden tersebut.

“Di Stasiun Gambir, sudah menunggu Presiden Indonesia ke 8 dan beliau telah membelikan karcis kereta api Gajayana ke arah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Karena masih ada waktu, sejenak kami berempat minum kopi sambil berbincang-bincang santai,” ungkap dia.

Dalam perjalanan tersebut, SBY, Jokowi dan Megawati pun menyapa rakyat yang pernah mereka pimpin.

Terakhir, masih dalam mimpinya, SBY menceritakan bahwa ia dan Jokowi berhenti di Solo, Jawa Tengah. Lalu, SBY melanjutkan perjalanan ke Pacitan dengan bus.

“Sedangkan Ibu Megawati melanjutkan perjalanan ke Blitar untuk berziarah ke makam Bung Karno,” imbuh dia.

Terkait ini, Panda Nababan mengatakan, pintu rekonsiliasi antara Megawati dan SBY terbuka lebar. Menurutnya, Mega bukan sosok pendendam sehingga dia telah memaafkan peristiwa politik belasan tahun silam itu.

“Mega sendiri pernah mengatakan ke saya, ‘Panda, saya memaafkan itu, tapi tidak melupakan itu’. Peristiwa itu bagi Mega sakit sekali,” ucap Panda.

Memang, lanjut Panda, belakangan PDI-P dan Demokrat tampak hangat. Namun demikian, kehangatan itu dinilai bukan sebagai sinyal koalisi untuk Pemilu 2024 mengingat PDI-P dan Demokrat sudah punya bakal capres jagoan masing-masing.

PDI-P didukung Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Perindo, dan Partai Hanura hendak mengusung Ganjar Pranowo sebagai capres.

Sedangkan Demokrat bersama Partai Nasdem dan Partai Keadilan Sejahtera membentuk Koalisi Perubahan untuk Persatuan bakal mencapreskan Anies Baswedan.

“(Koalisi) jauh api dari panggang. Bagaimana mau mengabaikan PKS, Demokrat, dan kemudian Nasdem,” tutur Panda.

https://nasional.kompas.com/read/2023/06/22/12353001/18-tahun-silam-awal-perang-dingin-sby-megawati-dimulai

Terkini Lainnya

MUI Minta Satgas Judi Online Bertindak Tanpa Pandang Bulu

MUI Minta Satgas Judi Online Bertindak Tanpa Pandang Bulu

Nasional
Tolak Wacana Penjudi Online Diberi Bansos, MUI: Berjudi Pilihan Hidup Pelaku

Tolak Wacana Penjudi Online Diberi Bansos, MUI: Berjudi Pilihan Hidup Pelaku

Nasional
MUI Keberatan Wacana Penjudi Online Diberi Bansos

MUI Keberatan Wacana Penjudi Online Diberi Bansos

Nasional
[POPULER NASIONAL] Menkopolhukam Pimpin Satgas Judi Online | PDI-P Minta KPK 'Gentle'

[POPULER NASIONAL] Menkopolhukam Pimpin Satgas Judi Online | PDI-P Minta KPK "Gentle"

Nasional
Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Nasional
Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Nasional
BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

Nasional
Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Nasional
PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

Nasional
Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Nasional
Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Nasional
Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Nasional
Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Nasional
Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke