Salin Artikel

Bandingkan dengan Novel Baswedan, Lukas Enembe: Kenapa Saya Dianaktirikan?

JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe membandingkan perlakuan yang dialaminya dengan mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dalam nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Antirasuah itu.

Dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat itu, Jaksa KPK menduga, Lukas menerima suap dengan total Rp 45,8 miliar dan gratifikasi senilai Rp 1 miliar.

Keberatan pribadi Lukas Enembe yang dibacakan penasihat hukumnya, Petrus Bala Pattyona menyebutkan, kesediaannya diperiksa oleh Ketua KPK Firli Bahuri di Jayapura, Papua beberapa waktu lalu disetujui agar pimpinan KPK itu tahu penyakit yang tengah dideritanya.

Saat itu, kata Lukas Enembe, dirinya tengah menjalani serangkaian pengobatan di Singapura untuk kesembuhan berbagai macam penyakit yang dideritanya.

"Mengapa sejak semula saya minta kepada Ketua KPK Firli Bahuri ketika beliau memeriksa saya di Jayapura tanggal 3 November 2022 agar saya dapat berobatdi Singapura dan beliau juga menjanjikan bahwa saya boleh berobat di Singapura," demikian keberatan Lukas Enembe yang dibacakan oleh Petrus dalam sidang di PN Tipikor Jakarta, Senin (19/6/2023).

Bahkan, usai melakukan pemeriksaan di kediaman Lukas Enembe, Firli Bahuri telah berjanji mengizinkan Gubernur Papua itu melanjutkan pengobatan di Singapura.

Hal ini dilakukan lantaran Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian diklaim juga tidak keberatan Lukas Emembe menjalani pengobatan di Singapura sebagaimana yang telah dilakukan sebelumnya.

Namun, sampai Lukas Enembe ditangkap dan menjalani proses persidangan, pengobatan di Singapura tidak kunjung teralisasi. Kondisi inilah yang membuat Gubernur Papua itu membandingkan perlakuan KPK dan pemerintah terhadap Novel Baswedan dan juga dirinya.

“Saya mengetahui ketika mantan penyidik KPK Novel Baswedan minta berobat di Singapura, Pemerintah mengabulkan,” papar Lukas Enembe.

“Bahkan informasi yang saya peroleh biaya perawatan di Singapura ditanggung pemerintah. Mengapa saya yang berjuang untuk NKRI dianaktirikan?” imbuhnya.

Dalam nota keberatannya, Lukas Enembe juga mengaku telah difitnah, dizolimi, dan dimiskinkan oleh Komisi Antirasuah itu.

Gubernur Papua ini mengklaim, dirinya tidak pernah merampok uang negara dan tidak pernah juga menerima suap apapun.

Akan tetapi, bagi dia, Lembaga Antikorupsi itu tetap saja menggiring opini publik seolah-olah dirinya penjahat besar.

Dalam kesempatan ini, Lukas Enembe juga menerangkan kondisi kesehatannya yang tidak baik-baik saja untuk dapat mengikuti persidangan.

"Empat kali saya mengalami stroke, menderita diabetes, sebelum ditahan, diabetes saya berada di stadium empat, dan setelah ditahan menjadi stadium lima, saya juga menderita penyakit hepatitis B, darah tinggi, jantung dan banyak komplikasi penyakit dalam lainnya dan pemeriksaan terakhir dokter RSPAD menyatakan fungsi ginjal saya tinggal delapan persen," papar Gubernur Papua itu.

Dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mendakwa Lukas Enembe menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46,8 miliar.

Jaksa menjelaskan, uang puluhan miliar yang diduga diterima oleh Lukas Enembe berasal dari dua pihak.

Pertama, sebesar Rp l0.413.929.500 dari Piton Enumbi.

Piton merupakan Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia; PT Lingge-Lingge; PT Astrad Jaya serta PT Melonesia Cahaya Timur.

Selain itu, Gubernur nonaktif Papua itu juga menerima dana sebesar Rp 35.429.555.850 dari Rijatono Lakka.??Rijatono adalah Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, PT Tabi Bangun Papua dan pemilik Manfaat CV Walibhu.

"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," papar Jaksa KPK.

Jaksa menduga, hadiah dengan total Rp 45,8 miliar itu diberikan agar Lukas Enembe selaku Gubernur Provinsi Papua bersama anak buahnya Mikael Kambuaya dan Gerius One Yoman mengupayakan perusahaan-perusahaan yang digunakan Piton Enumbi dan Rijatono Lakka dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Tahun Anggaran 2013-2022.

Sementara itu, gratifikasi yang diterima Lukas Enembe berasal dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua melalui perantara bernama Imelda Sun.

Atas perbuatannya, Lukas Enembe dijerat dengan Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

https://nasional.kompas.com/read/2023/06/19/16390111/bandingkan-dengan-novel-baswedan-lukas-enembe-kenapa-saya-dianaktirikan

Terkini Lainnya

Arah Desentralisasi Pasca-Pilpres

Arah Desentralisasi Pasca-Pilpres

Nasional
Bawa Air Zamzam Dalam Koper ke Indonesia, Jemaah Haji Bisa Kena Denda Rp 25 Juta

Bawa Air Zamzam Dalam Koper ke Indonesia, Jemaah Haji Bisa Kena Denda Rp 25 Juta

Nasional
Survei Litbang 'Kompas': Citra KPU-Bawaslu Menguat Seusai Pemilu 2024

Survei Litbang "Kompas": Citra KPU-Bawaslu Menguat Seusai Pemilu 2024

Nasional
Survei Litbang “Kompas': Citra Positif Lembaga Negara Meningkat, Modal Bagi Prabowo-Gibran

Survei Litbang “Kompas": Citra Positif Lembaga Negara Meningkat, Modal Bagi Prabowo-Gibran

Nasional
Prabowo Ucapkan Selamat Ulang Tahun ke Jokowi, Unggah 3 Foto Bareng di Instagram

Prabowo Ucapkan Selamat Ulang Tahun ke Jokowi, Unggah 3 Foto Bareng di Instagram

Nasional
Ingin Usung Kader Sendiri di Jakarta, PDI-P: Bisa Cagub atau Cawagub

Ingin Usung Kader Sendiri di Jakarta, PDI-P: Bisa Cagub atau Cawagub

Nasional
PDI-P Siapkan Kadernya Jadi Cawagub Jabar Dampingi Ridwan Kamil

PDI-P Siapkan Kadernya Jadi Cawagub Jabar Dampingi Ridwan Kamil

Nasional
6 Jaksa Peneliti Periksa Berkas Pegi Setiawan

6 Jaksa Peneliti Periksa Berkas Pegi Setiawan

Nasional
Mendagri: Pj Kepala Daerah yang Maju Pilkada Harus Mundur dari ASN Maksimal 40 Hari Sebelum Pendaftaran

Mendagri: Pj Kepala Daerah yang Maju Pilkada Harus Mundur dari ASN Maksimal 40 Hari Sebelum Pendaftaran

Nasional
Polri Punya Data Anggota Terlibat Judi 'Online', Kompolnas: Harus Ditindak Tegas

Polri Punya Data Anggota Terlibat Judi "Online", Kompolnas: Harus Ditindak Tegas

Nasional
Golkar Sebut Elektabilitas Ridwan Kamil di Jakarta Merosot, Demokrat: Kami Hormati Golkar

Golkar Sebut Elektabilitas Ridwan Kamil di Jakarta Merosot, Demokrat: Kami Hormati Golkar

Nasional
Ulang Tahun Terakhir sebagai Presiden, Jokowi Diharapkan Tinggalkan 'Legacy' Baik Pemberantasan Korupsi

Ulang Tahun Terakhir sebagai Presiden, Jokowi Diharapkan Tinggalkan "Legacy" Baik Pemberantasan Korupsi

Nasional
Bansos untuk Korban Judi Online, Layakkah?

Bansos untuk Korban Judi Online, Layakkah?

Nasional
Mendagri Minta Tak Ada Baliho Dukungan Pilkada Pj Kepala Daerah

Mendagri Minta Tak Ada Baliho Dukungan Pilkada Pj Kepala Daerah

Nasional
Gangguan Sistem Pusat Data Nasional, Pakar: Tidak Terjadi kalau Pemimpinnya Peduli

Gangguan Sistem Pusat Data Nasional, Pakar: Tidak Terjadi kalau Pemimpinnya Peduli

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke