Salin Artikel

Saatnya Puan dan AHY "Bergandengan" Tangan

Sementara di dunia politik, merukunkan Partai Demokrat dengan PDI Perjuangan juga sama sulitnya. Ke duanya memiliki sejarah “perseteruan” yang terjalin lama walau dalam dunia politik tidak ada hal yang tidak mungkin.

Pertemuan Ketua DPP PDI Perjuangan yang juga Ketua DPR, Puan Maharani dengan Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang berlangsung di Kawasan Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu, 18 Juni 2023, menjadi peristiwa “bersejarah” dan akan terus dikenang kemudian hari.

Betapa tidak, “hal” yang mustahil dalam relasi politik antara Demokrat yang dibesut Presiden RI ke-VI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan PDI Perjuangan yang dibidani Presiden RI ke-V Megawati Soekarnoputri telah “dilunakkan” oleh Puan dan AHY.

Puan dan AHY yang menjadi representasi tokoh politik muda berhasil “membelokkan” sejarah antara ke dua partai yang telah diawali dengan kekurangharmonisan politik antara ke dua orangtuanya.

Peristiwa mundurnya SBY dari Kabinet Gotong Royong yang tidak mengungkapkan alasan untuk maju Capres di Pilpres 2004, ditengarai menjadi biang keladi “slek-nya” hubungan ke dua mantan presiden tersebut.

Di Pilpres 2004, SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla berhasil mengalahkan Megawati sebagai petahana yang berduet dengan Hasyim Muzadi.

Rivalitas politik antara SBY dengan Megawati terus berlanjut di Pilpres 2009. Berpasangan dengan mantan Menteri Keuangan era Megawati, Budiono, SBY kembali “menaklukkan” Megawati yang menggamit Prabowo Subianto.

Selama dua periode pemerintahan SBY (2004-2014), PDI Perjuangan terus menjadi kekuatan oposisi yang selalu mengkritisi kebijakan rezim SBY.

Demikian pula halnya saat Joko Widodo yang didukung penuh oleh Megawati dan PDI Perjuangan memegang tampuk kekuasaan selama satu dekade (2014-2024), Demokrat tetap memainkan sebagai kelompok kritis dan oposan.

Walau ada upaya “pendekatan” Demokrat dengan menyokong penuh terpilihnya suami Megawati, HM Taufiq Kiemas sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 2009 – 2013, kebekuan relasi politik antara PDI Perjuangan dengan Demokrat tidak otomatis menjadi cair.

Tensi politik antara politisi “banteng” dengan politisi “mercy” selalu bersitegang secara diametral.

Menjadi menarik pertemuan Puan dengan AHY, di tengah kebuntuan proses pencarian bakal calon wakil presiden di tubuh Koalisi Perubahan yang berintikan kekuatan tripilar Demokrat, Nasdem dan PKS.

Bukan menjadi peristiwa politik yang kebetulan jika Puan berinisiatif membuka “hotline” dengan Cikeas mengingat nama AHY adalah salah satu dari sepuluh kandidat bakal Cawapres untuk mendampingi Ganjar Pranowo di Pilpres 2024.

Ketika nama AHY masih “mengambang” dan terancam jomblo ketika Capres Anies Baswedan tidak kunjung mengumumkan siapa nama calon pendampingnya, maka pertemuan yang dihelat Puan menjadi peristiwa politik terkiwari yang menggemparkan.

Puan telah membuktikan dirinya pantas memegang kendali PDIP dan siap menerima estafet kepemimpinan partai dari ibunya, Megawati.

Demikian pula AHY, kesan yang terpatri selama ini sebagai “bayang-bayang” dari bapaknya, SBY, telah pantas menyandang posisi ketua umum partai.

AHY harus menjadi contoh kebaikan dalam dunia politik. Politik adalah sekadar alat untuk memperjuangkan aspirasi rakyat tanpa membutakan rasa persaudaraan sebagai sesama anak bangsa.

Jika ke dua orangtuanya masih memendam “ganjalan” dalam relasi politik, maka kepada generasi penerusnya, Puan dan AHY, Demokrat dan PDI Perjuangan harus melepaskan segala belenggu masa lalu.

Bukan hal yang tidak mungkin, pertemuan Puan dan AHY kali ini menjadi pintu pembuka bagi kerjasama yang kongkret bagi kepentingan para pemilihnya.

Tentu Puan dan PDI Perjuangan tidak sekadar basa-basi politik menggelar pertemuan dengan AHY dan Partai Demokrat.

Serangkaian pertemuan ke dua sekretaris jenderal partai yang diikuti pertemuan teknis fungsionaris ke dua partai yang mempersiapkan pertemuan Puan dan AHY, telah sepakat membuka komunikasi antardua partai.

Saya masih teringat saat mengantarkan Calon Gubernur Kalimantan Barat di Pilkada 2018 dari PDI Perjuangan, Karolin Margret Natasa yang berpasangan dengan kader Demokrat, Suryadman Gidot menemui SBY di Kantor DPP Demokrat di Kawasan Proklamasi, Menteng Jakarta.

Kedatangan massa “banteng” disambut hangat oleh kader-kader “biru”.

Di saat yang bersamaan, jago PDI Perjuangan yang lain, Ganjar Pranowo yang berduet dengan Taj Yasin juga datang menemui SBY mengingat Demokrat memberikan sokongan politik bagi Ganjar di Pilgub Jawa Tengah.

Relasi politik yang terbina antara Demokrat dengan PDI Perjuangan bukanlah “hil” yang “mustahal” juga terwujud dalam Pilpres 2024.

Tidak ada hal yang tidak mungkin dalam dunia politik, andaikan saja semesta mendukung perjodohan Ganjar Pranowo dengan AHY.

Memimpikan duet Ganjar – AHY

Di tengah proses “wakuncar” alias waktu kunjung pacar di Pilpres 2024 yang tidak kunjung memunculkan nama pasangan bakal Capres-Cawapres, bisa saja dianggap sebagai proses kebuntuan, bahkan cenderung stagnan.

Setiap Capres yang telah diumumkan, baik Anies Baswedan, Prabowo Subianto maupun Ganjar Pranowo terkesan saling menunggu dan saling mengintip.

Di Koalisi Perubahan, Demokrat masih “ngotot” menyodorkan nama AHY, sebaliknya PKS juga “keukeuh” menyorong nama mantan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan.

Demokrat seperti “layangan putus” mengingat Nasdem selalu frontal menolak nama AHY karena selalu bersandar kepada sosok Anies Baswedan sebagai penentu figur Cawapres.

Konon nama Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa dinilai Nasdem lebih berprospek menang ketimbang AHY.

Demokrat sebagai kontributor politik terbesar ke dua setelah Nasdem di Koalisi Perubahan tentu pantas meradang.

Kekuatan kursi Demokrat di parlemen yang mencapai 54 kursi, jauh di atas PKS yang hanya menduduki 50 kursi dan beda tipis dengan Nasdem dengan 59 kursi.

Andaikan Demokrat “cabut” dari Koalisi Perubahan, otomatis Anies Baswedan gagal maju berlaga di Pilpres 2024 karena kekuatan penyokong Anies tinggal Nasdem dan PKS.

Dengan total kursi ke dua partai hanya 109, sementara syarat minimal pengajuan pasangan Capres – Cawapres sesuai Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang mensyaratkan dukungan 20 persen dari jumlah kursi di DPR sebanyak 575 kursi atau 115 kursi.

Peran strategis Demokrat di Koalisi Perubahan tentu tidak ingin disia-siakan oleh AHY sehingga dirinya berhak melakukan manuver politik untuk mencari peluang-peluang politik yang maksimal bagi Demokrat.

Demokrat dengan pertemuan Puan dan AHY ini ingin “melempar” sinyal kepada Koalisi Perubahan tentang makna penting Demokrat bagi pencapresan Anies Baswedan.

AHY masih bisa melabuhkan partainya dengan mengajukan posisi tawar kepada Prabowo di Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya walaupun “oppotunity-nya” tegolong kecil mengingat PKB tetap “harga mati” menduetkan Muhaimin Iskandar sebagai “pengantin-nya” Prabowo.

Demikian pula, AHY masih bisa melakukan terobosan politik dengan menyatukan Demokrat ke dalam Koalisi Indonesia Bersatu bareng Golkar, PAN dan PPP.

Bukan hal yang tidak mungkin, nama Sandiaga Uno yang kini digadang-gadang PPP sebagai Cawapres bisa dipasangkan dengan AHY sebagai Capres.

Yang menghalangi terjadinya duet AHY – Sandiaga Uno tentu saja dari ada tidaknya kerelaan politik Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto dan PAN yang getol “memarketingkan” nama Menteri BUMN, Erick Thohir.

Varian pasangan AHY – Sandiaga Uno – Erick Thohir – Airlangga Hartarto menjadi pasangan “kuda hitam” yang bisa menandingi elektabilitas Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.

Bukan hal yang tidak mungkin, Demokrat – sekali lagi – bisa keluar dari barisan Nasdem dan PKS di Koalisi Perubahan begitu nama AHY tidak terkomodasi menjadi pasangan Anies Baswedan.

Bagaimana dengan prospek “mengawinkan” Ganjar dengan AHY ? Memang terlalu prematur dan terlalu berekspektasi bahwa pertemuan Puan dengan AHY bisa menghasilkan duet Ganjar dengan AHY di kontestasi Pilpres 2024.

Setidaknya pertemuan Puan dengan AHY dimaknai sebagai langkah rekonsiliasi politik di tataran atas antara ke dua elite PDI Perjuangan dan Demokrat.

Jika Demokrat dan PDI Perjuangan bisa bersatu, seperti halnya berkoalisinya “jago” PDI Perjuangan di Pilgub Kalimantan Utara yang juga bekas Wakapolda Kalimantan Utara, Zainal Arifin Paliwang bersama kader Demokrat yang juga Wakil Ketua Umum Partai Demokrat sekaligus Bupati Malinau, Yansen Tipa Padan – yang ikut saya besut kemenangannya – maka bukan tidak mungkin prospek kerjasama politik antara PDI Perjuangan dengan Demokrat tidak terjadi.

Pelan atau cepat, PDI Perjuangan dan Demokrat bisa “bahu-membahu” di parlemen dan di pemerintahan.

Setidaknya Puan dan AHY menunjukkan kepada para seniornya di dunia politik bahwa kerjasama politik ke depannya tidak boleh terbelenggu dengan narasi politik masa lalu.

Pilkada 2020 yang digelar di 270 daerah membuktikan “kemesraan” politik antara PDI Perjuangan dan Demokrat pernah bersemi dengan “indah”.

Demokrat yang mengikuti 251 pilkada tersebut ternyata paling banyak berkoalisi dengan PDI Perjuangan. Bersama PDI Perjuangan, Demokrat bahu membahu berkoalisi di 45 daerah.

Catatan kumulatif berpasangan dengan PDI Perjuangan justru tertinggi yang dilakukan Demokrat ketimbang berkoalisi dengan partai-partai lain di Pilkada 2020.

Demokrat berkoalisi dengan PAN di 36 daerah, dengan Partai Golkar (35 daerah), dengan PKS (30 daerah), dengan Partai Gerindra (27 daerah), dengan Partai NasDem (27 daerah), dengan PKB (25 daerah) dan dengan PPP di 17 daerah.

Langkah pertemuan Puan dengan AHY setidaknya menjadi “ice breaker” dalam kebuntuan politik di level atas.

Puan dan AHY patut diacungin jempol sebagai simbol politisi muda yang tidak memendam persoalan pribadi dalam ranah politik yang tidak berkesudahan.

Ingin ku ulang kembali
Kisah kita
Cerita yang tlah terjadi
Cinta kita
Semua
Yang tlah terbagi indah denganmu
Dahulu
Membuatku
Mengerti cintamu
Ternyata hanya kamu
Tempat untuk hatiku
Takkan lagi aku mencari
Karna hanya kamu

Selama jauh darimu
Aku pun mengerti
Penuh hatiku denganmu
Takkan pernah terganti
Semua
Yang tlah terbagi indah denganmu
Dahulu
membuatku mengerti cintamu

Saya tidak tahu apakah Puan Maharani dan Agus Harimurti Yudhoyono hafal dan paham lirik lagu “Ternyata Hanya Kamu” yang dinyanyikan Brisia Jodie dan Stevan Pasaribu. Yang jelas publik berharap “kemesraan” politik itu tidak berakhir singkat.

https://nasional.kompas.com/read/2023/06/18/08420661/saatnya-puan-dan-ahy-bergandengan-tangan

Terkini Lainnya

Istri Terima Uang Rp 30 Juta Per Bulan dari Kementan, SYL: Ada Kegiatan Dharma Wanita

Istri Terima Uang Rp 30 Juta Per Bulan dari Kementan, SYL: Ada Kegiatan Dharma Wanita

Nasional
PN Jakpus Tak Berwenang Adili Gugatan soal Pencalonan Gibran, Pengacara Jokowi: Tak Terbukti Lawan Hukum

PN Jakpus Tak Berwenang Adili Gugatan soal Pencalonan Gibran, Pengacara Jokowi: Tak Terbukti Lawan Hukum

Nasional
Hasto Curiga Ada 'Orderan' di Balik Pemanggilannya ke Polda Metro Jaya

Hasto Curiga Ada "Orderan" di Balik Pemanggilannya ke Polda Metro Jaya

Nasional
Kata PP Muhammadiyah soal Jokowi Beri Izin Usaha Tambang untuk Ormas

Kata PP Muhammadiyah soal Jokowi Beri Izin Usaha Tambang untuk Ormas

Nasional
Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur, Jokowi: Pembangunan IKN Terus Lanjut

Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur, Jokowi: Pembangunan IKN Terus Lanjut

Nasional
Prabowo Bentuk Gugus Sinkronisasi, Hasto Singgung Rekomendasi Tim Transisi Era Jokowi

Prabowo Bentuk Gugus Sinkronisasi, Hasto Singgung Rekomendasi Tim Transisi Era Jokowi

Nasional
Jokowi Kunker ke Kalimantan Timur Usai Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur

Jokowi Kunker ke Kalimantan Timur Usai Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur

Nasional
Gantikan Laksda Retiono, Brigjen Taufik Budi Resmi Jabat Komandan PMPP TNI

Gantikan Laksda Retiono, Brigjen Taufik Budi Resmi Jabat Komandan PMPP TNI

Nasional
PKB Ngotot Ingin Gus Yusuf Jadi Calon Gubernur di Pilkada Jateng 2024

PKB Ngotot Ingin Gus Yusuf Jadi Calon Gubernur di Pilkada Jateng 2024

Nasional
PKB Bilang Anies Tak Dapat Keistimewaan, Harus Ikut Uji Kelayakan Jika Ingin Tiket Pilkada

PKB Bilang Anies Tak Dapat Keistimewaan, Harus Ikut Uji Kelayakan Jika Ingin Tiket Pilkada

Nasional
Riset yang Didanai BPDPKS Diyakini Jadi “Problem Solving” Industri Sawit

Riset yang Didanai BPDPKS Diyakini Jadi “Problem Solving” Industri Sawit

Nasional
PAN DKI Ingin Duetkan Anak Zulhas dan Jokowi pada Pilkada Jakarta 2024

PAN DKI Ingin Duetkan Anak Zulhas dan Jokowi pada Pilkada Jakarta 2024

Nasional
Biodiesel Berbasis Sawit Jadi Komoditas Unggulan Ekspor Indonesia

Biodiesel Berbasis Sawit Jadi Komoditas Unggulan Ekspor Indonesia

Nasional
Bicara Pilkada Sumbar 2024, Zulhas: PAN Calon Gubernurnya, Wakil dari Gerindra

Bicara Pilkada Sumbar 2024, Zulhas: PAN Calon Gubernurnya, Wakil dari Gerindra

Nasional
Sejahterakan Pekebun, BPDPKS Dukung Kenaikan Pendanaan Program Peremajaan Sawit Rakyat

Sejahterakan Pekebun, BPDPKS Dukung Kenaikan Pendanaan Program Peremajaan Sawit Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke